Pendidikan sebagai Hak Dasar yang Wajib Dipenuhi oleh Negara
Agama | 2025-06-04 08:22:32
Pendidikan adalah hak setiap warganegara. Pendidikan merupakan pilar utama bagi kemajuan sebuah peradaban, membentuk arah bangsa, serta mengukir karakter dan potensi generasi penerus. Di Indonesia, pendidikan tidak sekadar hak asasi yang dijamin konstitusi, namun juga memiliki dimensi syar'i yang mendalam dalam pandangan Islam. Menuntut ilmu, dalam Islam, adalah kewajiban pribadi (fardhu 'ain) dan kolektif (fardhu kifayah), yang tidak hanya bertujuan meningkatkan kualitas hidup di dunia tetapi juga menjamin keselamatan di akhirat, menjadikannya investasi spiritual dan intelektual yang tak ternilai. Namun, realitas menunjukkan bahwa penyelenggaraan pendidikan di lapangan masih jauh dari ideal. Ketimpangan akses terhadap pendidikan berkualitas, kurangnya infrastruktur di daerah terpencil, variasi kualitas guru, dan biaya yang membengkak menghalangi jutaan anak untuk berkembang optimal.
Kenyataan pahit diperkuat data Kemendikdasmen, di mana Dirjen Pendidikan Vokasi, Tatang Muttaqin, mengungkap bahwa faktor ekonomi (25,55%) dan keharusan mencari nafkah (21,64%) jadi penyebab utama tingginya angka anak tidak sekolah (ATS) di Indonesia. Fenomena ini sangat menonjol di jenjang sekolah menengah, seiring probabilitas putus sekolah yang meningkat di usia lebih tinggi. Penyebab lain termasuk pernikahan, merasa pendidikan cukup, disabilitas, akses jauh, dan perundungan. Total ATS di Indonesia mencapai lebih dari 3,9 juta anak, meliputi putus sekolah, lulus tapi tak lanjut, dan belum pernah bersekolah.
Tatang juga menyoroti kesenjangan akses pendidikan antara keluarga miskin dan kaya yang signifikan, meski ada intervensi seperti BOS dan KIP. Meski ada perbaikan tren 2022-2024, kesenjangan tetap mencolok, terutama di tingkat SMA. Intervensi pemerintah, seperti dana BOS dan KIP, ironisnya hanya jadi "bantalan empuk" ekonomi tanpa menyentuh akar kemiskinan dan ketimpangan pendidikan. Ini membuktikan pendidikan telah menjadi komoditas mahal. Untuk menutupi kegagalan intervensi kapitalisme, pemerintah Prabowo menggagas Sekolah Rakyat dan Sekolah Garuda Unggul sebagai "jalan tengah" akomodatif. Program populis ini, yang dinarasikan sebagai pemerataan akses, sejatinya hanya tambal sulam yang tidak menyelesaikan akar masalah dalam sistem kapitalisme.
Kondisi ini secara langsung mengkhianati janji konstitusi dan amanah syar'i. Lebih parah lagi, di bawah pengaruh kapitalisme, pendidikan kerap tereduksi menjadi komoditas, bergeser dari pembentukan insan berkarakter menjadi sekadar pencetak tenaga kerja. Ini mengikis nilai luhur dan spiritual, menghasilkan generasi yang cerdas kognitif namun kering moral, berpotensi kehilangan arah dan peduli. Oleh karena itu, menegaskan kembali bahwa pendidikan adalah hak dasar syar'i yang mutlak dipenuhi adalah krusial. Negara memiliki tanggung jawab penuh untuk memastikan akses pendidikan yang layak dan berkualitas, meliputi anggaran, infrastruktur, peningkatan guru, dan kurikulum yang seimbang antara intelektual dan spiritual, demi mewujudkan generasi unggul dunia dan akhirat. Islam memandang hak dasar tidak ada pemisahan antara yang miskin dengan yang kaya baik dari pusat maupun dengan pelosok mempunyai hak yang sama dibidang pelayanan pendidikan.
Dalam kacamata Islam, pendidikan adalah hak syar'i fundamental bagi setiap anak dan warga negara, setara dengan hak atas kesehatan dan keamanan. Bukan mekanisme pasar, melainkan negara yang memikul tanggung jawab langsung untuk memenuhi seluruh kebutuhan dasar publik, termasuk pembiayaan pendidikan yang bersumber dari Baitul Maal. Ini berarti, tak ada lagi sekat akses pendidikan antara si miskin dan si kaya, baik di pusat kota maupun pelosok terpencil. Biaya Pendidikan dalam islam ditanggung penuh oleh negara. Dengan sumber pendapatan diperoleh pengelolaan ekonomi tertangani dengan baik sehingga melahirkan rakyat yang unggul dan mampu menjadi pelaku perubahan peradaban bukan penggerak ekonomi.
Lebih jauh, pendidikan dalam Islam tidak dipandang sebagai alat untuk menyelesaikan masalah ekonomi negara. Sebaliknya, sistem ekonomi Islam justru berdiri sebagai supra-struktur yang menopang dan menguatkan sistem pendidikan itu sendiri. Sebab, pendidikan sejati dalam Islam adalah hak syar'i warga negara untuk melahirkan generasi yang menjadi subjek peradaban, bukan sekadar roda penggerak ekonomi.
Pada masa Rasulullah ﷺ, pendidikan Islam bukan sekadar proses transfer ilmu, melainkan mercusuar peradaban yang diarahkan untuk mencetak generasi unik: para subjek peradaban yang siap mengemban dakwah. Alur pendidikannya dimulai dari internalisasi tauhid yang kuat, membentuk akidah dan akhlak mulia sebagai fondasi utama. Di Masjid Nabawi dan rumah-rumah sahabat, ilmu Al-Qur'an dan Sunah diajarkan secara intensif, membentuk individu yang cerdas spiritual, intelektual, dan emosional. Mereka dilatih untuk menjadi teladan hidup yang menjunjung tinggi keadilan, kebenaran, dan kasih sayang.
Dengan support Negara Khilafah maka akan melahirkan generasi yang Tangguh sebagai contoh Kisah Muhammad Al-Fatih terjadi berabad-abad setelah zaman Rasulullah, yaitu pada abad ke-15 Masehi, sebagai bagian dari Kekhalifahan Utsmaniyah. Ia adalah Sultan Utsmaniyah yang terkenal karena penaklukannya atas Konstantinopel pada tahun 1453. Beliau adalah sosok pemuda yang gagah berani karena Pendidikan yang diterima menggunakan system islam sehingga mampu mencetak generasi yang unggul, amar makruf nahi mungkar ke seluruh penjuru dunia, menjadikan Islam sebagai mercusuar peradaban yang menerangi kegelapan, bukan hanya melalui penaklukan fisik, melainkan dengan kekuatan argumentasi, moral, dan keunggulan ilmu pengetahuan.
Dari pemaparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan itu merupakan tanggungjawab penuh negara apabila Pendidikan ini di gratiskan full maka semua kalangan bisa mengenyam Pendidikan dimana saja dan kapan saja dengan fasilitas yang sama tidak ada kesenjangan antara yang miskin dan yang kaya. Sehingga mampu melahirkan generasi yang unggul yang pada akhirnya akan merubah peradapan. Pendidikan bukan hanya sekedar penggerak eknomi melainkan sebagai agen perubahan dalam segala sector kehidupan. Namun hal ini akan terwujud dengan system pemerintahan islam yang menerapkan Islam kecara keseluruhan tidak ada pemisahan antara Agama dan kehidupan menjadi satu kesatuan yang utuh.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
