Pelajar Pribumi di Tanah Kolonial: Menyingkap Pesan Moral dalam Novel Student Hidjo
Gaya Hidup | 2025-05-27 07:51:17"biar, lebih baik diam daripada berkata yang tidak ada gunanya." -Hidjo
Novel Student Hidjo merupakan novel karya Mas Marco Kartodikromo, seorang penulis Indonesia yang karyanya tidak diterbitkan oleh Balai Pustaka dan kerap dikategorikan sebagai 'bacaan liar'. Ia lahir di Cepu, Blora pada tahun 1890 dan meninggal di Boven Digoel, Papua, 18 Maret 1932. Mas Marco berasal dari kalangan priyayi rendahan, ia dikenal sebagai sosok yang berani dan kritis melalui tulisan-tulisannya, salah satunya adalah novel Student Hidjo yang diterbitkan pada tahun 1919.
Lewat tokoh Hidjo yang terus bergulat antara dorongan pribadi dan kewajiban sosial, Mas Marco seolah ingin menunjukkan bahwa menjadi pelajar terdidik bukan hanya soal intelektual, tapi juga soal integritas moral. Dalam dunia yang menggoda untuk mencintai akar, justru suara hati yang dibentuk oleh nilai dan didikan menjadi senjata utama untuk tetap waras, teguh, dan berdaya.
Kesadaran moral yang kuat dalam diri tokoh Hidjo bukan hanya sekadar elemen psikologis, tapi merupakan cerminan dari pesan ideologis dan moral yang ingin disampaikan penulis digambarkan sebagai berikut:
1. Pendidikan dan Moral sebagai Bentuk Perlawanan
Mas Marco menampilkan Hidjo sebagai pemuda terdidik yang tetap berpegang pada nilai-nilai moral di tengah kehidupan modern Eropa. Ini adalah bentuk perlawanan halus terhadap kolonialisme. Hidjo tidak larut dalam gaya hidup Barat, melainkan tetap memegang identitas dan nilai-nilai moralnya. Ini seolah menunjukkan bahwa pendidikan Barat tidak harus membuat seseorang kehilangan jati dirinya sebagai bangsa terjajah yang bermartabat.
2. Superego sebagai Simbol Perjuangan Etis
Dengan menghadirkan tokoh yang didominasi kesadaran moral yang kuat, Mas Marco tampaknya ingin menegaskan bahwa kemerdekaan bangsa bukan hanya soal senjata, tapi juga soal karakter yang meliputi kedisiplinan, tanggung jawab, dan integritas. Hidjo adalah contoh pemuda yang berjuang dengan akal sehat dan hati nurani bukan hanya semangat melawan, tetapi juga tahu kapan harus menahan diri demi kebaikan yang lebih besar.
3. Pentingnya Identitas dan Nilai Keluarga
Pesan ibunya yang terus diingat Hidjo menunjukkan pentingnya nilai-nilai keluarga dan budaya lokal. Mas Marco tampaknya ingin menyampaikan bahwa modernitas boleh dirangkul, tetapi jangan sampai tercerabut dari akar budaya dan moral bangsa. Dalam hal ini, kesadaran moral Hidjo bukan hanya produk psikis, tetapi juga simbol budaya.
4. Kritik terhadap Orientasi Hedonistik Mahasiswa di Luar Negeri
Melalui tokoh Hidjo, Mas Marco tampaknya juga menyentil realitas mahasiswa Hindia yang belajar di luar negeri tetapi lupa pada tujuan awal, yaitu belajar untuk membangun bangsa. Dengan kesadaran moral yang selalu mengingatkan akan tugasnya, Hidjo menjadi antitesis dari mahasiswa yang terlena pada kenikmatan dunia Barat.
Secara keseluruhan, Mas Marco tampaknya ingin menampilkan sosok pemuda pribumi ideal yang tidak hanya terpelajar, tetapi juga bermoral, dan tetap tertanam pada nilai-nilai budaya serta tanggung jawab sosial. Dalam diri Hidjo, pendidikan bukan sekedar tiket menuju modernitas, melainkan jalan untuk memperkuat identitas dan memperjuangkan martabat sebagai bangsa.
Kesadaran moral Hidjo menjadi suara hati yang membimbing langkahnya dan dalam konteks yang lebih luas, ia menjadi simbol bangsa terjajah yang tengah mencari jalan menuju kemerdekaan. Bukan dengan amarah yang membabi buta, tetapi dengan kesadaran, keteguhan, dan komitmen terhadap nilai-nilai luhur. Di tengah godaan hedonisme, Hidjo tetap memilih jalan disiplin, seolah ingin mengatakan bahwa kemerdekaan sejati dimulai dari kemerdekaan jiwa.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
