Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Odjie Samroji

Sekolah Mahal: Ketika Pendidikan Jadi Barang Mewah yang Tak Terjangkau

Guru Menulis | 2025-06-09 06:52:23
Guru Mengajar di Kelas | Foto : Pixabay.com

Menjelang bulan Juni, ketika banyak orang tua mulai mempersiapkan pendaftaran sekolah anak-anaknya, muncul kekhawatiran yang tak bisa dihindari: biaya sekolah yang semakin mahal. Fenomena ini terutama terlihat di sekolah-sekolah swasta yang berlomba menarik siswa dengan tarif masuk yang selangit. Uang pangkal yang membumbung tinggi, biaya seragam, fasilitas tambahan, hingga uang SPP yang terus naik, menjadi beban berat bagi banyak keluarga, terutama yang ekonomi pas-pasan.

Sekolah yang sejatinya menjadi tempat menuntut ilmu dan menyiapkan masa depan anak justru berubah menjadi produk komersial yang hanya dapat dinikmati oleh mereka yang mampu secara finansial. Pendidikan yang mestinya menjadi hak setiap anak kini terasa eksklusif, memperlebar kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin. Anak-anak dari keluarga kurang mampu pun terpaksa harus memilih sekolah negeri yang kadang kapasitasnya terbatas, atau berharap pada beasiswa yang jumlahnya jauh dari cukup.

Tragisnya, bahkan sekolah-sekolah berbasis agama yang semestinya menanamkan nilai keberkahan dan pengabdian ikut terjebak dalam pola bisnis ini. Pendidikan dalam Islam adalah amal jariyah yang pahalanya terus mengalir, bukan komoditas dagang yang harus diraup untung sebesar-besarnya. Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” Maka seharusnya sekolah menjadi rumah ilmu yang terbuka untuk semua kalangan, bukan bangunan megah yang hanya bisa dimasuki oleh mereka yang berduit.

Jika pendidikan terus dikomersialisasi, kita tidak hanya kehilangan generasi yang cerdas dan berakhlak, tetapi juga kehilangan makna pendidikan itu sendiri. Negara dan seluruh elemen masyarakat perlu merenungkan kembali fungsi dan tujuan sekolah. Pendidikan haruslah menjadi ladang pengabdian dan keberkahan, yang mampu menyentuh dan memberdayakan semua anak bangsa tanpa terkecuali. Jangan sampai sekolah mahal justru menjadi penghalang bagi masa depan anak-anak bangsa yang kurang beruntung.

Kenyataan ini menuntut kita untuk bersikap kritis dan mengambil langkah konkret. Pemerintah harus memperkuat regulasi agar sekolah, terutama yang menerima dana publik, tidak menjadikan biaya pendidikan sebagai penghalang akses. Di sisi lain, masyarakat dan para pendidik perlu mengembalikan esensi pendidikan sebagai panggilan hati yang mengutamakan kemanfaatan bagi semua, bukan sekadar mencari keuntungan finansial. Inovasi dalam sistem pembiayaan pendidikan, seperti beasiswa yang merata dan program subsidi yang tepat sasaran, wajib terus dikembangkan agar setiap anak bisa merasakan pendidikan berkualitas tanpa beban berat biaya.

Akhirnya, pendidikan adalah investasi masa depan bangsa yang tidak boleh dikotori oleh praktek bisnis semata. Kita butuh paradigma baru, di mana sekolah menjadi tempat yang benar-benar inklusif dan berkeadilan, yang membuka pintu selebar-lebarnya bagi semua anak bangsa, tanpa terkecuali. Mari kita jaga dan perjuangkan agar pendidikan tetap menjadi ladang amal jariyah yang tak hanya menguntungkan secara materi, tapi juga membentuk karakter dan akhlak generasi penerus yang beriman dan bertaqwa.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image