Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Yudith Jashinta Sabarofek

Hentikan Ekspor Sawit ke Uni Eropa: Strategi Cerdas atau Resiko Besar

Politik | 2025-04-14 19:19:08
Source: Shutterstock

Kebijakan Pemerintah Indonesia Menolak EUDR dan Dampaknya bagi Petani Sawit

Langkah Indonesia menghentikan ekspor minyak sawit ke Uni Eropa memicu perdebatan sengit. Kebijakan ini diambil sebagai respons terhadap regulasi Uni Eropa terkait komoditas bebas deforestasi (EU Deforestation-Free Regulation/EUDR) yang dinilai diskriminatif terhadap negara-negara produsen seperti Indonesia.

Presiden Joko Widodo menegaskan, "kita tidak bisa terus- menerus diperlakukan tidak adil oleh negara-negara maju yang menerapkan standar ganda." (Sekretariat Kabinet RI, 2023). Pernyataan ini menunjukkan sikap tegas Indonesia dalam menghadapi ketimpangan dalam perdagangan global.

Mengapa EUDR Dianggap Merugikan?

Regulasi EUDR yang berlaku sejak Juni 2023 mewajibkan perusahaan membuktikan bahwa produk seperti sawit, kopi, dan kayu tidak berasal dari lahan hasil deforestasi pasca-2020. Beban pembuktian sepenuhnya ditanggung oleh negara produsen.

Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) menyebut kebijakan ini sebagai bentuk neo-colonial environmentalism-mekanisme baru negara maju untuk mengendalikan sumber daya negara berkembang (CPOPC, 2023).

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa Indonesia tidak menolak prinsip keberlanjutan, tapi prinsip itu tidak boleh mengorbankan jutaan petani kecil yang menggantungkan hidupnya pada kelapa sawit.

Hilirisasi: Momentum untuk Naik Kelas

Kebijakan penghentian ekspor bisa menjadi peluang mendorong hilirisasi industri sawit. Saat ini, 70% ekspor sawit Indonesia masih berupa crude palm oil (CPO) (Kementerian Perindustrian, 2022).

Padahal, produk turunan seperti biodiesel, oleokimia, dan surfaktan memiliki nilai tambah 3-4 kali lebih besar. Ekonom Faisal Basri menyebut, “tanpa hilirisasi yang kuat, Indonesia hanya akan terus mengekspor nilai mentah dan mengimpor nilai tambah" (Basri, 2021).

Risiko Ekonomi di Balik Keberanian

Langkah ini bukannya tanpa konsekuensi. Industri sawit menyumbang sekitar 3,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB) dan menyerap lebih dari 17 juta tenaga kerja (BPS, 2023).

Uni Eropa adalah pasar ketiga terbesar minyak sawit Indonesia, dengan nilai ekspor mencapai 3,25 miliar dolar AS pada 2022 (GAPKI, 2023). Tanpa kesiapan pasar domestik dan alternatif, kebijakan ini bisa menyebabkan kelebihan pasokan dan penurunan harga tandan buah segar (TBS).

INDEF memperkirakan, penurunan harga CPO sebesar 10% bisa menurunkan pendapatan petani hingga 20% dalam waktu singkat. Ini berpotensi memicu gejolak sosial di wilayah penghasil utama seperti Riau, Kalimantan Barat, dan Sumatera Selatan.

Solusi: Dari Retorika ke Aksi Nyata

Masalah utamanya bukan “setuju atau tidak setuju," melainkan apakah Indonesia siap menghadapi dampaknya?

Roadmap Hilirisasi: Pemerintah perlu menyusun peta jalan hilirisasi yang konkret. Diperlukan insentif pajak, penguatan infrastruktur logistik, dan pelatihan SDM untuk menopang industri pengolahan.

Perlindungan Petani Kecil: Program sertifikasi ISPO harus lebih inklusif agar petani bisa mengakses pasar global yang mengutamakan keberlanjutan.

Diversifikasi Pasar Ekspor: Indonesia harus membuka pasar baru seperti India, Pakistan, Mesir, hingga Nigeria. Ini membutuhkan kerja sama dagang aktif dan diplomasi ekonomi yang intensif.

Menawarkan Narasi Baru di Diplomasi Lingkungan

Indonesia juga harus memimpin narasi global bahwa deforestasi adalah tanggung jawab bersama. Laporan UNCTAD (2023) menyebut bahwa 60% deforestasi global terjadi akibat konsumsi akhir negara maju.

Artinya, regulasi seperti EUDR tidak boleh hanya membebani negara produsen. Sebaliknya, kerja sama multilateral perlu ditekankan untuk membentuk perdagangan global yang adil dan berkelanjutan.

Kesimpulan: Tegas Boleh, Tapi Harus Siap

Sikap tegas Indonesia terhadap EUDR bisa menjadi momentum untuk memperkuat kedaulatan ekonomi dan industri dalam negeri. Namun, kebijakan ini harus diiringi strategi yang matang dan perlindungan terhadap kelompok rentan, terutama petani kecil.

Keberanian harus dibarengi kesiapan. Dengan strategi jangka panjang dan diplomasi yang cerdas, Indonesia bisa mengubah tantangan ini menjadi peluang besar di masa depan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Komentar

Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image