Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Akbar Fahmi

Transformasi Media dan Dampaknya Terhadap Budaya Digital: Tantangan dan Peluangnya di Era Media Baru

Teknologi | 2025-01-31 10:23:47

Perkembangan teknologi komunikasi yang didorong oleh internet dan digitalisasi telah membawa perubahan besar dalam cara manusia berinteraksi dan mengakses informasi. Kehadiran media baru (new media) telah mengubah pola konsumsi, produksi, dan distribusi konten secara dramatis.

Media baru ini tidak hanya menawarkan cara baru dalam menyampaikan informasi, tetapi juga menciptakan ruang budaya baru yang memungkinkan pengguna berperan aktif sebagai produsen sekaligus konsumen konten, yang dikenal sebagai prosumer.

Perubahan ini memberikan dampak yang mendalam terhadap berbagai aspek kehidupan, termasuk budaya, sosial, dan ekonomi.

Sebelum munculnya media baru, media lama seperti surat kabar, radio, dan televisi menjadi sumber utama informasi bagi masyarakat. Media ini bersifat satu arah, di mana pesan disampaikan dari produsen media kepada konsumen tanpa adanya interaksi langsung antara keduanya.

Pembaca, pendengar, atau pemirsa hanya menjadi penerima informasi, sementara produsen media memegang kontrol penuh atas isi dan penyebaran informasi. Namun, dengan hadirnya media digital yang bersifat interaktif, real-time, dan dapat diakses kapan saja dan di mana saja, peran media massa tradisional semakin tergantikan.

Kehadiran internet dan perangkat digital seperti ponsel pintar telah mempermudah akses terhadap informasi tanpa batasan waktu atau tempat.

Menurut (Rantona et al., 2024) media baru memungkinkan adanya interaksi dua arah yang lebih besar antara produsen dan konsumen, yang kini dikenal dengan istilah "prosumer."

Fenomena ini merubah konsumen menjadi aktif dalam memproduksi dan menyebarkan informasi. Sebagai contoh, platform media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan YouTube memungkinkan pengguna untuk membuat, membagikan, dan mengomentari konten dalam berbagai bentuk—dari teks hingga video—secara langsung kepada audiens global.

Hal ini menciptakan ruang bagi partisipasi publik dalam proses pembuatan dan distribusi konten, yang sebelumnya terbatas hanya pada jurnalis atau perusahaan media.

Perubahan ini tentu saja berdampak besar terhadap budaya masyarakat. Media sosial telah memfasilitasi lahirnya budaya digital yang sangat berbeda dengan budaya komunikasi tradisional. Salah satu karakteristik utama budaya digital adalah terbentuknya komunitas online yang saling berinteraksi dan berbagi informasi.

Informasi kini tidak hanya disebarkan oleh media mainstream, tetapi juga oleh individu-individu yang berperan sebagai produsen konten. Fenomena ini membawa dampak positif berupa demokratisasi informasi, di mana siapa pun dapat mengakses dan membagikan informasi tanpa hambatan geografis atau sosial.

Namun, di balik peluang yang ditawarkan oleh media baru, terdapat berbagai tantangan yang perlu dihadapi. Salah satu tantangan terbesar adalah penyebaran disinformasi. Dengan adanya media sosial dan platform berbagi konten, informasi dapat dengan cepat tersebar luas tanpa melalui proses verifikasi yang ketat.

Berita palsu atau hoaks bisa viral dalam waktu singkat dan memengaruhi opini publik. Hal ini memunculkan kebutuhan untuk mengedukasi masyarakat agar lebih kritis dalam menyaring informasi yang mereka terima dan membagikan informasi yang benar.(31987-Article Text-105270-1-10-20240726, n.d.)

Selain itu, ketimpangan akses terhadap teknologi juga menjadi tantangan besar. Meskipun penggunaan internet semakin meluas, tidak semua orang memiliki akses yang setara terhadap teknologi digital. Beberapa kelompok, terutama yang tinggal di daerah terpencil atau dalam kondisi ekonomi yang kurang mampu, masih kesulitan untuk mendapatkan perangkat teknologi yang memadai atau koneksi internet yang cepat.

Ketimpangan ini berpotensi memperburuk kesenjangan sosial dan ekonomi, karena mereka yang tidak memiliki akses yang sama terhadap teknologi juga akan tertinggal dalam hal akses informasi dan partisipasi dalam budaya digital.

Meskipun demikian, media baru juga menawarkan peluang besar, terutama dalam hal kolaborasi global dan pembentukan komunitas virtual. Internet telah memungkinkan individu dari berbagai belahan dunia untuk berkolaborasi, bertukar ide, dan membangun jaringan sosial tanpa batasan geografis.

Hal ini membuka peluang untuk menciptakan solusi global terhadap berbagai masalah, mulai dari lingkungan hingga sosial. Selain itu, media baru juga memungkinkan terciptanya berbagai gerakan sosial yang bersifat inklusif dan dapat menggerakkan perubahan, seperti gerakan kesadaran lingkungan atau gerakan keadilan sosial.( Triwikrama: Jurnal Ilmu Sosial ANALISIS KONVERGENSI MEDIA: STUDI TRANSFORMASI DARI MEDIA ANALOG KE MEDIA DIGITAL, 2023)

Secara keseluruhan, transformasi dari media lama ke media baru telah membawa dampak yang sangat besar terhadap budaya digital dan pola komunikasi masyarakat. Media baru telah mengubah cara kita mengakses informasi, berinteraksi dengan orang lain, dan berpartisipasi dalam diskursus sosial. Namun, perubahan ini juga membawa tantangan yang perlu diatasi, seperti penyebaran disinformasi dan ketimpangan akses teknologi.

Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk mengedukasi diri mereka dalam menyaring informasi dengan bijak serta memperjuangkan kesetaraan akses teknologi agar dapat memanfaatkan media baru secara optimal. Dengan begitu, media baru dapat menjadi sarana yang lebih produktif dan positif dalam membentuk budaya digital yang inklusif dan demokratis.(Dheni Purnasari & INFO Kata Kunci, 2022)

Transformasi media yang terjadi seiring dengan perkembangan teknologi komunikasi membawa dampak yang signifikan terhadap cara individu mengakses informasi, berinteraksi di ruang publik, serta memengaruhi dinamika sosial dan budaya. Peralihan dari media lama ke media baru telah menciptakan sebuah perubahan besar yang turut membentuk budaya digital yang semakin berkembang.

Pada bagian ini, akan dibahas lebih lanjut mengenai peralihan dari media lama ke media baru, dampak transformasi media terhadap budaya digital, serta tantangan dan implikasi sosial yang ditimbulkan oleh media baru.

Peralihan dari media lama ke media baru merupakan salah satu perubahan signifikan dalam lanskap komunikasi massa. Media lama seperti televisi, radio, dan surat kabar tradisional, memiliki karakteristik yang bersifat satu arah, di mana pesan disampaikan dari produsen media kepada konsumen. Dalam model komunikasi ini, interaksi antara pengirim pesan dan penerima pesan sangat terbatas, sehingga konsumen hanya menjadi penerima informasi tanpa memiliki kesempatan untuk terlibat dalam proses produksi atau distribusi pesan. Namun, dengan munculnya media baru, seperti media sosial, situs web, dan aplikasi mobile, model komunikasi telah berubah menjadi lebih interaktif dan dinamis.(Abdurrahman STAI Sabili Bandung & Badruzaman STAI Sabili Bandung, 2023)

Media baru memungkinkan adanya interaksi dua arah yang lebih besar antara produsen dan konsumen, yang kini dikenal dengan istilah "prosumer." Prosumer adalah individu yang tidak hanya mengonsumsi informasi, tetapi juga berperan aktif dalam menghasilkan dan mendistribusikan konten kepada orang lain. Contohnya adalah platform media sosial seperti Facebook, Twitter, dan Instagram, yang memberi kesempatan kepada pengguna untuk memposting gambar, video, artikel, atau opini, serta berinteraksi langsung dengan audiens lain.

Hal ini menciptakan sebuah ekosistem di mana pengguna tidak hanya berfungsi sebagai penerima pasif, tetapi juga menjadi produsen konten yang memiliki pengaruh besar terhadap penyebaran informasi (Putri, 2024).

Peralihan ini terjadi seiring dengan kemajuan teknologi yang memungkinkan akses lebih mudah dan lebih cepat ke informasi, serta munculnya perangkat komunikasi digital yang lebih murah dan lebih mudah digunakan. Keberadaan internet menjadi kunci utama dalam penyebaran informasi yang lebih dinamis, interaktif, dan berbasis pengguna. Pengguna kini dapat mengakses informasi secara real-time dari berbagai sumber di seluruh dunia melalui perangkat yang mereka miliki, tanpa harus bergantung pada jadwal siaran atau publikasi media tradisional.

Dengan demikian, peran media massa tradisional semakin berkurang, sementara media baru yang lebih personal dan terhubung langsung dengan kebutuhan informasi individu semakin mendominasi.

Transformasi media ini turut membentuk budaya digital yang berkembang pesat, terutama di kalangan generasi muda. Salah satu ciri khas budaya digital adalah keterlibatan aktif pengguna dalam produksi dan distribusi informasi. Fenomena ini dikenal dengan istilah "prosumerisme," yaitu suatu kondisi di mana konsumen bukan hanya berperan sebagai penerima informasi, tetapi juga aktif dalam menciptakan dan menyebarkan konten kepada audiens yang lebih luas.

Dalam budaya digital, prosumerisme memungkinkan individu untuk berinteraksi dengan konten dalam berbagai bentuk, seperti video, artikel, podcast, atau meme yang seringkali menjadi viral dan dapat menyebar ke seluruh dunia dalam waktu singkat.(Marchanda & Akmaluddin, n.d.)

Budaya digital ini juga membawa dampak positif dalam hal demokratisasi informasi. Sebelumnya, akses terhadap informasi sangat terbatas oleh faktor geografis, sosial, dan ekonomi. Namun, dengan adanya media baru, siapa pun dapat mengakses dan membagikan informasi tanpa adanya batasan yang signifikan. Demokratisasi ini memberi ruang lebih besar bagi suara-suara minoritas atau kelompok yang sebelumnya terpinggirkan untuk dapat berbicara dan berpartisipasi dalam diskursus publik.

Misalnya, platform media sosial telah menjadi sarana yang efektif bagi aktivis, kelompok hak asasi manusia, atau individu untuk menyuarakan pandangan mereka dan membentuk opini publik tanpa melalui perantara media tradisional yang seringkali terstruktur dan terkendali.

Namun, meskipun membawa dampak positif, budaya digital ini juga memunculkan tantangan besar, terutama dalam hal pengelolaan informasi yang beredar di dunia maya. Dalam dunia yang terhubung secara digital, informasi dapat menyebar dengan sangat cepat dan meluas, namun tidak selalu dapat dipastikan keakuratannya.

Hal ini memunculkan fenomena disinformasi dan hoaks yang semakin sulit dibendung. Berita palsu yang menyebar di media sosial dapat memengaruhi pandangan masyarakat, menyebabkan kebingungan, atau bahkan menyesatkan opini publik. Seiring dengan meningkatnya jumlah pengguna internet, penyebaran informasi yang tidak terverifikasi menjadi lebih mudah dan cepat, yang pada akhirnya dapat memengaruhi dinamika sosial dan politik.

Meskipun transformasi media menawarkan berbagai keuntungan, seperti meningkatkan aksesibilitas informasi dan memberdayakan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembuatan konten, ada beberapa tantangan serius yang muncul seiring dengan peralihan ini. Salah satu tantangan utama adalah ketimpangan akses teknologi yang masih terjadi di banyak wilayah, terutama di daerah terpencil atau bagi masyarakat yang kurang mampu secara ekonomi. Meskipun penggunaan internet semakin meluas, tidak semua orang memiliki akses yang setara terhadap teknologi digital, baik dari segi perangkat maupun koneksi internet yang memadai.

Ketimpangan ini dapat memperburuk kesenjangan sosial dan ekonomi, yang pada gilirannya dapat membatasi kemampuan individu atau kelompok untuk memanfaatkan potensi media baru secara maksimal. Misalnya, mereka yang tidak memiliki akses ke internet yang cepat atau perangkat digital yang memadai mungkin terhambat dalam mendapatkan informasi penting atau berpartisipasi dalam kegiatan daring. Selain itu, ketimpangan ini juga dapat menyebabkan kelompok tertentu terpinggirkan dalam budaya digital, karena mereka tidak dapat mengakses atau terlibat dalam proses pembuatan dan distribusi konten.(Ardan et al., 2024)

Tantangan lain yang tidak kalah penting adalah penyebaran disinformasi dan berita palsu. Di era media sosial, informasi dapat dengan mudah tersebar tanpa melalui proses verifikasi yang ketat. Hal ini memudahkan munculnya hoaks, rumor, atau informasi yang menyesatkan yang dapat memengaruhi opini publik dan pengambilan keputusan masyarakat. Di beberapa kasus, informasi yang salah bahkan dapat menyebabkan kerusuhan sosial atau politik, seperti yang terlihat dalam berbagai kasus pemilu atau protes yang didorong oleh informasi palsu yang beredar di media sosial.(Danil, n.d.)

Di sisi lain, media baru juga memunculkan tantangan dalam hal perlindungan data pribadi dan privasi pengguna. Pengguna internet sering kali tidak menyadari risiko yang mereka hadapi terkait dengan data pribadi mereka yang dapat digunakan oleh perusahaan atau individu dengan tujuan yang tidak jelas. Misalnya, data yang dikumpulkan oleh platform media sosial dapat disalahgunakan untuk kepentingan komersial atau bahkan untuk manipulasi politik. Oleh karena itu, perlindungan terhadap privasi dan data pribadi menjadi isu penting yang perlu diatasi dalam era digital ini.(Furnamasari et al., 2024)

Secara keseluruhan, transformasi media dari media lama ke media baru telah membawa dampak besar terhadap budaya digital dan dinamika sosial masyarakat. Media baru yang bersifat interaktif dan memungkinkan keterlibatan pengguna sebagai prosumer telah mengubah cara kita berinteraksi dengan informasi dan menciptakan ruang baru bagi demokratisasi informasi. Namun, perubahan ini juga menghadirkan tantangan serius, terutama dalam hal ketimpangan akses teknologi, penyebaran disinformasi, dan perlindungan data pribadi. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami dampak transformasi media ini dan mencari solusi untuk mengatasi tantangan yang muncul, guna menciptakan budaya digital yang sehat dan produktif. (MEDIA BARU DAN DINAMIKA PERUBAHAN SOSIAL DI ERA DIGITAL, n.d.)

Hasil analisis ini menunjukkan bahwa transformasi dari media lama ke media baru tidak hanya mengubah cara kita mengakses informasi, tetapi juga berdampak besar terhadap struktur sosial dan budaya. Media baru membawa dampak positif dalam hal interaktivitas, partisipasi aktif dalam pembuatan konten, dan demokratisasi informasi. Namun, perubahan ini juga menimbulkan tantangan terkait ketimpangan akses teknologi dan penyebaran informasi yang tidak terverifikasi.

Oleh karena itu, penting untuk terus mengembangkan pemahaman yang lebih dalam tentang bagaimana media baru berfungsi dalam membentuk budaya digital serta dampaknya terhadap masyarakat secara keseluruhan. (Riady, 2021)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image