
Muadzin
Sastra | 2022-03-01 08:09:10Oleh : Dian Fitriani

Langit masih gelap, embun hinggap di genting, kusen jendela dan ilalang
Hening, hanya bersisa dengkur manusia yang masih lelap dalam tidurnya
Bapak paruh bayah berbaju koko, imam masjid rupanya
Ia tak pernah absen, melantunkan panggilan ilahi
Iya, Adzan.
Subuh ini adzan pertamanya di hari ini...
30 tahun lamanya melantunkan adzan, tak pernah sekalipun ia berfikir bahwa suaranya tak lebih baik dari lolongan anjing
Dia hanya muadzin, tak dibayar
Bukan Penyanyi, PNS, Arsitek, apalagi mentri Agama
Tapi dia tahu betul bahwa adzan tak pernah mengusik hambaNya
Kecuali Mentri Agama
Siang hari, terik, melirik aspal jalanan, pakaian di jemuran dan kulit insan yang mencari penghidupan
Di atas hamparan tandus
Bapak paruh bayah berbaju koko, imam masjid rupanya
Ia tak pernah absen, melantunkan panggilan ilahi
Iya, Adzan.
Dzuhur ini adzan keduanya
Kerongkongan terasa kering
Peluh belum mengering
Panggilan kali ini menyadarkan insan untuk berbegas ke surau terdekat
Pekerja bangunan, pengamen jalanan, penjaja makanan, karyawan, dan jutaan manusia tergetar hatinya
Sayangnya, Mentri agama tidak
Sang surya bergulir
Redupkan cahaya menenggelamkan resah
Menentramkan hati yang gundah
Menyejukan tubuh setelah pelik setengah hari
Bapak paruh bayah berbaju koko, imam masjid rupanya
Ia tak pernah absen, melantunkan panggilan ilahi
Iya, Adzan.
Ashar ini adzan ketiganya
Di tepi jalanan terdengar adzan
Menyudahi lamunan para pengangguran
Merancang secercah harapan
Hanya saja...
Tak ada satupun yang berharap menjadi mentri agama
Mentari menutup cahaya
Dengan mega menyiratkan mesra
Senandung jingga bertanda petang
Menjadi penghibur setelah letihnya bekerja
Bapak paruh bayah berbaju koko, imam masjid rupanya
Ia tak pernah absen, melantunkan panggilan ilahi
Iya, Adzan.
Magrib ini adzan keempatnya
Menyudahi dahaga yang berpuasa
Bila suara adzan sirna digantikan suara anjing di petang hari
Mungkin tak ada satupun yang hendak berbuka puasa
Kendati mentri agama sekalipun
Malam, gemerlap lampu jalanan
Bertabur bintang kayangan
Berjajar mengajarkan perdamaian
Setelah seharian merajut nasib
Berkompetisi dengan jutaan manusia
Bapak paruh bayah berbaju koko, imam masjid rupanya
Ia tak pernah absen, melantunkan panggilan ilahi
Iya, Adzan.
Isya ini adzan terakhirnya di hari ini
Mungkin juga terakhir dalam hidup nya
Ia berharap, pengantar tidurnya yang kekal
Adalah indahnya kidung adzan
Bukan lolongan anjing
Apalagi pidato mentri agama
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.