Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Lestari Sormin, S.E.

Perang Dagang AS, Siapa yang Diuntungkan

Ekbis | 2025-05-06 18:46:50


Setelah Donald Trump kembali terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat, dunia dikejutkan dengan kebijakan ekonomi yang mengguncang fondasi perdagangan internasional. Salah satu kebijakan kontroversialnya hari ini adalah kebijakan tarif impor yang diberlakukan secara luas kepada hampir seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia.Kebijakan Tarif Timbal Balik yamg diumumkan pada Rabu (9/4), tetapi Trump menundanya hingga 90 hari ke depan. Penundaan ini diberikan ke 75 negara, termasuk Indonesia.

Meski begitu, Trump tetap mengenakan tarif impor minimal sebesar 10%.Produk-produk asal Indonesia, dari tekstil, sepatu, karet, elaktronik hingga produk-produk hasil perikanan, dicanangkan AS dikenai tarif yang melonjak hingga 32 persen. Dikutip dari laman BBC, Trump memang mengatakan ingin mendorong konsumen AS agar membeli lebih banyak barang buatan Amerika. Selain itu, ia ingin memperkecil kesenjangan antara nilai barang yang dibeli AS dari negara lain (impor) dengan barang yang dijualnya kepada negara lain (ekspor).

Namun kenyayatannya, kebijakan ini menimbulkan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang bukan sekadar konflik tarif. Hal ini merupakan bagian dari kompetisi strategis dua kekuatan besar dunia yang melibatkan dimensi ekonomi, teknologi, dan geopolitik. Untuk kebijakan tarif Trump terbaru ini, China tidak menempuh jalur dialog namun langsung membalas dengan tarif timbal balik pula.

Ketika Trump pertama kali mengumumkan skema pajak impornya, China dikenai tarif resiprokal sebesar 34%. China membalas dengan mengenakan tarif sebesar 34% terhadap barang-barang Amerika. AS menanggapi dengan menaikkan tarif mereka hingga total 104%, sehingga China menaikkan tarif mereka menjadi 84%. AS merespons lagi, dan sebagaimana keadaannya saat ini, tarif AS terhadap barang-barang China adalah sebesar 125%.

Memberikan tarif (proteksionisme) adalah politik perdagangan luar negeri yang dianut oleh ekonomi kapitalistis untuk melindungi industri dalam negerinya dari persaingan produk asing dengan cara membatasi impor. Ini sering dilakukan melalui pengenaan tarif tinggi terhadap barang impor (seperti tarif 32% oleh AS), kuota impor (batas jumlah barang asing yang boleh masuk), subsidi untuk produk dalam negeri agar lebih murah dari produk luar, serta peraturan teknis yang mempersulit produk asing masuk (misalnya standar kualitas yang ketat).Dalam sistem kapitalisme, proteksionisme sering kali digunakan bukan semata untuk melindungi kepentingan dalam negeri, tetapi juga sebagai alat geopolitik.

Negara-negara maju menggunakan tarif tinggi, hambatan nontarif, dan kebijakan subsidi untuk membatasi akses pasar bagi negara berkembang, sambil tetap mendorong ekspor produk mereka ke negara-negara tersebut.Ini mencerminkan sikap egoistik, yang mana kepentingan nasional dijadikan alasan untuk meminggirkan negara lain yang lebih lemah. Proteksionisme dalam kapitalisme sering tidak memperhatikan prinsip keadilan global dan justru menambah ketimpangan dalam sistem perdagangan internasional.

Negara-negara kuat bertindak sepihak dan menjadikan negara lemah sebagai korban dari sistem yang mereka ciptakan.Berbanding terbalik dengan pandangan Islam, apabila ingin bekerjasama dengan negara lain, bukanlah keuntungan yang menjadi pertimbangan utama menjalin kerjasama tersebut, tetapi yang pertama-tama dipastikan terlebih dahulu adalah status negara tersebut, apakah negara kafir mu'ahad atau harbi fi'lan. Islam tidak akan bekerjasama dengan negara yang memerangi Islam pula.

Kebijakan proteksi dalam sistem negara Islam didasarkan pada asas keadilan dan kesetaraan dalam menjalin hubungan dengan negara-negara nonmuslim. Sebagai contoh, apabila suatu negara kafir memberlakukan tarif sebesar 32% terhadap barang-barang kaum muslim yang masuk ke wilayah mereka, Khilafah akan menetapkan tarif serupa atas barang-barang dari negara tersebut yang masuk ke wilayah Islam.

Proteksi diperbolehkan jika bertujuan untuk melindungi umat dari kerusakan ekonomi, tetapi bukan untuk mengeksploitasi negara lain. Dalam sistem Islam, kebijakan proteksi tidak hanya diarahkan untuk menjaga stabilitas ekonomi, melainkan juga untuk menopang stabilitas politik dan menjalankan tanggung jawab besar, yakni mengemban risalah Islam ke seluruh penjuru dunia dengan cara yang adil dan bermartabat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image