Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Erina Aulia Syaharani

Gawat Pekerjaan Digantikan AI, Bagaimana Nasib Manusia?

Teknologi | 2025-06-11 11:36:34

Apakah kalian pernah mendengar istilah Dark Factory? Ini bukan sekadar istilah dalam film fiksi ilmiah, melainkan kenyataan yang sudah diterapkan di dunia industri. Dark Factory adalah konsep pabrik yang beroperasi sepenuhnya tanpa pekerja manusia. Pabrik tidak memerlukan penerangan karena semua proses dijalankan oleh mesin dan robot secara otomatis, jadi pabrik bisa beroperasi dalam keadaan gelap. Tujuan utama penerapan Dark Factory adalah untuk menciptakan efisiensi maksimal dengan tingkat kesalahan yang sangat rendah.

Contoh nyata penerapan konsep ini bisa dilihat di pabrik Xiaomi yang berada di Changping, Beijing. Pabrik tersebut dilengkapi dengan 11 jalur produksi yang mampu menghasilkan satu unit smartphone setiap satu hingga tiga detik. Dalam setahun, kapasitas produksinya mencapai lebih dari 10 juta unit. Hebatnya lagi, proses produksi itu berjalan nonstop selama 24 jam tanpa intervensi manusia. Seluruh prosesnya dijalankan oleh robot, lengan-lengan mekanik, dan software berbasis kecerdasan buatan. Informasi selengkapnya dapat dilihat di sini https://www.techspot.com/news/103770-xiaomi-unveils-new-autonomous-smart-factory-operates-247.html

Sumber gambar: news.com.au, diakses pada 11 Juni 2025.

Mengapa konsep ini begitu menarik bagi dunia industri? Karena dengan menerapkan Dark Factory, perusahaan dapat memangkas banyak biaya operasional, mulai dari upah tenaga kerja hingga tunjangan kesehatan. Tak hanya itu, mesin juga memiliki akurasi yang lebih tinggi dibandingkan manusia. Proses produksi menjadi lebih cepat, lebih efisien, dan hampir tidak ada risiko kesalahan yang disebabkan oleh kelelahan. Mesin tidak membutuhkan istirahat, tidak meminta gaji lembur, dan tentu saja tidak akan mogok kerja.

Namun, di balik keuntungan besar tersebut, ada bayang-bayang ancaman besar bagi para pekerja manusia. Apa yang terjadi jika semakin banyak pabrik beralih ke sistem Dark Factory? Bagaimana nasib buruh pabrik, operator mesin, atau tenaga kerja lain yang selama ini menggantungkan hidupnya dari sektor manufaktur?

Data dari World Economic Forum menunjukkan bahwa sekitar 83 juta pekerjaan diproyeksikan akan hilang akibat otomatisasi dalam lima tahun mendatang. Namun, sebagai gantinya akan muncul sekitar 69 juta pekerjaan baru, terutama di bidang teknologi, analisis data, kecerdasan buatan, serta energi terbarukan. Informasi lengkapnya dapat diakses di https://www.weforum.org/publications/the-future-of-jobs-report-2023/. Ini artinya, meskipun ada ancaman kehilangan pekerjaan, di saat yang sama sebenarnya juga ada peluang baru bagi mereka yang siap beradaptasi

Salah satu negara yang bergerak cepat menghadapi perubahan ini adalah China. Tidak hanya dari sektor swasta, pemerintah China juga iku mempersiapkan tenaga kerjanya agar tidak tertinggal oleh kemajuan teknologi. Provinsi Zhejiang, misalnya, telah bekerja sama dengan berbagai lembaga untuk menyelenggarakan program pelatihan digital dan kecerdasan buatan bagi masyarakat lokal. Program ini mengajarkan berbagai hal, mulai dari pengenalan AI hingga praktik penggunaan software berbasis kecerdasan buatan.

Meski begitu, tetap ada hal-hal yang tak bisa sepenuhnya digantikan oleh mesin. Kreativitas, imajinasi, empati, komunikasi interpersonal, dan kemampuan memahami emosi tetap menjadi kekuatan manusia yang tidak dapat ditiru oleh algoritma secanggih apa pun. Kecerdasan buatan memang mampu bekerja dengan logika dan data, tetapi rasa kemanusiaan hanya dimiliki oleh manusia itu sendiri.

Maka dari itu, manusia harus mulai melengkapi diri dengan keterampilan baru, terutama keterampilan digital dan literasi teknologi. Pemerintah di berbagai negara, termasuk Indonesia, perlu segera mengadopsi langkah serupa dengan China, menyediakan akses pelatihan berbasis AI, membuka program pendidikan digital untuk masyarakat umum, serta membangun ekosistem kerja yang memungkinkan perpindahan pekerja dari bidang lama ke bidang baru tanpa terpinggirkan.

Perkembangan AI bukan ancaman jika kita memilih untuk beradaptasi. Justru sebaliknya, ini adalah peluang besar untuk meningkatkan kapasitas diri. Manusia bukan akan kalah oleh mesin, manusia hanya akan kalah jika berhenti belajar. Karena masa depan bukan tentang siapa yang paling kuat, melainkan siapa yang paling cepat beradaptasi.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image