Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image

Student Hidjo: Menguak Jejak Modernitas dan Pemberontakan dalam Sastra Pergerakan

Sastra | 2025-05-24 23:12:19
Gambar novel Student Hidjo, Dokumentasi: Pribadi.

Novel "Student Hidjo" karya Marco Kartodikromo, yang terbit pertama kali sebagai cerita bersambung di harian Sinar Hindia pada tahun 1918 dan kemudian dibukukan pada tahun 1919, bukan sekadar kisah cinta biasa. Lebih dari itu, novel ini adalah cerminan kompleksitas masyarakat Hindia Belanda di awal abad ke-20, di mana gelombang modernitas mulai berbenturan dengan tradisi, dan benih-benih pergerakan nasional mulai tumbuh.

Tokoh utama, Hidjo, adalah representasi pemuda Jawa yang mencoba menapaki jalan pendidikan modern, bahkan hingga ke Belanda. Kepergiannya ke Eropa tidak hanya untuk menimba ilmu, tetapi juga menjadi simbol kerinduan akan kemajuan dan keinginan untuk keluar dari belenggu kolonialisme. Namun, di balik ambisinya, Hidjo juga adalah sosok yang galau, terjebak antara tuntutan adat, ekspektasi keluarga, dan gejolak perasaan pribadinya. Kisah cintanya yang rumit dengan tiga perempuan bukan hanya tentang kisah romantis, tetapi juga metafora dari pilihan-pilihan sulit yang dihadapi oleh generasi muda pribumi pada masa itu.

Marco Kartodikromo dengan cerdik menggunakan narasi "Student Hidjo" untuk menyampaikan kritik sosial yang tajam. Ia menyoroti feodalisme yang masih mengakar kuat di kalangan bangsawan Jawa, dengan segala kemunafikan dan keserakahannya. Hubungan antara priayi dan rakyat jelata, serta bagaimana status sosial menentukan nasib seseorang, digambarkan dengan lugas. Selain itu, novel ini juga secara halus menggugat sistem pendidikan kolonial yang meskipun menawarkan "kemajuan," namun tetap membatasi ruang gerak dan potensi pribumi.

Penting untuk memahami bahwa "Student Hidjo" ditulis oleh Marco Kartodikromo, seorang jurnalis radikal dan aktivis pergerakan yang berani menyuarakan ketidakadilan. Melalui novel ini, Marco tidak hanya menghibur, tetapi juga membangkitkan kesadaran kritis pembacanya. Ia menggunakan gaya bahasa yang lugas dan populer, jauh dari gaya sastra "tinggi" pada masanya, sehingga pesan-pesannya mudah dicerna oleh khalayak luas. Ini menunjukkan keberaniannya untuk menembus batasan dan menjadi suara bagi mereka yang terpinggirkan.

Meskipun berlatar belakang awal abad ke-20, "Student Hidjo" masih relevan hingga hari ini. Konflik antara tradisi dan modernitas, pencarian identitas di tengah arus perubahan, serta kritik terhadap ketidakadilan sosial, adalah isu-isu yang terus bergema. Novel ini mengajak kita untuk merenungkan bagaimana nilai-nilai lama berinteraksi dengan gagasan-gagasan baru, dan bagaimana individu berjuang menemukan tempatnya di dunia yang terus berubah.

"Student Hidjo" bukan hanya sebuah novel yang menarik untuk dinikmati sebagai karya sastra, tetapi juga sebuah dokumen sejarah yang berharga yang merekam gejolak zaman dan semangat perlawanan di era pergerakan nasional. Ia adalah pengingat bahwa sastra memiliki kekuatan untuk menjadi cermin masyarakat dan sekaligus pemicu perubahan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image