Modus Evakuasi Warga Palestina, Akal Bulus Agar Pendudukan Berjalan Mulus
Politik | 2025-05-13 14:27:46
Oleh Ana Ummu Rayfa
Aktivis Muslimah
Presiden Prabowo Subianto menyatakan Indonesia siap menampung ribuan warga Gaza, Palestina yang menjadi korban kekejaman militer Israel. Prabowo akan mengirim pesawat untuk menjemput mereka. Prabowo menegaskan Indonesia tetap memiliki tanggung jawab moral dan politik dalam penyelesaian konflik di Gaza, meski RI berada jauh secara geografis dari Palestina. Karena, Indonesia merupakan negara dengan muslim terbesar di dunia dan nonblok yang bebas aktif serta diterima oleh berbagai pihak yang berseteru. Sebagai tindaklanjut, Prabowo mengungkapkan Indonesia siap menampung warga Palestina yang terluka, mengalami trauma, anak-anak yatim piatu, serta mereka yang membutuhkan perawatan darurat akibat diserang Israel. Namun, Prabowo menekankan evakuasi warga Palestina ke Indonesia nanti bersifat sementara. Para pengungsi itu akan kembali ke Tanah Air mereka setelah kondisi membaik dan situasi di Gaza memungkinkan. Prabowo menilai penyelesaian konflik di Gaza bukanlah perkara mudah dan membutuhkan kerja sama internasional. Namun, dia menekankan bahwa RI berkomitmen untuk mewujudkan penyelesaian konflik tersebut dengan solusi dua negara. www.beritasatu.com
Rencana Indonesia untuk merelokasi sementara warga Gaza ke tanah air yang dikemas dalam misi kemanusiaan sejatinya menimbulkan kekhawatiran mendalam dari berbagai kalangan. Sebab, persoalan Palestina bukan sekadar persoalan kemanusiaan, bukan sekadar korban luka-luka, meninggal dunia atau mereka yang mengalami trauma. Masalah Palestina adalah masalah penjajahan dan pendudukan yang telah berlangsung selama puluhan tahun. Ini adalah masalah ideologis dan agama yang harusnya dipahami secara utuh oleh umat Islam dan para pemimpin di negara Muslim. Dengan menjadikan solusi kemanusiaan sebagai pendekatan utama seperti evakuasi dan penampungan sementara, para penguasa negeri-negeri Muslim justru terkesan menjauh dari solusi hakiki yang telah ditunjukkan oleh syariat, yakni jihad fisabilillah untuk membebaskan tanah suci dan menolak penjajahan. Solusi semacam ini tidak menyentuh akar permasalahan, justru berpotensi memperlemah umat Islam dunia untuk mengirimkan tentaranya ke Gaza. Selain itu, langkah-langkah seperti ini sering kali mengikuti narasi dan kepentingan Barat, terutama AS yang sejak awal diketahui sebagai pendukung utama entitas zionis.
Dengan mengalihkan perhatian umat Islam dari perjuangan pembebasan ke kemanusiaan, AS semakin leluasa menjalankan agenda politiknya di Timur Tengah. Dukungan terbukanya terhadap genosida yang dilakukan zionis pun menjadi lebih mudah diterima oleh masyarakat internasional. Sebab umat Islam sendiri telah digiring untuk melihat persoalan ini dari kacamata kemanusiaan yang sempit, bukan sebagai bentuk penjajahan yang wajib dilawan dengan jihad. Umat Islam akan menganggap bahwa persoalan Palestina telah selesai dengan mengungsinya warga Palestina ke Indonesia, dan seperti yang dijanjikan, bila situasi telah kondusif maka mereka dapat kembali lagi ke tanah airnya. Hal ini tentu tidak dapat dipercaya begitu saja, mengingat tabiat zionis Yahudi yang sudah beberapa kali juga melanggar perjanjian gencatan senjata yang dibuatnya sendiri. Solusi ini akhirnya terkesan membiarkan zionis merebut tanah suci milik kaum Muslimin.
Pada akhirnya solusi yang diambil oleh para penguasa negeri-negeri Muslim saat ini lebih mencerminkan upaya untuk menjaga hubungan baik dengan tuan mereka di Barat, daripada menunjukkan keberpihakan sejati terhadap penderitaan rakyat Palestina.
Persoalan Palestina sejatinya bukan hanya tentang kemanusiaan, bukan pula sekadar konflik dua negara, tapi ini adalah penjajahan atas tanah kaum Muslimin. Penodaan terhadap kesucian tanah para nabi dan pendudukan atas wilayah Islam yang harusnya dijaga dan dibela oleh seluruh umat. Tidak cukup dengan mengecam atau berdiplomasi, apalagi hanya memberi bantuan medis. Selama penjajahan masih berlangsung, jihad tetap menjadi kewajiban. Rasulullah saw dalam hadisnya menyebutkan bahwa barangsiapa melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Mengubah dengan tangan yang dimaksud adalah melalui penguasa dengan segala kewenangan yang dimilikinya. Tanpa adanya institusi negara yang menaungi seluruh umat Islam dan menerapkan sistem Islam, tidak akan ada institusi yang dapat menggerakan kekuatan militer umat Islam secara menyeluruh untuk membebaskan Palestina.
Negara-negara Muslim saat ini tercerai berai, masing-masing tunduk pada batas wilayah nasionalisme sempit dan kepentingan geopolitik asing. Inilah yang membuat seruan jihad tidak pernah terwujud secara nyata dan menyeluruh. Apa yang terjadi saat ini adalah pengkhianatan terhadap Palestina oleh banyak penguasa negeri-negeri Muslim. Mereka terus mendorong solusi perdamaian, dua negara, relokasi pengungsi, bahkan normalisasi hubungan dengan zionis, padahal semua itu adalah solusi buatan Barat, terutama AS untuk menjaga eksistensi zionis dan memastikan hegemoni mereka di Timur Tengah. Sudah saatnya kita menyadari bahwa tidak ada solusi lain untuk masalah Palestina selain kembali kepada syari'at Islam secara kaffah di bawah naungan Daulah.
Wallahualam bissawab
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
