Move On pun Butuh Proses
Curhat | 2025-02-03 15:31:06
Waktu pertama kali berhadapan dengan layar monitor komputer dan ingin menulis tentang move on, yang pertama kali muncul di benak saya adalah, bagaimana mau menulis dan mengajak para Sobat untuk move on, sedangkan saya sendiri sebetulnya belum bisa move on sepenuhnya. Oh tuhan, saya terlalu jujur! Maafkan saya Sobat. Tapi tidak masalah kan, sedikit curhat.
Baiklah, karena saya masih belum bisa move on sepenuhnya, maka tidak bisa saya paksakan untuk paling bisa memberikan petuah untuk move on. Bagi kalian-kalian para sobat mungkin coretan saya kali ini lebih mengarah sebagai nasehat bagi saya sendiri. Namun, jika ternyata kita bernasib sama, maka tulisan ini juga layak untuk Sobat baca.
Untuk melakukan perubahan, siapapun butuh yang namanya proses. Nyaris tidak ada perubahan apapun yang dapat dilakukan secara instan, apalagi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan perasaan. Saya kira, kita semua sepakat bahwa move on itu sangat menyita hati dan perasaan. Nah, dari situ, wahai yang sedang berada di jalan move on (dengan niat baik, bisa jadi juga di jalan Allah), maka bersabarlah dan stay istiqamah dalam rangka melalui proses demi proses untuk memerangi perasaan yang masih menggantung pada yang di rumah, alias yang di move on i.
Apapun itu!, Proses yang perlu Sobat jalani, termasuk saya lagi untuk segera bisa move on, sebenarnya gak terlalu muluk muluk. Satu-satunya proses yang tidak dapat ditinggalkan adalah, cukup jalani apa yang ada, karena hidup adalah anugerah. Dengan menjalani apa yang harus kita jalani, maka dengan sendirinya sebagai orang yang berada di jalan move on, kita akan sampai kepada tingkatan move on itu sendiri, sebagaimana para wali Allah ngejalanin proses demi proses untuk sampai pada Allah. Artinya, agar kita bisa benar-benar move on maka bersabarlah menjalani proses demi proses. Sebab, sebagaimana disebutkan di atas move on itu bukanlah hal yang instan, pasti membutuhkan proses, dan yang paling urgen adalah sangat menyita hati dan perasaan.
Maka, intinya adalah bersabar, karena move on itu butuh proses. Di satu sisi, sebagaimana diatas, kita biarkan proses move on itu berjalan dengan sendirinya. Namun di sisi lain, kita juga harus berusaha mempersingkat proses move on itu sendiri, biar nggak terlalu hati. Kalau hatinya termakan terus sampai habis, bisa membahayakan pada tubuh ini, dan resiko ditanggung sendiri.
Adapun usaha yang harus Sobat lakukan, termasuk saya, dalam rangka mempersingkat proses move on itu adalah jangan pernah sedikit pun menoleh kepada hal yang di move on-i. Karena bagaimana pun, hal ini adalah faktor yang paling menghambat kita untuk segera bisa move on. Semua hal yang masih ada kaitannya dengan yang di move on-i mestinya jangan pernahbdilirik lagi.Kenyataannya, tidak dapat dipungkiri, dan sadar atau pun tidak, kita sering kali diem-diem mendengarkan bahkan mencari tau tentang apa saja yang masih ada kaitannya dengan yang di move on-i. Kadang, meskipun tidak mendengarkan dan tidak cari tau, tapi tanpa sengaja kita mendengar sedikit mengenai yang dimove on-in. Juga tidak dapat dipungkiri, hati serasa tertarik untuk ikut campur mengenai hal itu, bahkan untuk ikut ngerumpi.
Nah, ketika berada pada keadaan demikian, sebisa mungkin kita harus menghindar sekiranya tidak lagi mendengar aroma apapun mengenai yang dimove on-in. Dengan hal demikian, Sobat dan Saya bisa cepet-cepet move on.
Akhiran, agar selanjutnya tidak mengalami sulitnya move on, coba tanamkan pesan yang tersirat dari perkataan Sayyidina Ali, yang memberikan prinsip kepada kita untuk tidak terlalu menyenangi yang sedang kita senangi, khawatir hal itu akan berubah 180 derajat dari perasaan yang awal:
أَحْبِبْ حَبِيبَكَ هَوْنًا ما، عسى أن يكون بَغِيضَكَ يومًا ما، وأَبْغِضْ بَغِيضَكَ هَوْنًا ما عسى أن يكونَ حَبِيبَكَ يومًا مَا
"Sayangilah sekadarnya orang yang kau sayangi. Bisa jadi suatu hari ia akan menjadi orang yang kau benci.Dan bencilah sekadarnya orang yang kau benci. Bisa jadi suatu hari ia menjadi orang yang kau sayangi."
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
