
Di Balik Tantangan No Buy Challenge
Gaya Hidup | 2025-04-12 12:03:56
Pernahkah kalian mendengar no buy challenge. Pada tahun 2025 ini terdapat istilah tersebut di mana memiliki makna bahwa hal tersebut adalah tantangan bagi kita untuk tidak membeli apapun selama tahun 2025. Jadi pada tantangan ini berarti larangan untuk mengurangi konsumsi berlebihan dengan tidak membeli barang, di mana barang tersebut tidak kita diperlukan selama suatu periode. Tujuan dari gerakan ini adalah untuk menggencarkan gaya hidup yang minimalis juga membuat sadar akan kepentingan lingkungan. Namun, apa yang melatar belakangi munculnya gerakan tersebut.
Pada tahun 2025 ini keadaan ekonomi di Indonesia mulai mengalami ketidak stabilan, di mana hal ini menyebabkan harga barang mengalami kenaikan sangat drastis. Apalagi keadaan ekonomi yang tidak stabil ini, mengalami kenaikan dikarenakan harga pajak yang harus dibayar oleh masyarakat juga bertambah mahal. Adapun alasan lain dalam penyebab munculnya tantangan ini karena terdapat budaya konsumtif masyarakat yang meningkat seiring waktu disebabkan oleh pengaruh sosial media yang merajalela. Selanjutnya, tren ini muncul dikarenakan mulai maraknya kesadaran mengenai lingkungan, di mana telah banyak bahan-bahan atau produk olahan industri yang memiliki potensi untuk memberi dampak yang negatif bagi lingkungan. Muncul pula keinginan untuk mengendalikan keuangan dan yang terakhir disebabkan oleh adanya keinginan masyarakat untuk menerapkan kehidupan yang minimalis.

Budaya hidup masyarakat yang konsumtif, di mana konsumtif berarti membeli barang sesuai dengan keinginan kita dan bukan berdasarkan barang yang sedang dibutuhkan oleh kita. Banyaknya kehidupan konsumtif yang diterapkan tentunya membawa dampak yang buruk bagi kita dan juga lingkungan. Dampak buruk bagi kita yang dihasilkan dari budaya konsumtif selain membuat kita mengeluarkan kocek yang lebih untuk menuruti keinginan kita juga akan membuat kita tidak memiliki kendali diri atas sesuatu yang diinginkan. Selain dampak buruk bagi kita, juga pada lingkungan sekitar. Menerapkan budaya kehidupan yang konsumtif membuat kita mengotori lingkungan, di mana membuat sampah yang kita hasilkan menjadi menumpuk dan tidak terkendali. Maka dari itu, budaya perilaku yang konsumtif perlu untuk dikendalikan juga dikurangi penerapannya.
Tentunya dampak yang dihasilkan dari budaya yang konsumtif sangat besar, maka dari itu kehidupan yang minimalis ini membuat kita menerapkan gaya hidup yang hemat. Di mana pada pengaplikasiannya seseorang akan berhemat mengenai barang yang akan dibelinya dengan mempertimbangkan banyak hal. Pemilahan barang yang berkualitas atau tidak, menjadi salah satu pertimbangan dalam membeli barang. Menerapkan gaya hidup yang minimalis juga membawa keuntungan bagi kita, di mana membuat kita semakin tenang karena merasa sudah cukup akan hal yang kita milki, juga dapat membuat kita menerapkan gaya hidup yang berkelanjutan dan tidak membawa dampak yang buruk bagi lingkungan. Sebelum lebih jauh mengenai tantangan no buy challenge, mari membahas hal yang krusial dalam no buy challenge yaitu kebutuhan. Terdapat banyak pertanyaan mendasar yang muncul mengenai kebutuhan, seperti apa itu kebutuhan, bagaimana kita tahu mengenai apa yang kita inginkan, dan apa nilai dari membeli dan tidak membeli kebutuhan tersebut. Dalam menjawab pertanyaan yang pertama ada hal yang disebut kepentingan, di mana kepentingan tersebut mendasari hal yang membuat kita ingin membeli suatu barang. Apakah barang yang kita inginkan ini benar-benar penting bagi kita atau hanya keinginan sesaat saja, begitupun dengan apakah barang tersebut benar kita butuhkan atau tidak. Banyak orang yang membeli suatu barang atas dasar keinginan atau hanya digunakan untuk identitas diri. Membeli suatu barang yang tidak didasari kepentingan akan esensi barang tersebut tentunya tidaklah bijak. Mengingat dengan keadaan ekonomi negara kita yang tidak stabil juga menjadikan alasan bahwa membeli barang yang tidak didasarkan kepentingan untuk membelinya bukanlah keputusan yang bijak. Namun bagaimana cara kita untuk tahu bahwa barang yang kita butuhkan tersebut penting bagi kita atau tidak. Maka, pertanyaan kedua, yaitu bagaimana kita mengetahui barang yang kita inginkan, apakah benar-benar dibutuhkan pada saat ini. Untuk menjawab ini kita perlu merefleksikan diri, darimana kita tahu bahwa kita benar-benar butuh barang ini, apakah dari pengalaman kita yang dimana benar membutuhkan barang ini atau kita terpengaruh promosi sosial media. Pada saat pertanyaan reflektif tersebut terjawab kita mulai menggunakan akal rasional kita untuk menjawabnya. Maka, dengan menggunakan akal rasional pastinya akan berpikir secara logis untuk memutuskan akan membeli barang tersebut atau tidak.
Pertanyaan terakhir dalam penentuan kita untuk akhirnya memutuskan membeli suatu barang atau tidak, dalam menjawabnya perlu dilakukan lagi refleksi pada diri kita. Perlunya refleksi diri ini dikarenakan pada pertanyaan ini mengklasifikasikan dan juga mempertimbangan bahwa barang yang ingin dibeli berpengaruh pada lingkungan atau apa pengaruhnya bagi hidup kita jika tidak membeli barang tersebut. Selain itu, ada pertanyaan yang perlu dipertimbangkan, yaitu apakah kesederhanaan dengan tidak membeli barang tersebut lebih baik atau benar membutuhkan barang yang diinginkan yang menandakan kelimpahan. Selanjutnya hal yang perlu dipertimbangkan adalah dampak dari barang yang dibeli, apakah akan berdampak pada lingkungan kita atau tidak.

Sejatinya dengan mengikuti ”No Buy Challenge 2025” ini bukan hanya soal menahan diri dari belanja. Mengikuti tantangan ini juga merupakan latihan batin dengan berusaha untuk mengendalikan keinginan akan suatu barang yang belum tentu kita butuhkan. Aapalgi pada era saat ini ketika identitas seseorang sering dibentuk oleh keranjang belanja, tantangan ini mengajak kita membentuk identitas melalui pilihan sadar. Maka, dari situlah dengan menjawab pertanyaan reflektif tadi membimbing kita untuk berpikir lebih dalam, hidup lebih sadar, dan mungkin, menemukan kebebasan yang selama ini tersembunyi di balik etalase toko.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
Komentar
Gunakan Google Gunakan Facebook