Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image azkia ramadan

Perkembangan dan Problematika Kurikulum di Masa Depan

Pendidikan dan Literasi | 2025-05-22 16:12:54
Alpha Coders

Kurikulum adalah serangkaian rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum merupakan perencanaan pendidikan yang berstruktur yang dilindungi oleh sekolah dan lembaga pendidikan, yang tidak terfokus pada proses belajar mengajar, melainkan untuk membentuk kepribadian dan meningkatkan kualitas hidup peserta didik di lingkungan masyarakat (Bahri, 2017). Kurikulum tidak hanya sebatas bidang studi yang didalamnya hanya kegiatan belajarnya saja, tetapi mencakup segala sesuatu yang mempengaruhi perkembangan dan pembentukan pribadi peserta didik yang sesuai dengan tujuan Pendidikan yang akan dicapai sehingga dapat meningkatkan kualitas Pendidikan.

Perkembangan Kurikulum di Indonesia

 

  • Kurikulum 1947 (Rentjana Pelajaran 1947)

Kurikulum pertama pasca-kemerdekaan Indonesia ini menekankan pada pembentukan karakter dan semangat kebangsaan. Namun, kurikulum ini masih sangat dipengaruhi oleh sistem pendidikan Belanda dan kurang terstruktur dalam penyusunan kompetensi.

 

  • Kurikulum 1952

Kurikulum ini mulai menunjukkan jati diri bangsa dengan penyusunan pelajaran yang lebih sistematis dan disesuaikan dengan kebutuhan nasional. Peran guru masih dominan dalam penyampaian materi.

 

  • Kurikulum 1964

Mengangkat sistem "Pendidikan Pancawardhana", kurikulum ini menekankan lima aspek perkembangan siswa: moral, intelektual, emosional, keterampilan, dan jasmani. Namun, implementasinya terbatas karena situasi politik saat itu.

 

  • Kurikulum 1968

Diperkenalkan pada masa Orde Baru, kurikulum ini menekankan pada stabilitas nasional dan pengembangan manusia seutuhnya, tetapi lebih bersifat sentralistik.

 

  • Kurikulum 1975

Proses pendekatan tujuan instruksional, kurikulum ini menekankan pada efektivitas pengajaran. Evaluasi belajar menjadi bagian penting dalam proses pendidikan.

 

  • Kurikulum 1984

Dikenal dengan pendekatan proses, yaitu "Cara Belajar Siswa Aktif" (CBSA). Fokus pada peran aktif siswa dalam belajar. Namun, pelaksanaannya terkendala oleh minimnya pelatihan guru dan fasilitas.

 

  • Kurikulum 1994

Menggabungkan pendekatan 1975 dan 1984, namun banyak dikritik karena beban belajar siswa yang terlalu berat dan materi pelajaran yang padat.

 

  • Kurikulum 2004 (KBK - Kurikulum Berbasis Kompetensi)

Menekankan pada pencapaian kompetensi, baik kognitif, afektif, maupun psikomotor. Sayangnya, pelatihan guru yang kurang merata menghambat efektivitasnya.

 

  • Kurikulum 2006 (KTSP - Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)

Memberikan otonomi kepada sekolah untuk menyusun kurikulum sesuai karakteristik lokal. Namun, pelaksanaannya tidak merata karena perbedaan kualitas antar daerah.

 

  • Kurikulum 2013 (K-13)

Diperkenalkan untuk mengembangkan karakter dan kompetensi abad 21, seperti berpikir kritis, kolaborasi, dan kreativitas. Evaluasi dilakukan berbasis penilaian autentik. Kendala terbesar adalah kesiapan guru dan infrastruktur.

 

  • Kurikulum Merdeka (2022-sekarang)

Mengutamakan prinsip “merdeka belajar”, kurikulum ini memberikan keleluasaan pada guru dan siswa untuk menentukan cara belajar. Fokus pada penguatan karakter dan kompetensi esensial. Meski menjanjikan, tantangan teknis dan kesiapan sumber daya manusia tetap menjadi sorotan.

Problematika Kurikulum Berdasarkan Standar Nasional Pendidikan (SNP)

Ketidaksesuaian antara Kurikulum dan Standar Isi

Perubahan kurikulum sering kali tidak sejalan dengan kesiapan materi ajar dan struktur kurikulum. Misalnya, dalam Kurikulum 2013, pembagian materi tematik untuk SD menimbulkan kebingungan bagi guru karena kurangnya buku dan panduan berbasis kompetensi.

Kendala dalam Standar Proses

Banyak guru belum menerapkan proses pembelajaran yang sesuai dengan pendekatan saintifik yang diwajibkan dalam Kurikulum 2013. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pelatihan dan pemahaman.

Masalah pada Standar Kompetensi Lulusan (SKL)

Target SKL sering kali terlalu tinggi tanpa memperhitungkan kemampuan siswa antardaerah, sehingga pencapaian hasil belajar tidak merata.

1. Standar Pendidikan dan tenaga kependidikan

Banyak guru belum memenuhi tingkatan akademik dan kompetensi profesional sebagaimana diatur dalam SNP, khususnya di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).

2. Keterbatasan Sarana dan Prasarana

Kurikulum baru umumnya menuntut sarana modern (misalnya perangkat digital pada Kurikulum Merdeka), namun masih banyak sekolah yang belum memenuhi standar minimal sarana dan prasarana.

3. Pengelolaan Sekolah yang Belum Optimal

Implementasi kurikulum berbasis satuan pendidikan (seperti KTSP dan Kurikulum Merdeka) membutuhkan pengelolaan sekolah yang profesional, namun masih banyak sekolah yang belum memiliki manajemen yang kuat.

4. Standar Pembiayaan

Implementasi kurikulum baru seringkali terkendala pembiayaan, baik untuk pelatihan guru, penyediaan media pembelajaran, maupun pengembangan modul ajar.

5. Evaluasi dan Penilaian yang Tidak Seragam

Penilaian berbasis proyek dalam Kurikulum Merdeka menuntut kompetensi khusus dari guru. Banyak guru masih terfokus pada penilaian kognitif dan belum mampu mengukur aspek afektif dan psikomotor secara menyeluruh.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image