Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Asman

Nahkoda Tanpa Kompas

Politik | 2025-01-18 17:52:08

Bagaimana seorang nahkoda akan melayarkan bahteranya, jika tidak memiliki kompas sebagai penunjuk arah.? Bisa jadi, tempat yang dituju tidak akan ditemukan, bahkan bisa saja tempat yang dituju dapat ditemukan, namun akan membutuhkan waktu yang begitu lama untuk menemukannya.

Nahkoda tanpa Kompas sangatlah berbahaya. Ia bisa saja mengambil keputusan yang dapat membahayakan banyak jiwa yang ikut dalam bahteranya. Dalam keadaan tertekan, bisa saja nahkoda mengorbankan jiwa yang tidak bersalah untuk menutupi kelemahannya.

Maka apa yang harus kita lakukan dengan keadaan seperti ini.? Kita perlu kembali kepada gagasan awal berdirinya bangsa ini. Bangsa ini dibangun dengan gagasan yang begitu kokoh, bahkan tetesan keringat berubah menjadi tetesan darah untuk membawa bahtera ini keluar dari kehilangan arah jalannya.

Itulah mengapa, kembali kepada narasi gagasan amat penting menjadi tools dalam proses kepemimpinan. Namun patut disesali, justru bukan narasi gagasan yang sering di hadirkan. Melainkan, narasi perpecahan dan adu domba menjadi jualan kotor para politisi. Kurangnya literasi menjadi penyebab narasi gagasan tidak ranum dalam diri setiap nahkoda yang dilahirkan.

Kita bisa melihat bagaimana sebuah bangsa dengan gagasan yang begitu kuat, mampu mengubah pandangan dunia terhadap suatu bangsa. Seperti Turki yang sampai saat ini masih menjadi salah satu bangsa yang di pandang (disegani) di dunia karena memiliki gagasan dan sejarah yang besar. Indonesia memiliki gagasan sebagai negara yang mampu lepas dari belenggu penjajahan yang amat panjang, menjadikannya negara yang disegani dunia.

Namun demikian, gagasan sebagai negara yang besar hanya menjadi pembakar pidato yang berapi-api. Gagasan sebagai negara besar dengan luas wilayah yang setara dengan luas pulau Eropa tidak memberikan efek yang begitu signifikan. Justru yang gagasan sebagai negara dengan kepulauan yang luas, menjadi negara yang mampu bersatu dan melawan penjajahan.

Seperti buah yang dipaksa matang sebelum waktunya (karbit) ditawarkan kepada pembeli. Sekilas dari luar kulitnya amat bagus, namun rasanya yang kecut dan sangat pekat. Tentunya kita tidak mau disuguhkan dengan hidangan yang tidak enak, dan bisa membuat sakit. Inilah akibatnya, Ketika lebih mengutamakan hasil, dibadingkan melihat proses yang dilakukan.

Menahkodai suatu bahtera, tidaklah hanya dibutuhkan sebuah pengalaman. Pengalaman akan bermanfaat, jika ia mampu menyusaikan dengan keadaan saat ini, maka akan tercipta harmonisasi antara pengalaman dan gagasan. Hari ini, kita melihat narasi gagasan itu tidak lagi menjadi penting, selama hasilnya tercapai.

Sehingga, tidak jarang orang yang memiliki karakter nahkoda seperti ini, cenderung mengarah kepada sifat represif dalam setiap tindakannya. Karena mengutamakan hasil dari pada proses. Sepertinya seorang nahkoda harus mampu menghayati historisitas para nahkoda sebelumnya yang jika digali akar pikirannya, maka kita akan menemukan bagaimana gagasan menjadi penting.

Penyebab Nahkoda Salah Arah

Banyak factor yang seringkali para nahkoda salah arah dalam menentukan sebuah kebijakan. Apa penyebab itu terjadi.? Bisa jadi, politik balas budi menjadi factor utamanya. Kontestasi politik dengan kos yang begitu besar, membuka keran kepada para pemodal untuk ikut dalam kontestasi tersebut. Akhirnya, kebijakan seorang nahkoda akan tergantung arah angin kemana ia ditiupkan.

Disinilah keutamaan dari sebuah gagasan yang mampu menjadi tolak ukur dalam mengambil kebijakan. Gagasan akan tergambarkan pada sebuah visi seorang nahkoda, dan menjadikannya rujukkan. Mengutamakan proses yang baik dan menghasilkan hasil yang baik pula.

Carl Friedrich menjelaskan bahwa pengambilan kebijakan sebagai tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok, atau pemerintah. Pada sisi yang lain, kurangnya pemahaman literasi, baik bersifat historis dalam berbagai bentuk kitab usang maupun berbentuk gagasan menjadi penyebab nahkoda menjadi salah arah.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image