Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Institut Miftahul Huda Al Azhar Kota Banjar

Tafsir Zakat dalam Bingkai Keadilan Sosial: Menyatukan Fatwa, Hukum, dan Spirit Al-Quran

Agama | 2025-04-25 05:07:40

Tafsir Zakat dalam Bingkai Keadilan Sosial: Menyatukan Fatwa, Hukum, dan Spirit Al-Quran

Oleh: K.H. Muharir Abdurrohim, S.H., M.Pd.I - Ketua STAIMA Banjar

Dalam Islam, zakat bukan sekadar instrumen ibadah finansial, melainkan juga fondasi keadilan sosial. Namun, di tengah realitas ketimpangan dan kemiskinan yang masih membayangi Indonesia, pertanyaannya adalah: sudahkah distribusi zakat berjalan sebagaimana mestinya? Jawaban ini tidak cukup dijawab dengan pendekatan fiqih normatif semata. Kita membutuhkan pendekatan tafsir yang lebih reflektif dan maqashidi—yang tidak hanya memahami hukum zakat dari sisi tekstual, tetapi juga menggali pesan kemanusiaan dan sosial yang terkandung dalam ayat-ayatnya.

Salah satu telaah penting datang dari Fatwa Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama tentang transformasi prinsip distribusi zakat. Di dalamnya terdapat tiga prinsip utama yang sangat penting untuk direnungkan dan dikontekstualisasikan dalam tafsir: keadilan, kesetaraan, dan kearifan lokal (regionalitas). Ketiganya, jika dipahami dalam cahaya tafsir maqashidi, merupakan pilar-pilar yang seharusnya menjadi arah utama dalam pengelolaan zakat di era modern ini.

Tafsir Maqashidi dan Prinsip Keadilan dalam Zakat

Al-Quran secara eksplisit menyebutkan delapan golongan penerima zakat (asnaf) dalam Surah At-Taubah ayat 60. Namun, tafsir maqashidi tidak berhenti pada klasifikasi semata. Tafsir ini mengajak kita menelusuri tujuan utama dari ketentuan zakat itu sendiri: mengangkat derajat orang yang membutuhkan, menciptakan keseimbangan ekonomi, serta membangun solidaritas sosial. Maka dari itu, prinsip keadilan dalam distribusi zakat bukan hanya berarti “merata”, tetapi “tepat sasaran” sesuai kebutuhan dan kondisi real masyarakat.

Dalam konteks hukum positif Indonesia, pendekatan ini sangat relevan. Penguatan peran lembaga seperti BAZNAS dan NU CARE-LAZISNU seharusnya berlandaskan pada prinsip-prinsip keadilan yang digali bukan hanya dari dalil, tetapi juga dari tafsir atas realitas sosial umat hari ini.

Kesetaraan dan Peran Tafsir dalam Menembus Sekat Sosial

Prinsip kedua yang dikedepankan oleh Fatwa NU adalah kesetaraan. Ini mengacu pada upaya untuk menghindari distribusi zakat yang elitis, yang hanya mengalir kepada kelompok tertentu tanpa mempertimbangkan kesetaraan hak di antara mustahik. Tafsir yang hidup—yang tidak terkungkung oleh literalitas semata—akan mampu melihat bahwa pesan kesetaraan ini merupakan roh dari ajaran zakat. Tafsir yang demikian akan menjadikan Al-Quran sebagai pembela kaum marginal, suara bagi yang tak bersuara.

Regionalitas: Tafsir Kontekstual dalam Distribusi Zakat

Aspek regionalitas menjadi prinsip menarik dan penting dalam diskursus zakat kontemporer. Al-Quran, dalam kebijaksanaannya yang universal, tetap membuka ruang ijtihad dan adaptasi sosial. Tafsir yang kontekstual memberi ruang bagi prinsip ini untuk hadir—bahwa distribusi zakat harus memperhatikan kondisi sosial dan budaya masyarakat lokal. Tafsir tidak bersifat tunggal dan stagnan, tapi dinamis dan merespons realitas umat.

Di sinilah letak urgensi tafsir dalam mendampingi kebijakan dan regulasi zakat. Hukum formal mungkin memberi kerangka, tetapi tafsir maqashidi memberi jiwa. Ketika pemerintah atau lembaga zakat menyusun regulasi, tafsir yang menekankan maqashid harus hadir untuk memastikan bahwa kebijakan tersebut benar-benar memberi manfaat dan menjawab kebutuhan.

Tantangan dan Harapan: Membangun Tafsir yang Membumi

Meskipun prinsip-prinsip tersebut telah disusun dan dianalisis dalam berbagai forum ilmiah dan fatwa keagamaan, faktanya, masih ada tantangan besar dalam implementasi: kurangnya partisipasi publik terhadap lembaga zakat resmi. Ini menunjukkan bahwa masalah zakat bukan hanya soal hukum, tapi juga soal kepercayaan, pemahaman, dan kesadaran.

Oleh karena itu, kita membutuhkan tafsir yang membumi—yang tidak hanya berbicara pada ruang akademik, tapi menyapa masyarakat. Tafsir yang bisa diterjemahkan ke dalam bahasa kebijakan, regulasi, dan bahkan kampanye publik. Tafsir yang menjadikan zakat bukan hanya instrumen syariah, tapi juga alat pembebasan dari kemiskinan struktural.

Penutup: Tafsir sebagai Jalan Tengah antara Hukum dan Kemanusiaan

Transformasi prinsip-prinsip distribusi zakat seperti yang digagas NU bukan hanya relevan secara hukum, tetapi juga secara tafsir. Di sinilah letak pentingnya pendekatan maqashidi dalam menjembatani antara teks, konteks, dan kebutuhan. Tafsir tidak lagi menjadi menara gading keilmuan, tetapi kompas sosial yang membimbing umat menuju keadilan dan kesejahteraan.

Zakat bukan hanya tentang angka. Ia adalah narasi panjang tentang kepedulian, keberpihakan, dan pembebasan. Dan tafsir—terutama yang berjiwa maqashid—adalah lensa yang memungkinkan kita membaca ulang pesan itu dengan cahaya yang baru.

Sumber Rujukan

Muharir. Ilmu Al-Quran & Tafsir Pendekatan Maqashid. Bandung: Widina Media Utama, 2025.

———. “Tafsir dan Siyasah Syar’iyyah: Mewujudkan Kebijakan Pembiayaan Islam yang Relevan dengan Kemaslahatan Umat | Retizen.” retizen.id, April 25, 2025. https://retizen.republika.co.id/posts/522029/tafsir-dan-siyasah-syar-iyyah-mewujudkan-kebijakan-pembiayaan-islam-yang-relevan-dengan-kemaslahatan-umat.

———. “Tafsir Tak Lagi Kaku: Menyapa Zaman Lewat Maqashid | Retizen.” retizen.id, April 25, 2025. https://retizen.republika.co.id/posts/522027/tafsir-tak-lagi-kaku-menyapa-zaman-lewat-maqashid.

Muharir, Irfan Kuncoro, Agus Yosep Abduloh, Ulummudin, and Hisam Ahyani. “Islamic Legal Hermeneutics on Riba in Digital Banking: A Contextual Reading of Imam Al-Qurthubi’s Tafsir on Surah Al-Baqarah 275.” Jurnal Ilmiah Mizani: Wacana Hukum, Ekonomi Dan Keagamaan 12, no. 1 (2025): 128–49.

Putra, Haris Maiza, Hisam Ahyani, Nanang Naisabur, Muharir Muharir, and Chikal Anugrah Putra Naisabur. “Reconstruction of the Practice of Siyasa Syar’iyyah During the Islamic Empire’s Relevance to the Practice of Sharia Financing CWLS Retail in Indonesia.” Al-Istinbath: Jurnal Hukum Islam 8, no. 2 November (2023): 347–68.

Ahyani, Hisam. Membumikan Moderasi Beragama Melalui Maqashid: Pendekatan Fikih Keluarga, Ekonomi Syariah, Dan Industri Halal. Banjar: Yayasan As-Syaeroji, 2025.

———. Membumikan Syariah: Pendekatan Fikih Keluarga Dan Ekonomi Menuju Kesejahteraan Sosial. Edited by Naeli Mutmainah. Bandung: Widina Bhakti Persada, 2024.

Ahyani, Hisam, Ending Solehudin, Naeli Mutmainah, Encep Taufik Rahman, Md Yazid Ahmad, Muharir Muharir, Sartono Sartono, Ahmad Zulfi Fahmi, and Muhammad Safdar Bhatti. “Transforming Zakat Distribution: Integrating Nahdlatul Ulama’s Fatwa to Address Indonesia’s Social Inequality Challenges.” Review of Islamic Social Finance and Entrepreneurship, March 5, 2025, 33–43. https://doi.org/10.20885/RISFE.vol4.iss1.art3.

---------

#TafsirZakat #TafsirMaqashidi #KeadilanSosial #FatwaNU #DistribusiZakat #ZakatKontemporer #IslamKontekstual #TafsirSosial #AlQuranHidup #UlamaMuda #KebijakanSyariah #ZakatUntukUmat #TafsirProgresif #SiyasahSyar’iyyah #UlamaNusantara #KesejahteraanUmat

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image