
Refleksi dari Kasus Kumaila: Pentingnya Memahami Ajaran Agama dengan Benar
Info Terkini | 2025-04-14 11:17:29
Kasus viral seorang Hafidzah Al-Qur’an 30 Juz diusia 12 tahun, yang jadi perhatian publik karena statemenenya yang nyeleneh, jika kita simak di podcastnya Bang Ade Armando tertulis Judul yang cukup mengeryitkan dahi dengan tagline : Gempar! Kumaila Hakimah sebut Al-Qur’an sudah kadaluarsa. (https://www.youtube.com/watch?v=0op_uOQOE-I) lalu siapakah perempuan bernama kumaila ini ?
Siapa Kumaila?
Dikutip dari catatan artikel Dahlan Iskan (https://disway.id/read/798306/daging-babi) Kumaila adalah wanita yang hafal Al-Qur’an secara sempurna 30 Juz diusia 12 tahun. Sejak sebelum TK sudah berlajar membaca Al-qur’an. Dimsukkan ke Pesantren As-Syafi’iyyah Sukabumi Jabar dan dari SD-SMA dijalani di As-Syafi’iyyah. Penguasaan ilmu agama Kumaila lebih dalam lagi di perguruan tinggi. Kumaila memilih kuliah di Institut Ilmu Al Quran, Jakarta. Jurusan tafsir Alquran. Ternyata Kumaila adalah putri Prof Dr Achmad Mubarok. Kumaila enam bersaudara, dia sendiri yang wanita. Sang ayah alumni Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Mulai S-1 sampai S-3.
Prof Mubarok adalah guru besar pertama untuk ilmu psikologi Islam. Ia pernah menjadi dekan fakultas dakwah di almaternya itu. Kumaila memang cerdas sejak sekolah. Dia sering ikut Olimpiade Sains dan Matematika. Sering juara. Dia pernah jadi guru ngaji. Menjadi guru bahasa Arab. Juga menjadi mentor untuk pelajaran logika dan penalaran umum di sebuah perusahaan bimbingan belajar online. Ucap Dahlan Iskan (03/07/2024)
Pintar yang Keblinger
Ada sebuah statement dari kumaila pada saat mengatakan bahwa al-Qur’an adalah dongeng belaka. Lihat (https://www.instagram.com/p/DEAXDicSILg/) bagi umat muslim yang sering berinteraksi dengan al-quran perkataan semisal dengan kumaila ini bukanlah hal yang aneh, Allah katakan :
وَقَالُوا أَسَاطِيرُ الْأَوَّلِينَ اكْتَتَبَهَا فَهِيَ تُمْلَىٰ عَلَيْهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا
Dan mereka berkata, "(Itu hanya) dongeng-dongeng orang-orang terdahulu, yang diminta agar dituliskan, lalu dibacakanlah dongeng itu kepadanya setiap pagi dan petang." (QS. Al-Furqan : 5)
Dalam tafsir Tafsir as-Sa'di/Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H;
Diantara bagian dari perkataan mereka berkenaan dengan hal diatas adalah, mereka mengatakan, ’yang dibawa oleh Muhammad ini adalah “dongengan-dongengan orang-orang dahulu, dimintanya supaya dituliskan,” maksudnya, ini adalah cerita orang-orang dahulu dan dongeng mereka yang diterima dari mulut ke mulut dan dituturkan oleh setiap orang, lalu Muhammad minta supaya disalin; “maka dongengan itu dibacakanlah kepadanya setiap pagi dan petang,” perkataan mereka ini mencakup sejumlah dosa besar, yaitu:
1. Tuduhan mereka terhadap Rasulullah (yang merupakan manusia paling mulia lagi jujur di tengah-tengah mereka), dengan tuduhan dusta dan kebohongan besar. 2. Pemberitaan yang mereka lakukan tentang al-qur’an yang merupakan perkatan yang paling benar, paling agung lagi paling mulia ini, bahwasannya al-qur’an adalah kedustaan dan kebohongan.
Artinya jika kita lihat terkait orang yang meragukan isi al-Qur’an maka ia bisa dihukumi sebagai kafir atau keluar dari islam jika tidak bertaubat dan mengakui kesalahan yang dikatakannya berdasarkan pada fatwa MUI tentang Hukum ragu terhadap Al-Qur'an adalah kafir, sesuai dengan fatwa MUI Nomor 10 Tahun 2017.
Al-Qur’an membahas Kumaila
Pesan Allah dalam Al qur’an terkait kasus yang serupa menimpa Kumaila :
أَفَرَءَيْتَ مَنِ ٱتَّخَذَ إِلَٰهَهُۥ هَوَىٰهُ وَأَضَلَّهُ ٱللَّهُ عَلَىٰ عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَىٰ سَمْعِهِۦ وَقَلْبِهِۦ وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِۦ غِشَٰوَةً فَمَن يَهْدِيهِ مِنۢ بَعْدِ ٱللَّهِ ۚ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (Al Jatsiyah :23)
Asbabun Nuzul tentang Ayat ini berkenaan dengan Muqatil mengatakan bahwa ayat ini turun berhubungan dengan peristiwa percakapan Abµ Jahal dengan al-Walid bin al-Mugirah.
Pada suatu malam Abu Jahal tawaf di Baitullah bersama Walid. Kedua orang itu membicarakan keadaan Nabi Muhammad. Abu Jahal berkata, “Demi Allah, sebenarnya aku tahu bahwa Muhammad itu adalah orang yang benar. ”Al-Walid berkata kepadanya, “Biarkan saja, apa pedulimu dan apa alasan pendapatmu itu?” Abu Jahal menjawab, “Hai Abu Abdisy Syams, kita telah menamainya orang yang benar, jujur, dan terpercaya dimasa mudanya, tetapi sesudah ia dewasa dan sempurna akalnya, kita menamakannya pendusta lagi pengkhianat. Demi Allah, sebenarnya aku tahu bahwa dia itu adalah benar.” Al-Walid berkata, “Apakah gerangan yang menghalangimu untuk membenarkan dan mempercayai seruannya?” Abu Jahal menjawab, “Nanti gadis-gadis Quraisy akan menggunjingkan bahwa aku pengikut anak yatim Abu Talib, padahal aku dari suku yang paling tinggi. Demi Al-Lata dan Al-‘Uzza, saya tidak akan menjadi pengikutnya selama-lamanya.” Kemudian turunlah ayat ini. (https://tafsiralquran.id/tafsir-surah-al-jatsiyah-ayat-23/)
Ayat ini seperti menggambarkan Kumaila, memahami agama dengan interpretasi dan keinginan hawa nafsunya tanpa disertai pendalaman ilmu agama yang benar terkhusus dalam memahami ayat dan dalil. Hal ini disebabkan karena kurang pemahaman yang baik dengan niat yang baik dalam menuntut ilmu. Salah satu yang harus dimurnikan adalah persoalan niat.
Dalam hal ini Imam al-Ghazali telah mengingatkan dalam kitab Bidayahtul Hidayah: “Ketahulilah, bahwa orang menuntut ilmu itu ada tiga macam: Pertama. Seroang mencari ilmu semata sebagai bekal di akhirat. Tidak memaksudkan niatnya kecuali mencari ridha Allah Swt dan negeri akhirat. Orang dengan jenis ini disebut faizin (orang yang menang). Kedua. Seorang yang niat belajarnya adalah menjadikan ilmu sebagai penopang kehidupan duniawi, dengnya ia memperoleh kemuliaan & jabatan. Ketiga. Menjadikan ilmunya sebagai sarana memperbanyak harta, bermegah-megahan dengan kedudukan, berbangga-banggaan dengan banyaknya pengikut, mengaku ulama dan tidak merasa perlu bertaubat, karena menganggap dirinya muhsinun (orang baik). Orang ini disebut muhlikum (orang rusak)”. (Bidayatul Hidayah).
Belajar Agama Namun semakin Jauh dari Agama
Imam Hasan Al Bashri pernah berujar : ”Man zada ilman wa lam yazdad hudan lam yazdad minallahi illa bu`dan.” Artinya: Barangsiapa yang bertambah ilmunya akan tetapi tidak bertambah petunjuknya maka ia tidak akan mendapatkan apa-apa kecuali semakin jauh dari Allah.
Dari ungkapan Hasan Al Bashri diatas cukuplah bagi kita menjadikan indikator dalam mengilmui, mafhum mukhalafah dari perkataan Hasan Al-Bashri yaitu belajar agama untuk semakin dekat dengan Allah bukan sebaliknya. Karena jika berilmu untuk ilmu hanya akan jadi falsafah namun berilmu untk semakin taat pada Allah akan melahirkan insan yang baik berkah dan bermanfaat. In syaa Allah.
Wallahu’alam.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.