Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan

Keris Madura: Jejak Warisan Sejarah yang Masih Dipertanyakan

Sejarah | 2025-02-21 06:43:49
Keris Madura (Sumber: Koloniaal verleden)

Pada musim gugur 2022 lalu di Belanda, keris dari Madura yang bersejarah pernah menjadi sorotan. Perusahaan yang menjual barang antik Zebregs & Röell mengumumkan bahwa mereka telah menjual keris tersebut melalui mitra mereka di Inggris, Runjeet Singh, salah seorang pakar senjata antik yang dikenal dari acara Antiques Roadshow.

Keris itu sesungguhnya bukan sembarang benda pusaka—ia adalah sebuah hadiah yang diberikan oleh Panembahan Mangkuadiningrat kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang akan pensiun, J. van den Bosch, pada tanggal 1 Januari 1834.

Keris ini sebelumnya sempat dipamerkan di TEFAF Maastricht dan kini kembali ke Belanda dengan klaim, “Now back where it belongs.” Pernyataan ini seolah menyiratkan bahwa tempat keris ini memang di Belanda, tetapi , benarkah demikian?

Dalam era diskusi yang terus berlangsung di Kementerian Kebudayaan RI tentang restitusi benda-benda kolonial dari pemerintah Belanda, klaim tersebut justru menimbulkan lebih banyak pertanyaan dibanding jawaban.

Dua Keris for Dua Gubernur Jenderal

Keris yang dijual itu bukan satu-satunya yang diberikan oleh Mangkuadiningrat kepada pejabat Belanda. Keris berjenis serupa, yang kini berada di Rijksmuseum Amsterdam, pernah diberikan pada tanggal 7 Januari 1834 kepada penerus Van den Bosch, yaitu Gubernur Jenderal J. Ch. Baud.

Kedua keris yang sama-sama berasal dari Madura tersebut memiliki ukiran yang hampir sama di bilah-bilahnya. Selain itu, terdapat nama sang panembahan dan penerima di masing-masing keris yang kini masih berada di Belanda.

Dari segi desain, keris ini memiliki gagang kayu dengan ornamen-ornamen emas, serta sarung yang kaya akan dekorasi. Pegangannya menampilkan figur Banaspati, dewa hutan dalam mitologi Hindu-Jawa, elemen yang mencerminkan perpaduan budaya lokal yang masih kuat dalam seni keris Madura.

Hadiah atau Simbol Politik?

Hadiah keris kepada gubernur jenderal bukan sekadar tanda persahabatan kedua institusi, melainkan juga bagian dari permainan diplomasi yang rumit di tengah hegemoni kolonial saat itu.

Sebagai penguasa lokal yang berada di bawah tekanan Belanda, Mangkuadiningrat berusaha mempertahankan posisinya dengan menunjukkan sikap loyalitas. Meski begitu, dengan menuliskan namanya pada bilah keris, ia juga menegaskan statusnya sebagai penguasa yang berdaulat, bukan sekadar bawahan.

Hal yang menjadi ironis, strategi ini ternyata tidak menyelamatkan garis keturunannya. Setelah Mangkuadiningrat wafat, penerus yang ia harapkan harus ditolak oleh Belanda, sementara kekuasaan Pamekasan semakin dipangkas hingga akhirnya berada sepenuhnya di bawah kendali kolonial.

Di Mana Seharusnya Keris Ini Berada?

Hari ini, salah satu keris Mangkuadiningrat telah berpindah tangan di pasar seni, sementara yang lain masih dipamerkan di Rijksmuseum, Belanda. Apakah benda-benda ini memang “berada di tempat yang seharusnya”? Ataukah mereka adalah bagian dari warisan yang seharusnya dikembalikan ke tanah asalnya?

Melihat hal ini, sejarah kolonialisme bukan hanya tentang penaklukan dan kekuasaan, melainkan juga tentang bagaimana benda-benda bersejarah dipindahkan dari tempat asalnya ke museum atau koleksi pribadi di Eropa. Kisah keris ini adalah pengingat bahwa warisan budaya bukan sekadar objek kesenian belaka, tetapi juga bagian dari identitas dan sejarah yang harus dihormati.

Apakah waktunya telah tiba bagi keris Mangkuadiningrat untuk pulang? Jawabannya akan terus diperdebatkan, tetapi yang jelas, warisan ini seharusnya lebih dari sekadar komoditas di pasar barang antik.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Komentar

Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image