Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Yudhi Mada

Sriwijaya: Universitas Internasional Pertama di Nusantara yang Menjadi Mercusuar Pendidikan Dunia

Sejarah | 2025-05-13 00:32:50
Sriwijaya sumber yudhimada

Kisah Sriwijaya, sebuah kemaharajaan maritim yang pernah berjaya di Nusantara, tidak hanya terukir dalam catatan politik dan ekonomi. Lebih dari itu, Sriwijaya juga menyimpan warisan intelektual yang gemilang, menjadikannya pusat pendidikan Buddhis terkemuka di Asia Tenggara pada masanya.

Narasi tentang ribuan biksu dari berbagai penjuru dunia yang berkumpul untuk menimba ilmu, serta kehadiran tokoh-tokoh Buddhis terkemuka, menempatkan Sriwijaya sebagai sebuah "kampus" purba yang jejaknya patut direnungkan.Salah satu saksi bisu kegemilangan intelektual Sriwijaya adalah catatan perjalanan I-Tsing, seorang biksu dan penjelajah terkenal dari Tiongkok. Kedatangannya pada tahun 671 M dan menetap selama enam bulan untuk mempelajari bahasa Sanskerta menjadi bukti daya tarik Sriwijaya sebagai pusat pembelajaran.

Namun, apa yang ditemui I-Tsing jauh lebih mengesankan dari sekadar tempat mempelajari bahasa. Ia menyaksikan ribuan biksu dari berbagai bangsa berhimpun, sebuah fenomena yang mengindikasikan reputasi Sriwijaya sebagai destinasi utama untuk mendalami ajaran Buddha.

Reputasi tinggi pendidikan Buddhis di Sriwijaya tidak muncul begitu saja. John Miksic dalam karyanya "Archaeological Evidence for Esoteric Buddhism in Sumatra, 7th to 13th Century" (2016) menyoroti kualitas para biksu Sriwijaya yang banyak di antaranya pernah menimba ilmu langsung di Nalanda, India.

Nalanda pada masa itu adalah kiblat pembelajaran Buddhis dunia, sebuah universitas megah yang menarik cendekiawan dari berbagai penjuru Asia.Namun, ketatnya proses belajar di Nalanda mendorong banyak calon pelajar untuk mencari persiapan yang memadai sebelum melanjutkan studi ke sana. Sriwijaya tampil sebagai pilihan ideal. Perguruan-perguruan Buddhis di Sriwijaya menawarkan materi ajar yang setara dengan kurikulum di Nalanda, menjadikannya semacam "gerbang" atau "kampus persiapan" bagi para biksu yang bercita-cita menimba ilmu di pusat pembelajaran Buddhis tertinggi. Dengan demikian, Sriwijaya tidak hanya menjadi tempat belajar, tetapi juga jembatan intelektual yang menghubungkan Nusantara dengan pusat peradaban India.

Lebih jauh lagi, Sriwijaya pernah menjadi tempat persinggahan dan bahkan tempat belajar bagi tokoh-tokoh Buddhis paling berpengaruh pada masanya. Salah satunya adalah Atisha Dipankara, seorang guru besar dari Kekaisaran Pala di India. Demi memperdalam pemahamannya terhadap ajaran Buddha, Atisha rela menempuh perjalanan panjang menuju Swarnadwipa (sebutan lain untuk Sumatera). Di sana, ia berguru langsung kepada Dharmakitri, seorang biksu ternama Sriwijaya yang reputasinya bahkan diakui di India.

Atisha menetap di Sriwijaya selama kurang lebih 13 tahun, sebuah periode yang signifikan dalam pembentukan pemikiran dan spiritualitasnya. Ilmu yang diperoleh dari Sriwijaya kemudian ia bawa kembali ke India dan disebarluaskan, menunjukkan betapa pentingnya kontribusi intelektual Sriwijaya dalam perkembangan agama Buddha di Asia.Sayangnya, eksistensi gemilang Sriwijaya harus berakhir pada abad ke-13 akibat berbagai faktor, mulai dari ketidakstabilan politik internal hingga serangan dari kekuatan eksternal seperti Kerajaan Majapahit dan Kerajaan Colamanda.

Keruntuhan Sriwijaya secara otomatis mengakhiri pula keberadaan perguruan-perguruan Buddhis yang telah menjadi pusat ilmu pengetahuan selama berabad-abad.Menilik kembali jejak-jejak intelektual Sriwijaya, kita dapat melihatnya sebagai prototipe sebuah universitas di masa lampau. Keberadaan ribuan pelajar dari berbagai negara, kualitas pengajar yang mumpuni dengan jaringan ke pusat-pusat ilmu pengetahuan terkemuka, serta materi ajar yang setara dengan standar internasional pada masanya, menjadikan Sriwijaya lebih dari sekadar kerajaan maritim.

Ia adalah sebuah pusat peradaban, sebuah mercusuar pendidikan yang menerangi Nusantara dan Asia Tenggara. Kisah Sriwijaya dan perguruan-perguruan Buddhisnya adalah bukti nyata bahwa jauh sebelum era modern, Indonesia telah memiliki tradisi intelektual yang kaya dan diakui dunia, sebuah warisan yang patut kita banggakan dan pelajari.

Sejarah pendidikan Indonesia tidak bisa dilepaskan dari kejayaan Sriwijaya (abad ke-7–13 M), yang bukan hanya menjadi kerajaan maritim kuat, tetapi juga pusat pembelajaran Buddha terkemuka di Asia Tenggara. Jika hari ini kita mengenal Harvard, Oxford, atau Nalanda sebagai kampus-kampus prestisius dunia, Sriwijaya pada masanya memiliki posisi serupa—menjadi destinasi para cendekiawan global, termasuk biksu China I-Tsing dan guru besar Buddha Atisha.
Lantas, seperti apa sistem pendidikan tinggi di Sriwijaya? Mengapa kerajaan ini bisa menjadi "kampus internasional" pertama di Nusantara?
---
Sriwijaya sebagai Pusat Pendidikan Kelas Dunia
1. Magnet bagi Pelajar Internasional

Pada tahun 671 M, seorang biksu dan penjelajah China, I-Tsing tiba di Sriwijaya untuk mempelajari bahasa Sansekerta sebelum melanjutkan studinya di Nalanda, India. Dalam catatannya, A Record of Buddhist Practices Sent Home from the Southern Sea, I-Tsing mengungkapkan kekagumannya pada lingkungan akademik Sriwijaya.

Di sini (Sriwijaya), terdapat lebih dari seribu biksu yang tekun belajar. Mereka mempelajari semua cabang ilmu Buddha dengan sama mendalamnya seperti di India. Fakta ini menunjukkan bahwa Sriwijaya bukan sekadar tempat transit, melainkan pusat pendidikan setara universitas modern, dengan kurikulum yang diakui secara global.

2. Kemitraan dengan Nalanda: Jejaring Pendidikan Global

Menurut arkeolog John Miksic (2016), reputasi Sriwijaya sebagai pusat pendidikan tidak terlepas dari hubungan eratnya dengan Universitas Nalanda—sebuah perguruan tinggi Buddha terbesar di India. Banyak biksu Sriwijaya yang telah menimba ilmu di Nalanda, kemudian kembali untuk mengajar.

Sriwijaya bahkan berperan sebagai "kampus persiapan" bagi calon mahasiswa Nalanda. Proses seleksi yang ketat di Nalanda membuat banyak pelajar harus menyiapkan diri terlebih dahulu di Sriwijaya, yang menyediakan materi ajar setara.

3. Kedatangan Atisha: Bukti Kualitas Pendidikan Sriwijaya Salah satu bukti kualitas pendidikan Sriwijaya adalah kedatangan Atisha Dipankara, seorang guru besar Buddha dari India. Ia menghabiskan 12 tahun (1025–1037 M) di Sriwijaya untuk belajar di bawah bimbingan Dharmakirti, seorang ahli logika dan filsafat Buddha ternama.

Setelah kembali ke India, Atisha menjadi salah satu tokoh paling berpengaruh dalam penyebaran Buddha di Tibet. Ini membuktikan bahwa ilmu yang diajarkan di Sriwijaya tidak kalah dibandingkan pusat pendidikan lain di dunia.
---
Model Pendidikan Sriwijaya: Kurikulum, Metode, dan Infrastruktur

1. Kurikulum Berbasis Sansekerta dan Studi Agama Buddha - Bahasa Sansekerta menjadi medium utama pengajaran, mirip penggunaan bahasa Latin di Eropa abad pertengahan. - Mata pelajaran meliputi lsafat, logika, meditasi, sastra, dan astronomi - Sistem pembelajaran berbasis diskusi, hafalan, dan penulisan komentar kitab suci
2. Infrastruktur Pendidikan: Vihara sebagai Kampus Pusat pembelajaran di Sriwijaya umumnya berada di vihara-vihara besar, yang berfungsi sebagai: - Perpustakaan (menyimpan naskah-naskah Buddha dari India dan China). - Asrama pelajar (menampung ribuan biksu dari berbagai negara). - Ruang diskusi (mirip seminar di universitas modern).
3. Sistem Guru-Murid yang Ketat Pendidikan di Sriwijaya menganut sistem guru-shishya parampara (tradisi guru-murid), di mana seorang murid harus tinggal dan belajar langsung di bawah bimbingan guru terkemuka.
---
Keruntuhan Sriwijaya: Hilangnya Pusat Pendidikan Global
Era keemasan Sriwijaya berakhir pada abad ke-13 akibat: 1. Serangan Kerajaan Cola (India) yang melemahkan kekuatan maritim. 2. Bangkitnya Majapahit sebagai kekuatan baru di Nusantara. 3. Perubahan rute perdagangan yang mengurangi peran Sriwijaya sebagai hub internasional.
Dengan runtuhnya Sriwijaya, lenyap pula kampus-kampus" Buddhis yang pernah menjadi mercusuar pengetahuan. Namun, warisannya tetap relevan bagi pendidikan Indonesia modern.
---
Relevansi Sriwijaya bagi Pendidikan Indonesia Modern
1. Indonesia Bisa Kembali Menjadi Destinasi Pendidikan Global - Sriwijaya membuktikan bahwa Nusantara pernah menjadi pusat ilmu pengetahuan yang diakui dunia. - Kebijakan "Kampus Merdeka" dan pertukaran pelajar internasional bisa dioptimalkan untuk meniru kesuksesan Sriwijaya.
2. Pentingnya Bahasa sebagai Alat Diplomasi Ilmu - Penggunaan Sansekerta di Sriwijaya mirip dengan peran bahasa Inggris dalam pendidikan modern. - Perlunya penguatan Bahasa Indonesia sebagai medium akademik internasional.
3. Integrasi Agama, Budaya, dan Sains - Sriwijaya sukses memadukan spiritualitas dengan ilmu pengetahuan. - Pendidikan modern bisa mencontoh pendekatan holistik ini.
---
Kesimpulan Sriwijaya adalah bukti bahwa Indonesia pernah menjadi Harvard"-nya Asia Tenggara, menarik pelajar dari berbagai belahan dunia. Kejayaannya mengajarkan bahwa pendidikan berkualitas tinggi harus didukung oleh: - Kurikulum yang diakui global, - Jejaring internasional, - Infrastruktur memadai, dan - Kebijakan yang mendukung mobilitas ilmu.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image