
K. H. Ahmad Dahlan: Pemimpin Visioner di Balik Kebangkitan Islam Modern di Indonesia
Sejarah | 2025-02-25 06:19:13
Pendahuluan
K. H. Ahmad Dahlan adalah figur sentral dalam sejarah Islam Indonesia yang dikenal luas sebagai tokoh pendiri Muhammadiyah, salah satu organisasi Islam terbesar dan paling berpengaruh di tanah air. Lahir pada tahun 1868 di Yogyakarta, Dahlan bukan hanya seorang ulama, tetapi juga seorang reformis Islam yang berani menantang tradisi demi terwujudnya pembaharuan dalam sektor pendidikan dan kehidupan sosial umat Islam.
Masa Kecil dan Pendidikan Awal
Muhammad Darwis, yang kemudian dikenal sebagai K. H. Ahmad Dahlan, lahir di Yogyakarta pada tahun 1868. Ayahnya, K. H. Abubakar, adalah khatib resmi Masjid Sultan Yogyakarta, yang memberikan Ahmad Dahlan lingkungan keluarga yang religius dan terdidik.
Pendidikan awal Dahlan berlangsung secara tradisional, dengan metode pembelajaran untuk menguasai tata bahasa Arab (nahwu), fiqh, dan tafsir Al-Qur’an di kota kelahirannya. Pendidikan ini membentuk dasar keilmuan yang kuat, yang nantinya akan menjadi fondasi perjuangan reformismenya.
Pengalaman Dahlan saat Haji dan Pengaruh Modernis
Pada tahun 1890, Dahlan menunaikan ibadah haji pertamanya ke Mekah bersama ayahnya. Pengalaman ini tidak hanya memperdalam ilmunya tentang Islam, tetapi juga membuka wawasan terhadap pemikiran modernisme yang sedang berkembang di dunia Islam.[1]
Saat Dahlan kembali lagi ke Mekah pada tahun 1903 untuk menunaikan haji kedua, ia menetap di kota suci ini selama dua tahun untuk melanjutkan kajian Islamnya. Di sini, Dahlan terpapar dengan karya-karya pemikir modernisme Islam, seperti Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh, yang menekankan pentingnya reformasi pendidikan dan pembaharuan intelektual dalam menghadapi tantangan zaman.[2]
Kepulangan dan Kebangkitan Ide Reformis
Setelah kembali ke Indonesia, Dahlan membawa serta ide-ide modernis yang telah ia pelajari. Pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H (18 November 1912), ia secara resmi mendirikan perkoempoelan Muhammadiyah, sebuah gerakan sosial-keagamaan yang bertujuan untuk memperbaharui sektor pendidikan dan kehidupan sosial umat Islam. Pendirian perkoempoelan ini tidak hanya sebagai respons terhadap kegiatan misi Kristen yang agresif, tetapi juga sebagai upaya untuk mengatasi keterbelakangan, kemiskinan, dan pendidikan Islam yang kuno di Indonesia.[3]
Tantangan dan Kontroversi
Langkah awal Dahlan dalam mendirikan Muhammadiyah tidak lepas dari tantangan dan kontroversi. Sebagai seorang kiai ahli falak, ia menyadari adanya kesalahan arah kiblat di Masjid Sultan Yogyakarta yang seharusnya menghadap Ka’bah, tetapi tidak demikian.
Upaya Dahlan untuk memperbaiki arah kiblat ini mendapat tentangan keras dari kiai-kiai tradisional, bahkan keluarganya sendiri sempat memboikotnya. Tuduhan bid’ah dan dakwaan yang dilontarkan oleh organisasi ini, membuat gerakan Muhammadiyah dianggap berbahaya dan menyimpang dari ajaran Islam yang telah dianggap sahih. Meski demikian, keteguhan hati Dahlan dan komitmennya terhadap reformasi Islam membuat Muhammadiyah tetap bertahan dan berkembang pesat.
Filosofi dan Prinsip Muhammadiyah
Muhammadiyah didirikan dengan filosofi utama berupa “kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah,” yang mencerminkan tekad untuk memurnikan ajaran Islam dari segala bentuk takhayul, bid’ah, dan khurafat. Gerakan ini tidak mengikatkan diri pada salah satu mazhab Ahlussunnah wal Jama’ah tertentu, seperti Mazhab Hambali, Syafi’i, Maliki, Hanafi, melainkan mengedepankan pendekatan nonmazhab yang fleksibel dan inklusif. Prinsip-prinsip Muhammadiyah meliputi:
1. Tauhid Murni: Penekanan pada monoteisme yang autentik dan bebas dari penyimpangan.
2. Reformasi Pendidikan: Menyusun kurikulum sekolah-sekolah modern yang mengintegrasikan ilmu pengetahuan dan agama.
3. Kesejahteraan Sosial: Membangun masyarakat yang sejahtera, adil, dan bahagia melalui upaya bersama.
4. Organisasi yang Tertib: Menjalankan amal usaha dengan ketertiban organisasi yang kuat dan disiplin.
5. Kontribusi dalam Pendidikan dan Sosial: Mendirikan berbagai rumah sakit, klinik, bantuan sosial, dan pendidikan.
Salah satu kontribusi terbesar Muhammadiyah adalah dalam bidang pendidikan. Dahlan memahami bahwa pendidikan adalah kunci untuk membangkitkan kembali umat Islam dari keterbelakangan dan kebodohan.
Oleh karena itu, Muhammadiyah mendirikan berbagai institusi pendidikan, mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi, yang mengintegrasikan kurikulum modern dengan nilai-nilai Islam. Selain itu, Muhammadiyah juga aktif dalam bidang kesehatan, ekonomi, dan sosial, yang menyediakan layanan untuk membantu meningkatkan kualitas hidup umat Islam di Indonesia.
Pandangan Sosial-Ekonomi dan Keadilan
Dahlan tidak hanya berfokus pada aspek keagamaan, tetapi juga pada aspek keadilan sosio-ekonomi. Filosofinya tentang harta, yang dianjurkan untuk dicari dengan sekuat tenaga tanpa hidup mewah, menunjukkan keseimbangan antara kehidupan duniawi dan spiritual.
Meskipun demikian, Muhammadiyah menghadapi tantangan dalam mengintegrasikan prinsip tauhid dengan keadilan sosio-ekonomi secara organik, terutama dalam menghadapi gerakan politik seperti Marxisme yang semakin populer pada dekade kedua dan ketiga abad ke-20.
Warisan dan Pengaruh yang Berkelanjutan
Warisan K. H. Ahmad Dahlan terus hidup melalui Muhammadiyah yang kini memiliki jutaan anggota dan ribuan sekolah serta universitas di seluruh Indonesia. Prinsip “sedikit bicara banyak bekerja” dan “siapa menanam dia yang mengetam” menjadi moto yang menginspirasi generasi muda untuk berkontribusi aktif dalam pembangunan masyarakat. Muhammadiyah juga terus beradaptasi dengan perubahan zaman, menjadikannya tetap relevan dalam menghadapi tantangan modern sambil mempertahankan nilai-nilai dasar Islam yang autentik.
Kesimpulan
K. H. Ahmad Dahlan adalah sosok pemimpin visioner yang berhasil menggabungkan tradisi Islam dan modernitas dalam perjuangan reformisnya. Dengan mendirikan Muhammadiyah, ia tidak hanya memperbaharui sistem pendidikan dan kehidupan sosial umat Islam, tetapi juga meletakkan dasar bagi perkembangan Islam modern di Indonesia.
Melalui dedikasi dan keteguhannya, Dahlan membuktikan bahwa perubahan dapat dicapai melalui pendidikan, pemikiran kritis, dan tindakan nyata. Warisan Muhammadiyah yang terus berkembang adalah bukti nyata dari keberhasilan visi Dahlan dalam membangun masyarakat Islam yang sejahtera, adil, dan berpengetahuan.
Referensi
[1] Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah 1: Mahakarya Perjuangan Ulama dan Santri dalam Menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia, ed. oleh Nia Kurniawati, Anni Rosmayani, dan Rakhmat Gumilar, Api Sejarah (Bandung: Surya Dinasti, 2014), https://books.google.co.id/books?id=0AMxDwAAQBAJ.
[2] Ahmad Syafi’i Ma’arif, Islam dan Pancasila Sebagai Dasar Negara: Studi tentang Perdebatan dalam Konstituante (Jakarta: LP3ES, 2006), https://books.google.co.id/books?id=s8QeGQAACAAJ.
[3] PP Muhammadiyah, Risalah Islam Berkemajuan (Keputusan Muktamar Ke-48 Muhammadiyah Tahun 2022) (Yogyakarta: PT Gramasurya Yogyakarta, 2023).
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
Komentar
Gunakan Google Gunakan Facebook