Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image

Tren Anomali dan Ancaman Brain Rot bagi Gen Z dan Alpha

Info Terkini | 2025-06-03 09:08:44

Penulis: Muliyani Rosanthi
Generasi kelahiran 2010 hingga 2025 yang disebut Gen Z dan Gen Alpha dihadapkan pada sebuah tantangan psikologis sebagai dampak pesatnya kemajuan teknologi yang semakin cepat dan di luar nalar. Bagaimana tidak, fenomena yang muncul di awal tahun 2025 ini berupa Tren Anomali yang menyuguhkan hiburan tidak biasa dengan karakter absurd dan jauh dari logika. Konten ini sangat digemari Gen Z dan Gen Alpha yang jika tidak diimbangi dengan pendampingan dan pengarahan dapat mengakibatkan Brainrot yang mengancam kondisi psikologis buruk pada anak.

Tren Anomali adalah sebuah fenomena viral di media sosial yang menyuguhkan konten absurd, surreal, dan tidak masuk akal, yang ironisnya justru menarik perhatian luas. Konten ini menampilkan karakter-karakter absurd di luar nalar contohnya seperti monyet berwajah sedih di dalam pisang, gajah bertubuh kaktus dan bersandal, atau sapi bertubuh planet Saturnus yang menari di festival dengan penamaan yang juga cukup aneh seperti “Tralalero Tralala", "Bombardino Crocodilo", dan "Tung Tung Tung Sahur". Fenomena ini dikenal sebagai bagian dari "brainrot", sebuah tren meme internet yang muncul pada awal 2025 dan menyebar cepat melalui platform seperti TikTok dan Instagram.

Brain Rot, secara harfiah berarti "pembusukan otak", bukan istilah medis,namun mencerminkan kondisi menurunnya kapasitas fokus, empati, dan kemampuan berpikir kritis akibat terlalu banyak mengonsumsi konten ringan dan repetitif. Kata brainrot diumumkan menjadi Word of The Year 2024 oleh Oxford University Press. Istilah ini menjadi topik yang mendapat perhatian serius lantaran dampak penggunaan media sosial yang semakin mengenaskan. Fenomena ini berkorelasi erat dengan Tren Anomali yang sedang melanda jagat digital saat ini.

Tren Konten Absurd menjadi Viral

Konten-konten media sosial saat ini mengalami pergeseran yang signifikan. Dimulai dari konten edukatif ke konten absurd yang sering kali tidak bermakna. Video berdurasi pendek yang menampilkan orang berdansa dengan ekspresi datar, suara AI yang menyanyikan lagu anak-anak dengan nada menyeramkan, juga adegan-adegan yang ditampilkan mengandung kebencian dan pertikaian, adu kekuatan dan saling membanggakan diri, hingga meme yang hanya sulit dimengerti orang awam. Konten-konten ini menjadi center of attention di platform seperti TikTok, Instagram Reels, dan YouTube Shorts.

Tren semacam ini menjadi subur karena creator tidak lagi mementingkan nilai manfaat apalagi makna namun bagaimana agar konten yang mereka ciptakan dapat menarik perhatian dan viral meskipun substansinya lepas dari nilai-nilai moral, adab dan kemanusiaan. Hal inilah yang disebut Tren Anomali yaitu kondisi di mana nilai-nilai konten tak lagi dinilai berdasarkan isi, tapi sejauh mana ia mampu menarik perhatian dalam hitungan detik.

Dampak dari Tren Anomali

Gadget yang sangat dekat dengan Gen Z dan Alpha sejak usianya masih belia, tentu memberikan dampak ketergantungan yang cukup signifikan. Intensnya mengkonsumsi konten absurd memberi sensasi dopamin hit yang cepat. Pada saat menikmati tontonan tersebut mereka bisa tertawa, terkejut, bahkan terpikat hanya dalam tiga detik pertama. Namun, sensasi ini bersifat sementara dan membuat otak ingin lebih, dalam siklus yang akhirnya membuat kecanduan dan tidak lagi tertarik terhadap hal-hal yang lebih bermakna, seperti membaca, berdiskusi, apalagi menciptakan karya inovasi yang bermanfaat.

Dari pengamatan saya terhadap beberapa anak yang telah terpapar gadget dari usia 10 hingga 20 tahun, mereka sanggup menatap dan scroll gawai selama berjam-jam tanpa melakukan aktivitas apapun. Bahkan aktivitas penting seperti makan dan minum pun mereka lakukan sesingkat mungkin tanpa meninggalkan gawai mereka. Konten yang bersifat informasi seringkali mereka abaikan meskipun sangat relate dengan mereka.

Dampak Jangka Panjang

Studi terbaru dari American Psychological Association menunjukkan bahwa konsumsi konten cepat secara berlebihan dapat menurunkan rentang atensi (attention span) dan kemampuan menyusun narasi logis. Anak-anak jadi lebih reaktif, mudah terdistraksi, dan mengalami kesulitan dalam membedakan antara hiburan dan informasi faktual.

Selain itu, budaya sarkasme dan juga nihilisme pada Gen Z dan Alpha berkembang pesat dan dianggap biasa sehingga melemahkan empati di kalangan remaja. Hal ini sejalan dengan apa yang ditanyakan Dr. Aulia Rahmadani, psikolog anak dan remaja dari Universitas Indonesia “Kalau semua hal dianggap meme, bagaimana mereka bisa merespons tragedi kemanusiaan dengan empati yang tulus?”.

Apa yang Bisa Dilakukan?

Walaupun nampak begitu mengkhawatirkan, Tren Anomali yang dapat menyebabkan brainrot dapat diimbangi dengan beberapa langkah berikut :

Penguatan Nalar Kritis Ajak anak berdiskusi dengan menggali pendapatnya dari karakter yang ada. Minta ia menceritakan apa yang dirasakan saat melihat karakter yang tidak biasa tersebut. Berikan penguatan berdasarkan logika tentu saja dengan bahasa yang ringan dan santai.

Edukasi Hikmah Teknologi

Berikan pemahaman kepada anak bahwa latar belakang dan tujuan dari penciptaan teknologi adalah yang utama untuk menjawab kebutuhan-kebutuhan manusia di masa depan dari berbagai sisi, sehingga pekerjaan dapat dilakukan lebih efektif dan efisien. Bukan sebaliknya alih-alih melakukan pembodohan generasi di masa depan yang dapat berakibat fatal bagi kehidupan manusia selanjutnya.

Waktu Tanpa Gawai

Buat kesepakatan bersama anak untuk melakukan aktivitas yang memungkinkan untuk tidak menggunakan gawai lebih dari 6 jam di hari tersebut, contohnya piknik, membuat projek, olahraga dan sebagainya. Hal ini bermanfaat untuk membuka wawasan anak pada dunia nyata. Lakukan refleksi dengan menuliskan apa yang dirasakan setelah melewati hari tersebut.

Pada dasarnya Generasi Z dan Alpha adalah generasi yang cerdas, aktif dan adaptif. Namun, mereka membutuhkan arah. Brainrot dan anomali tren hanyalah gejala dari zaman yang bergerak terlalu cepat. Dengan pendampingan dan pengarahan yang tepat, generasi ini tidak hanya akan selamat dari dampak buruk konten unfaedah, tetapi juga mampu menciptakan karya baru yang lebih sehat dan bermakna.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image