Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Mukaromah_MTsN 3 Bantul

Makna Kebahagiaan

Guru Menulis | Thursday, 24 Feb 2022, 13:08 WIB

Bahagia itu mudah, sederhana dan tanpa syarat, namun seringkali “diri kita” lah yang memberikan ketentuan, kriteria dan batasan tertentu dalam menentukan kebahagiaan dalam hidup. Tanpa disadari, kita memberikan label-label tertentu untuk bahagia. Entah dalam persoalan ekonomi, fisik, pendidikan, jenjang akademik, karier maupun jodoh. Pernahkah mengalami kemrungsungan/kekhawatiran dalam hidup sehingga membuat hidup tak nyaman dan selalu merasa gelisah? Atau paling tidak, merasa tertekan dalam menjalani proses kehidupan? Satu diantara banyak alasannya ialah, kita terlalu mengejar sesuatu yang “abstrak” dan TIDAK menyadari apa yang telah diperoleh, dicapai dan dianugrahkan Allah kepada diri kita. Dalam hal ini, ada baiknya mempunyai paradigma “retrospective thinking”, sejenak untuk melihat ke belakang, ambil hikmah dan inspirasi disetiap peristiwa yang telah berlalu. Dengan begitu, akan memacu diri menjadi insan yang senantiasa bersyukur karena memaknai setiap alur yang Tuhan berikan. Bahagia itu penting dan sangat penting, bahkan dapat dikatakan “bahagia” itu merupakan kebutuhan primer yang harus diutamakan dan dimiliki terlebih dahulu sebelum memiliki papan/rumah. Mengapa demikian? Karena bahagia berkaitan dengan hati. Jika hatinya riang gembira, maka semua hal dapat dilalui dengan mudah.

Dalam konteks agama, bahagia juga berkaitan erat dengan hati. Sebagaimana dalam hadist Arbain Nawawi disebutkan bahwa dalam jasad manusia terdapat segumpal daging (hati). Apabila baik maka baik pula seluruh anggota badan-nya, begitu sebaliknya. Hal tersebut mengisyaratkan dengan jelas bahwa hati sangat berperan penting dalam kehidupan manusia, jika tidak dikendalikan dengan baik maka akan merusak semuanya, tidak hanya jiwa tapi raga, tidak hanya diri sendiri tapi kolektif, tidak hanya dunia tapi juga akhirat, tidak hanya dalam ranah emosional namun juga sampai pada ranah spiritual.

Hati hanya bisa dikendalikan dengan perasaan yang penuh dengan “kebahagiaan”, dan kebahagiaan hanya bisa didapat apabila manusia benar-benar bersyukur dan menyadari setiap skenario yang digariskan Nya. Tanpa disadari, seringkali kita merasa “besar dan paling benar”, mudah menjustifikasi seseorang dengan label-label tertentu, mudah memberikan solusi tanpa diminta dan mudah menyalahkan. Satu diantara banyak alasan karena kita melihat orang lain berdasar pada perspektif dan cara pandang kita dalam melihat diri kita sehingga menentukan bahagia atau tidaknya seseorang juga berdasar pada kriteria kita. Maka, sekali lagi jangan menggunakan standart yang kita miliki untuk melihat dan menilai orang lain. Dalam kata lain, jika melihat orang lain maka berusahalah untuk menempatkan diri pada posisi orang tersebut, karena bahagia setiap orang itu berbeda dan tidak bisa digeneralisasikan. Mari, melihat orang dengan perspektif dan sudut pandang yang utuh agar kesimpulan yang didapat pun juga utuh. Dan yang lebih utama ialah. Hidup dan bangkitkan spirit kebahagiaan hati agar cahaya Nya senantiasa menyelimuti diri yang tak ada daya dan upaya, melainkan karena kuasa dan ridla Nya.

Tabik,

S. Mukaromah (MTsN 3 Bantul)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image