Cinta, Budaya, dan Pilihan Keliru dalam Salah Asuhan
Sastra | 2025-05-16 18:35:20
Novel Salah Asuhan karya Abdoel Moeis adalah salah satu karya sastra lama yang isinya masih relate sampai sekarang. Ceritanya tidak hanya tentang cinta yang tidak kesampaian, tetapi juga tentang identitas, budaya, dan bagaimana seseorang bisa salah arah karena terlalu kagum pada sesuatu yang sebenarnya tidak cocok untuk dirinya.
Cinta yang Kompleks dan Pertentangan Budaya
Cerita novel ini berfokus pada Hanafi, seorang pemuda pribumi yang berpendidikan tinggi dan sangat terpengaruh budaya Barat. Ia mencintai Corrie, seorang perempuan Indonesia yang juga hidup dalam lingkungan bergaya Eropa. Di sisi lain, ada Rapiah, perempuan kampung yang mencintai Hanafi dengan tulus. Tapi karena Rapiah dianggap terlalu tradisional, Hanafi menolaknya. Di sinilah kita bisa melihat bagaimana budaya dan cara pandang Hanafi yang sudah terlalu kebarat-baratan membuat ia susah untuk menghargai apa yang sebenarnya penting dalam hidup.
Tokoh-Tokohnya Bukan Sekadar Karakter
Hanafi bisa dikatakan mewakili orang-orang yang merasa makin menakjubkan kalau semakin mirip dengan orang Barat. Padahal, tanpa disadari, ia mulai jauh dari nilai-nilai yang sebenarnya bisa jadi pegangan hidup. Corrie sendiri adalah gambaran dari seseorang yang juga terjebak antara dua dunia tidak sepenuhnya diterima sebagai pribumi, tapi juga bukan Belanda. Sementara Rapiah adalah simbol dari kesungguhan dan nilai-nilai lokal yang justru dianggap tidak penting.
Gaya Bahasa dan Kritik Sosial
Novel Salah Asuhan karya Abdoel Moeisini menulisnya dengan gaya bahasa yang terbilang sederhana pada zamannya, tetapi tetap menyampaikan pesan-pesan yang cukup mendalam. Melalui tokoh-tokohnya, kita bisa melihat kritik terhadap masyarakat kolonial saat itu bagaimana pendidikan dan gaya hidup Barat bisa bikin seseorang kehilangan arah kalau tidak diimbangi dengan pemahaman terhadap diri sendiri dan budayanya.
Pelajaran dari Kisah Hanafi
Yang menarik dari Salah Asuhan bukan hanya kisah cintanya, tetapi pelajaran hidup yang bisa diambil. Hanafi adalah contoh nyata bahwa pendidikan tinggi dan status sosial tidak menjamin kebahagiaan kalau seseorang tidak tahu siapa dirinya dan dari mana asalnya. Pilihannya untuk menolak nilai-nilai lokal dan mengejar sesuatu yang “modern” justru membuat hidupnya menjadi berantakan.
Kesimpulan
Antara Cinta, Budaya, dan Pilihan yang Keliru dalam Salah Asuhan bukan hanya sekadar kisah lama, tetapi juga sebagai bentuk cerminan buat kita semua terutama generasi muda supaya tidak mudah terbawa arus budaya luar tanpa kenal diri sendiri. Lewat cerita Hanafi, kita belajar bahwa menjadi modern itu tidak salah, tetapi melupakan jati diri bisa membuat kita salah arah.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
