Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ayipudin

Lonjakan Vs Loncatan

Lomba | Friday, 18 Feb 2022, 20:30 WIB

Bagi dunia pendidikan Covid-19 merupakan pembelajaran sekaligus pengalaman. Pengalaman pengelolaan masalah, serta pengalaman mencari terobosan-terobosan atas masalah yang tidak pernah diduga sebelumnya. Penyesuaian kebijakan selama pandemi terus dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dimulai pada pertengahan Maret 2020 seluruh sekolah serentak menerapkan Pendidikan Jarak Jauh (PJJ). Kemudian pada Agustus 2020 pemerintah mengeluarkan kebijakan diperbolehkannya Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (PTMT) dan terakhir Kemendikbud mengeluarkan kebijakan PTM 100 persen diakhir penghujung tahun 2021 yang menuai pro dan kontar di tengah masyarakat. Karena, secara bersamaan kasus Covid-19 varian baru omicorn sedang sangat tinggi dan buntutnya, Kemendikbudristek mengeluarkan diskresi terhadap PTM dengan kapasitas 50 persen.

Lonjakan

Sejak awal kekhawatiran sekolah bakal menjadi klaster kasus Covid-19 memang sudah diperingatkan oleh berbagai pihak. Penutupan beberapa sekolah sejak kasus omicorn ditemukan di beberapa sekolah berlangsung kurang dari sebulan setelah PTM 100 persen dilaksanakan tentunya menjadi perhatian bersama. Mengingat, jika membaca data kasus Covid-19 di sekolah Kemendikbudristek mencatat ada sebanyak 1.299 sekolah menjadi klaster virus Covid-19 di tahun 2021. Ada 7.285 guru dan 15.655 siswa yang terinfeksi virus corona. Klaster penularan korona yang tertinggi berada pada jenjang Sekolah Dasar, yakni sebanyak 7.144 siswa. Sementara di tingkat Anak Usia Dini (PAUD) sebanyak 2.006 siswa. Kemudian, sebanyak 2.201 siswa SMP. Di tingkat Sekolah Menengah Atas tercatat 1.947 kasus siswa yang telah terinfeksi corona. Pertanyaannya kemudian apa sih makna dari lonjakan kasus Covid-19 bagi sekolah? Yang harus dimaknai bagi sekolah terhadap terjadinya lonjakan kasus yang ditemukan dibeberapa sekolah dan terpaksa sekolah tersebut harus ditutup setelah menerapkan PTM setidaknya ada dua pelajaran.

Pertama, pembiasaan yang kembali harus dibangun, jadwal pembelajaran, disiplin diri serta hal-hal lain yang terkait dengan konsistensi penerapan prokes diantaranya masih ditemukannya banyak siswa yang berkerumun saat pengecekan suhu setiba di sekolah. Ada juga sekolah diam-diam kantinya buka, jarak siswa tak satu meter dan ventilasi udara yang buruk. Kedua, harus adanya strategi pembelajaran pada saat PTM kembali digelar agar tepat sasaran. Setahun lebih guru bertemu di kelas maya dengan peserta didik melalui pembelajaran daring tentunya akan membawa kebiasaan yang dibangun selama pandemi. Baik kebiasaan positif maupun kebiasaan negatif. Dampak negatif diberlakukannya belajar daring tentunya akan mempengaruhi ketika PTM diberlakukan sekoalah. Inilah esensi atau makna lonjakat yang dimaksud, lonjakan kasus Covid-19 bukan saja urusan tingginya sebaran kasus yang menerpa pendidik dan siswa malainkan guru harus memiliki treatment yang tepat bagi peserta didik. Menggali permasalahan yang hadir selama PTM karena permasalahan yang hadir akan berbeda satu dengan yang lainnya.

Loncatan

Pandemi Covid-19 telah melahirkan terjadinya krisis kesehatan yang berdampak pada sektor ekonomi dan pendidikan. Kita semua melihat situasi ini dengan perspektif masalah yang merepotkan. Tetapi, kita bisa memaknai krisis ini bukan sebagai masalah, melainkan sebagai loncatan besar terhadap perubahan dunia pendidikan yang dipercepat. Sehingga, jika kita melihat perubahan pendidikan hari ini, maka kita menyaksikan perubahan yang sangat derastis yang tidak terjadi sebelumnya.

Jika pada hari ini kita menyaksikan anak-anak terbiasa mencuci tangan maka, kita tidak akan menjumpai kebiasaan tersebut dua tahun kebelakang yang sekedar berhenti pada pengetahuan saja belum menjadi kebiasaan rutin dan keharusan. Memang selama pandemi telah terjadi penurunan kualitas pembelajaran (learning lost) namun, ketika pandemi terjadi menyebabkan loncatan digitalisasi dalam dunia pendidikan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Sebelum pandemi, digitalisasi pendidikan masih diinisiasi oleh sektor swasta berbentuk startup seperti Zenius dan Ruangguru yang pada dasarnya dibentuk untuk masyarakat urban di kota-kota besar. Namun, ketika pandemi loncatan paradigma pembelajaran justru melahirkan inovasi dan digitalisasi pendidikan secara menyeluruh. Tumbuhnya kreativitas dan inovasi pembelajaran merupakan respon terhadap pandemi. Pada inovasi tersebut dapat ditemukan sejumlah perubahan penting yang bukan sekedar perubahan teknologi tapi juga perubahan nilai, Platform yang digunakan dalam pembelajaran cukup beragam dan materi pembelajaran disajikan menggunakan sumber belajar digital dan non-digital.

Agar pembelajaran dapat berlangsung dua arah maka beberapa guru juga memanfaatkan fitur, aplikasi-aplikasi diskusi interaktif virtual seperti Padlet, Jamboard dan Menti, Google Slide dan papan tulis virtual. Penggunaan aplikasi ini memungkinkan peserta didik untuk menyalurkan ide, gagasn, masukan dan umpan balik sehingga menjadi semacam ruang diskusi bagi guru dan peserta didik. Baik guru maupun siswa nampaknya semakin akrab dengan model pembelajaran flipped classroom dan blended learning (tatap muka virtual dengan zoom dan google meet, penugasan di google classroom) sebagai alternatif pembelajaran dengan memanfaatkan platform yang sudah ada.

Siswa yang sudah terbiasa dengan pembelajaran sistem daring hingga kombinasi PTM dan Blended Learning selama ini, lebih memilih sistem pembelajaran daring sesekali saja kegiatan PTM. Karena sistem daring dianggap dapat menghemat waktu, biaya transportasi, hemat pakaian, lebih praktis dan bisa melakukan kegiatan simultan lainnya. Kelompok keluarga yang tidak gaptek pun sudah mulai banyak yang makin menyukai kegiatan Blended Learning. Apalagi bagi mereka yang sudah melaksanakan home schooling tentunya sangat memudahkan. Pengalaman penulis sebagai pengajar, memang kebiasaan mengajar sistem daring lebih menyenangkan dari aspek efisiensi waktu dan dinamika pemanfaatan bahan-bahan. Dengan pemanfaatan pembelajaran baik yang synchronous dan unsynchronous maka efektifitas pembelajaran dapat lebih diandalkan.

Era Baru Pendidikan

Anggapan untuk melaksanakan PTM yang dilaksanakan sebelum pandemi sama dengan PTM dimasa pandemi atau setelah pandemi merupakan suatu kesalahan besar. Akan sia-sia upaya yang dilakukan selama masa pandemi. Seandainya cara-cara konvensional kembali dijalankan oleh sekolah maupun guru serta sekolah abai terhadap prokes dan mengangap lonjakat Covid-19 yang tak berkesudahan sebagai bagian dari masalah kesehatan semata. Maka hal demikian merupakan miskin pemaknaan terhadap situasi krisis kesehatan yang mengakibatkan sekolah akan kembali menjadi klaster penyebaran Covid-19.

Ilmu dan pembelajaran yang diperoleh selama pandemi hanya menjadi suatu cerita saja jika paradigma dan semangat untuk berinovasi berhenti pada situasi normal. Akan tetapi inovasi dan kreatifitas harus hadir dalam situasi apapun. Maka, yang terjadi adalah pandemi telah mendekatkan guru dan siswa akrab dengan teknologi dan inovasi pembelajaran. Digitalisasi pendidikan yang sebelum pandemi merupakan wacana dan jargon semata telah memaksa sekolah untuk belajar dan menerapkan secara praktis dengan waktu yang cepat.

Sejatinya pandemi adalah awal dari era baru pendidikan yang dapat dikembangkan dari pola pikir yang tidak berfokus pada tantangan, melainkan dari berbagai peluang yang dapat dilakukan sekecil apapun itu. Dengan demikian, pemaknaan terhadap lonjakan Covid-19 terhadap sekolah baik ada dan tidak adanya kebijakan PTM harus dimaknai sebagai sebuah loncatan besar dunia pendidikan. Disaat sesuatu yang tidak mungkin di laksanakan di situasi normal karena berbagai pertimbangan, pandemi mengubah arah tersebut karena tuntutan .

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image