
Security Dilemma AS di tengah Kebangkitan Militer China
Politik | 2025-04-12 22:57:43
Pada 26 Desember 2024 lalu, dunia dikejutkan dengan penampilan airshow pesawat jet tempur China yang diduga merupakan prototipe jet tempur generasi keenam milik China. Hal ini memicu kekhawatiran untuk Amerika Serikat dikarenakan Amerika Serikat sebelumnya memprediksi bahwa China masih butuh sepuluh hingga dua puluh tahun untuk mengembangkan jet tempur generasi keenam tersebut (Tempo, 2025). Melihat realita sekarang, ini menjadi suatu ancaman bagi Amerika Serikat dikarenakan meningkatnya kapabilitas militer china terutama di kawasan Asia-Pasifik, sehingga ini memicu Security Dilemma untuk Amerika Serikat akibat peningkatan kekuatan militer China. Maka, disini akan fokus bagaimana kebangkitan militer China memicu Security Dilemma dan bagaimana dampaknya untuk stabilitas terutama di Asia-Pasifik.
Security Dilemma merupakan suatu konsep dalam Hubungan Internasional dimana suatu negara yang merasa terancam akibat adanya peningkatan keamanan negara lain walau niat sebenarnya ada yang untuk defensif tetapi negara lain menganggap itu adalah sebuah ancaman bagi mereka. Konsep ini pertama kali diungkapkan oleh John Herz dan merupakan salah satu konsep yang masuk ke teori realisme, realisme menganggap dunia ini atau sistem internasional adalah anarki atau tidak ada otoritas yang lebih tinggi untuk mengatur negara-negara terlebih menjamin keamanan suatu negara. Dari hal tersebut bisa menjawab mengapa bisa muncul adanya Security Dilemma oleh Amerika Serikat, dikarenakan tidak adanya otoritas yang lebih tinggi untuk mengatur negara apalagi menjamin keamanan akhirnya menyebabkan satu negara dengan negara lainnya menjadi curiga dan dalam konteks ini Amerika Serikat merasa terancam atas kebangkitan kapabilitas militer China sehingga membuat Amerika Serikat harus menghadirkan kekuatan militernya terlebih di kawasan Asia-Pasifik dan ini juga akhirnya memicu China untuk terus meningkatkan kapabilitas militernya.
Jika kita telusuri Militer China mendapat mulai menuju kebangkitan di era 90an terlebih setelah insiden selat taiwan 1995-1996 dimana china merasa tertinggal dengan kekuatan militer AS, karena disaat itu China sedang menggelar uji coba rudal balistik di perairan dekat Taiwan atas respon kunjungan Presiden Taiwan, Lee Teng-hui ke Amerika Serikat. Melihat hal tersebut, Amerika Serikat segera mengerahkan dua kelompok kapal induk untuk menunjukkan betapa superiornya militernyas sekaligus menggertak China, dan mulai darisitu China menyadari betapa tertinggalnya kemampuan China dibandingkan dengan Amerika Serikat
Sejak itu, China merasa perlu untuk meningkatkan anggaran untuk belanja pertahanannya sehingga meningkatkan modernisasi militer China terlebih soal teknologi militer. Hingga pada 2015 presiden China Xi-Jinping memerintahkan PLA untuk meningkatkan efisiensi dan kesiapan tempur militer China ( South China Morning Post, 2024). Realisasinya terlihat dengan pemangkasan jumlah personel angkatan darat china dan fokus pada teknologi militer yang canggih seperti Rudal DF-17, pesawat generasi ke-5 J-20, Dron dan kecerdasan buatan untuk militer, hingga yang terbaru sekarang adalah hadirnya prototipe pesawat generasi keenam China. Setelah melihat bagaimana kapabilitas militer China bangkit, menyebabkan kekhawatiran untuk AS kalau dominasi mereka di Asia-Pasifik mulai terusik.Sehingga kehadiran AS di Asia-Pasifik menjadi ditingkatkan dan ini berpotensi memanaskan situasi yang ada.
Dampak akibat modernisasi kekuatan Militer China ini adalah mulai adanya perimbangan kekuatan yang terjadi di kawasan Asia-Pasifik. Terlihat dengan adanya pembentukan aliansi atau pakta pertahanan seperti AUKUS sebagai respon peningkatan kekuatan militer China di kawasan Asia-Pasifik (Puspa Sari et al., 2024), lalu mulai intensnya kehadiran militer AS di kawasan seperti penempatan sistem rudal jarak menengah di Filipina (Reuters, 2024) , dan peningkatan kerjasama regional dengan sekutu-sekutu Amerika Serikat seperti Jepang dan Korea Selatan yang notabenenya berlawanan dengan China. Respon yang diberikan ini sebagai reaksi atas modernisasi dan kebangkitan militer China yang bertujuan untuk menyeimbangkan kekuatan di kawasan (Puspa Sari et al., 2024), namun dengan respon yang diberikan Amerika Serikat malah meningkatkan ketegangan hingga memicu ketidakstabilan kawasan.
Dengan melihat menegangnya situasi karena keputusan AS dengan menyeimbangkan kekuatan, maka cara tersebut bukan sebagai penyelesaian Security Dilemma ini. Beberapa yang bisa dilakukan adalah fokus dengan memperkuat diplomasi dan membangun dialog yang baik antarnegara di kawasan seperti membuka kembali jalur komunikasi militer antara AS dan China untuk mencegah kesalahpahaman agar ekskalasi tidak menjadi besar (Kompas, 2023). Lalu membuat dialog keamanan rutin seperti yang dilakukan pada September 2024 antara komandan AS dengan komandan militer China untuk mencegah kesalahpahaman militer kedua negara.
Lalu Amerika Serikat harus menahan diri atau membatasi penyebaran kekuatan militer seperti penempatan sistem rudal yang bersifat ofensif sehingga menghindari respon militer China yang menganggap itu sebagai sebuah ancaman bagi mereka. Dan menggunakan forum seperti ASEAN atau meningkatkan peran diplomasi multilateral untuk membantu dialog sehingga menghindari adanya kesalahpahaman terkait peningkatan kekuatan militer. Lalu China juga perlu melakukan tranparansi untuk publikasi Buku Putih Pertahanan China sehingga tujuan modernisasi militer tidak membuat Amerika Serikat merasa curiga kalau China ingin melakukan konflik di kawasan. Dengan transparansi tersebut merupakan langkah penting untuk mengkomunikasikan ke dunia internasional atas niat peningkatan militer China sehingga mengurangi ketegangan, misskomunikasi, dan potensi ekskalasi konflik.
Peningkatan kekuatan militer China telah membuat Security Dilemma terutama bagi Amerika Serikat di Asia-Pasifik. Respon Amerika dengan peningkatan kehadiran militernya hingga pembentukan aliansi di kawasan merupakan cara untuk menyeimbangkan kekuatan tapi justru memperburuk situasi dan bisa memicu ketidakstabilan kawasan. Maka dari itu perlu adanya dialog secara berkala antara AS-China untuk menghindari kesalahpahaman kedua belah pihak terkait peningkatan kekuatan, lalu perlu adanya transparansi Buku Putih pertahanan agar niat peningkatan kapabilitas militernya tidak disalahartikan sebagai suatu ancaman. Dengan langkah-langkah ini, Security Dilemma dapat dikurangi secara efektif, mengurangi ketegangan serta menemukan keseimbangan kawasan, dan menjaga perdamaian khususnya kawasan Asia-Pasifik.
Referensi:
Tempo.co. . (2025, Januari 19). Viral di media sosial, dugaan Cina unjuk jet tempur baru generasi 6. Diakses pada 17 Maret 2025, dari https://www.tempo.co/sains/viral-di-media-sosial-dugaan-cina-unjuk-jet-tempur-baru-generasi-6--1196234
Jie, T. W., & Mingjiang, L. (n.d.). The US-China Security Dilemma: The Need for Constant Mitigation. www.rsis.edu.sg
Ayu Gayatri Indah Puspa Sari, I., Kurnia Putri, P., Titah Kawitri Resen, P., & Internasional, H. (2024). Balance of Power Amerika Serikat Terhadap Tiongkok Melalui Pakta AUKUS. In Online) DIKSHI (Vol. 4, Issue 4).
South China Morning Post. (2024, December 26). China’s Zhuhai air show to feature vision of next-generation warplanes. https://www.scmp.com/news/china/military/article/3286103/chinas-zhuhai-air-show-feature-vision-next-generation-warplanes
The Times. (2024, March 21). China’s muscle flexing raises prospect of an Asian NATO. https://www.thetimes.com/world/asia/article/chinas-muscle-flexing-raises-prospect-of-an-asian-nato-bsp20mn80?region=global
Reuters. (2024, September 29). China says U.S. missile deployment in Philippines undermines peace. https://www.reuters.com/world/asia-pacific/china-says-us-missile-deployment-philippines-undermines-peace-2024-09-29/
Kompas. (2023, July 2). Komunikasi pernah selamatkan dunia, kini komunikasi militer AS-China tertutup. https://www.kompas.id/baca/internasional/2023/07/02/komunikasi-pernah-selamatkan-dunia-kini-komunikasi-militer-as-china-tertutup-2
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
Komentar
Gunakan Google Gunakan Facebook