
Badai PHK Sritex, Korban Kebijakan Serampangan Negara
Kebijakan | 2025-03-09 05:03:45Perusahaan tekstil legendaris dan terbesar di Asia Tenggara, PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex resmi menghentikan operasional mulai Sabtu, 1 Maret 2025. Akibatnya, lebih dari 10 ribu pekerja terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Padahal, perusahaan ini sebelumnya dianggap yang paling kuat dari ancaman badai PHK.
Pancea Sesaat

Presiden Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) yang merupakan badan otonom Nahdlatul Ulama (NU), Irham Saifuddin menilai kejadian yang terjadi pada PT Sritex merupakan tragedi ketenagakerjaan.
Ia meminta pemerintah untuk memperbaiki komunikasi publik dan penjelasan yang komprehensif kepada masyarakat, khususnya kelas buruh. Terlebih, sebelumnya Pemerintah melalui Wamenaker Immanuel Ebenezer saat itu memberikan penjelasan ke publik bahwa buruh PT Sritex tidak akan di PHK dan pemerintah berkomitmen melakukan langkah-langkah penyelamatan.
Konfederasi Sarbumusi sangat prihatin mengenai badai PHK massal ini. Seharusnya per 3 Januari 2025 sudah ada putusan pailit. Apabila tidak mampu mengubah situasi, seharusnya pemerintah saat itu tidak memberikan pernyataan yang sebenarnya hanya panacea (obat mujarab) sesaat. Bukan solusi yang sebenarnya.
Terlebih, buruh Sritex sudah terlanjur berharap. Tapi justru harus terbangun dari mimpi dan menghadapi kenyataan pahit mendapatkan PHK permanen. Mirisnya, tragedi ini terjadi ketika sebagian besar mereka memasuki bulan Ramadhan dan sebulan lagi Idul Fitri. Ini merupakan hari-hari berat bagi sebagian besar buruh. Kebutuhan meningkat 2 kali lipat, tapi malah dapat kenyataan PHK di depan mata (okezone.com, 2-3-2025).
Dampak Kebijakan Serampangan Negara
Badai PHK massal yang menimpa Sritex ini dapat dianggap sebagai dampak sosial dari kebijakan serampangan negara. Bagaimana tidak, pemerintah lah yang membuat kemudahan produk Cina masuk ke Indonesia melalui ACFTA maupun UU Cipta kerja.
Dampak pelaksanaan ACFTA dalam perekonomian Indonesia dari perspektif kontribusi ekspor dan impor, ACFTA telah mendorong peningkatan arus perdagangan Indonesia dengan negara-negara ASEAN dan Cina. Meskipun terjadi peningkatan dari sisi ekspor, namun impor dari Cina secara signifikan rupanya jauh melebihi ekspor, menciptakan defisit perdagangan yang cukup besar.
Gelombang masuknya tenaga kerja asing (TKA) China ke Indonesia merupakan dampak dari implementasi Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. Hal ini karena UU Cipta Kerja justru mempermudah perizinan TKA. Selain itu, perusahaan pengguna TKA tidak perlu menunggu izin tertulis Menaker, tetapi cukup melaporkan rencana kedatangan TKA. Alhasil, UU Cipta Kerja ini justru mempermudah perusahaan melakukan PHK.
Buah Penerapan Sistem Kapitalisme
Kebijakan serampangan negara merupakan buah penerapan sistem Kapitalisme dengan prinsip liberalisasi ekonomi. Negara berwatak populis otoriter, yang menjalankan peran hanya sekedar regulator atau fasilitator untuk memenuhi kepentingan oligarki. Mirisnya, Sritex dijanjikan akan selamat jika saat pemilu memilih calon tertentu. Namun, semua itu hanyalah angan kosong untuk meraih simpati dan menduduki jabatan. Saat kekuasaan sudah diraih, janji tersebut rupanya hanya isapan jempol belaka.
Liberalisasi menyebabkan lapangan pekerjaan dikontrol oleh industri. Namun,.di saat yang sama kebijakan yang ada justru membunuh industri itu sendiri. Di sisi lain, negara juga berlepas tangan dan tidak memainkan perannya dengan baik sebagai pemelihara urusan rakyat, yang salah satunya adalah menyediakan lapangan pekerjaan yang memadai.
Berbagai kebijakan lain pun justru menyulitkan rakyat untuk mendapatkan pekerjaan. Di antaranya adalah pengelolaan SDA yang justru diberikan kepada asing. Hal ini mengakibatkan berkurangnya peluang terbukanya lapangan pekerjaan bagi rakyat.
SDA yang justru diprivatisasi, mengakibatkan negara tak mampu berbuat banyak. Privatisasi SDA ini telah merenggut peran negara yang semestinya menjadi pelayan rakyat, menjadi regulator kepanjangan tangan kepentingan para kapitalis. Para kapital ini pada akhirnya dengan mudah menentukan siapa yang harus mereka pekerjakan, tak jarang mereka mendatangkan pekerja dari negaranya sendiri. Serbuan tenaga kerja asing datang, rakyat pun hanya bisa gigit jari. Kalaupun ada rakyat lokal yang mendapatkan pekerjaan, itu hanya sebagian kecil saja.
Sudah seharusnya negara menjadi pihak yang bertanggungjawab untuk memenuhi kebutuhan rakyat, termasuk menyediakan lapangan pekerjaan yang memadai.
Inilah ketika negara menerapkan sistem kapitalisme. Dalam sistem ini pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme) adalah asasnya. Aturan agama tidak lagi diindahkan.
Solusi Islam
Jauh bertolak belakang dari sistem kapitalisme-sekularisme, Islam menempatkan pemimpin atau Khalifah sebagai pengurus juga penjaga urusan umat. Khalifah akan berusaha semaksimal mungkin guna mengurus dan mensejahterakan rakyat dengan penerapan syariat Islam secara kafah sebagai tuntunan kehidupan.
Prioritas akhirat menempatkan seorang pemimpin dalam Islam menjadi pribadi yang takut jika berbuat zalim dan tidak bisa adil kepada rakyatnya.
Islam menetapkan mekanisme khusus akan jaminan kesejahteraan yang dimulai dari mewajibkan seorang pemimpin keluarga atau laki-laki yang mempunyai kewajiban untuk menafkahi keluarganya untuk bekerja mencari nafkah. Negara akan memberikan dukungan penuh berupa sistem pendidikan yang memadai kepada seluruh rakyat tanpa terkecuali agar memiliki kepribadian Islam yang tangguh. Terlebih bagi para laki-laki agar memiliki kemampuan khusus yang mumpuni untuk bisa bekerja memenuhi nafkah keluarga.
Negara juga wajib menyediakan lapangan pekerjaan dengan suasana yang kondusif bagi masyarakat guna berusaha semaksimal mungkin. Islam juga mengharamkan penguasaan kekayaan milik umum dikuasai kepada segelintir orang tertentu terlebih oleh asing. Negara juga akan membuka akses dengan luas kepada sumber-sumber ekonomi yang halal dan berpotensi besar agar bisa dimanfaatkan sebaik mungkin untuk kepentingan rakyat, yang akan menyerap tenaga kerja sebesar-besarnya. Seperti pada sektor perkebunan, industri, pertambangan, pertanian perikanan, dan sebagainya. Semuanya akan dikerjakan sesuai dengan aturan Islam.
Negara juga bisa memberikan bantuan modal atau memberikan pelatihan kepada rakyat yang membutuhkan. Bahkan, bagi mereka yang tidak memiliki kemampuan bekerja atau lemah akan diberikan santunan oleh negara hingga mereka juga bisa tetap mendapatkan kesejahteraan.
Negara juga menjamin kebutuhan pokok publik yang memadai dan berkualitas yang dapat diakses oleh seluruh rakyat dengan murah bahkan gratis diantaranya pendidikan, kesehatan, juga keamanan. Kualitas SDM akan meningkat dan siap untuk berkontribusi demi kejayaan umat.
Mengenai kemajuan teknologi AI, negara juga akan memanfaatkan semaksimal mungkin untuk kemaslahatan rakyat dan negara, diantaranya menyediakan pelatihan agar pekerja tidak gagap teknologi, bahkan menjadi umat terdepan dalam sains dan teknologi..
Semua ini hanya akan kita temui dalam negara yang menerapkan syariah Islam secara kafah dalam seluruh aspek kehidupan dalam bingkai Khil4fah. Sudah saatnya umat bersatu untuk memperjuangkannya.
Wallahu a'lam bisshowab
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
Komentar
Gunakan Google Gunakan Facebook