Pemodelan Kualitas Udara dan Infrastruktur Hijau untuk Membangun Smart City
Teknologi | 2025-01-02 01:46:50Abstrak
Polusi udara menjadi ancaman signifikan bagi kota-kota besar di dunia, terutama yang memiliki tingkat urbanisasi dan populasi yang tinggi. Masalah ini berdampak langsung pada kesehatan masyarakat serta kualitas hidup mereka. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi potensi infrastruktur hijau dalam meningkatkan kualitas udara di lingkungan perkotaan. Pendekatan berbasis data digunakan untuk menganalisis hubungan antara infrastruktur hijau dan polutan seperti PM2.5 dan PM10, dengan memanfaatkan metode time series (ARIMA dan Prophet), algoritma machine learning (Support Vector Regression dan Ridge Regression), serta analisis geospasial (Kriging dan buffer analysis). Hasilnya menunjukkan bahwa infrastruktur hijau, seperti taman kota dan hutan kota, mampu mengurangi konsentrasi polutan secara signifikan dalam radius tertentu. Penelitian ini memberikan wawasan strategis untuk perencanaan kota berbasis bukti yang lebih sehat dan berkelanjutan.
Pendahuluan
Polusi udara telah menjadi salah satu masalah terbesar di kota-kota besar di dunia, termasuk Jakarta. Sebagai pusat ekonomi dan aktivitas, kota seperti Jakarta menghadapi peningkatan konsumsi sumber daya yang berdampak pada aktivitas transportasi dan industri. Hal ini memperburuk kondisi udara, meningkatkan konsentrasi polutan berbahaya seperti PM2.5, PM10, CO, NO2, dan O3. Polusi udara berdampak langsung pada kesehatan masyarakat, menyebabkan berbagai penyakit pernapasan dan kardiovaskular. Dalam situasi ini, keberadaan ruang terbuka hijau seperti taman, jalur hijau, dan hutan kota menjadi sangat penting. Infrastruktur hijau ini tidak hanya memperbaiki kualitas udara tetapi juga mendukung ekosistem perkotaan yang lebih berkelanjutan. Sebagai bagian dari solusi, konsep smart city muncul untuk mengatasi tantangan urbanisasi melalui pemanfaatan teknologi canggih seperti IoT (Internet of Things), analisis data besar, dan kecerdasan buatan. Kota cerdas menggunakan pendekatan berbasis data untuk memahami dan mengelola tantangan perkotaan, termasuk polusi udara. Penelitian ini berfokus pada bagaimana infrastruktur hijau dapat menjadi bagian integral dari pengelolaan kualitas udara melalui integrasi teknologi dan analisis data yang komprehensif.
Metodologi
Penelitian ini menggunakan kombinasi berbagai metode analisis data untuk mengukur hubungan antara infrastruktur hijau dan kualitas udara di Jakarta. Data kualitas udara diperoleh dari sumber-sumber seperti AirVisual dan OpenAQ, sedangkan data geospasial ruang terbuka hijau dikumpulkan dari basis data GIS kota. Selain itu, data meteorologi ditambahkan untuk menganalisis dampak kondisi cuaca terhadap polusi udara. Model time series, seperti ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) dan Prophet, digunakan untuk menangkap pola temporal dan memprediksi tren kualitas udara di masa depan. ARIMA dipilih karena kemampuannya menangkap pola jangka pendek yang kompleks, sedangkan Prophet unggul dalam memodelkan variasi musiman dan menangani data yang tidak lengkap. Selain itu, algoritma machine learning seperti Support Vector Regression (SVR) dan Ridge Regression digunakan untuk menganalisis hubungan non-linear dan linear antara variabel infrastruktur hijau dan polutan udara. Pada aspek geospasial, teknik interpolasi Kriging digunakan untuk membuat peta distribusi polutan berdasarkan data dari stasiun pemantauan. Analisis buffer diterapkan untuk mengukur dampak infrastruktur hijau terhadap area sekitarnya. Semua analisis dilakukan menggunakan perangkat lunak seperti Python, QGIS, dan pustaka analitik data seperti scikit-learn dan pandas. Validasi model dilakukan melalui metode cross-validation K-fold untuk memastikan keakuratan dan keandalan hasil prediksi.
Hasil dan Diskusi
Pengaruh Infrastruktur Hijau terhadap Kualitas Udara :
Hasil analisis menunjukkan bahwa infrastruktur hijau secara signifikan memengaruhi pengurangan konsentrasi polutan di area perkotaan. Hutan kota, sebagai jenis infrastruktur hijau yang paling luas, memiliki dampak terbesar dengan penurunan konsentrasi PM2.5 dan PM10 hingga radius lebih dari 500 meter. Taman kota dan jalur hijau menunjukkan pengaruh yang moderat, dengan efektivitas optimal pada radius 100–300 meter. Median jalan hijau, yang memiliki luas lebih kecil, memberikan dampak terbatas namun tetap relevan, terutama untuk mengurangi karbon monoksida (CO) dan nitrogen dioksida (NO2). Efektivitas infrastruktur hijau juga dipengaruhi oleh jenis polutan. PM2.5 dan PM10 menunjukkan penurunan yang signifikan di area dengan keberadaan infrastruktur hijau. Sementara itu, polutan seperti sulfur dioksida (SO2) dan ozon (O3) kurang terpengaruh, karena lebih dipengaruhi oleh aktivitas industri dan sinar matahari. Karbon monoksida (CO) menunjukkan tren penurunan jangka panjang yang stabil di area dengan peningkatan ruang hijau.
Perbandingan Model Time Series :
ARIMA dan Prophet menunjukkan hasil yang berbeda dalam analisis time series. ARIMA memberikan prediksi yang lebih akurat untuk data jangka pendek dengan pola musiman yang sederhana. Namun, Prophet unggul dalam memodelkan tren jangka panjang, terutama untuk polutan yang dipengaruhi oleh faktor musiman seperti PM10 dan O3. Prophet juga mampu menangani data yang hilang dan outlier dengan lebih baik, memberikan hasil yang lebih stabil.
Kinerja Algoritma Machine Learning :
Support Vector Regression (SVR) menunjukkan performa unggul dalam menangkap hubungan non-linear antara infrastruktur hijau dan kualitas udara. Model ini menghasilkan prediksi yang akurat untuk polutan seperti PM2.5 dan PM10, terutama pada kondisi data yang kompleks. Ridge Regression, di sisi lain, memberikan hasil yang lebih stabil dan mudah diinterpretasikan, membuatnya ideal untuk perencanaan jangka panjang.
Analisis Geospasial :
Hasil interpolasi Kriging menunjukkan distribusi polutan yang tidak merata di Jakarta, dengan konsentrasi tertinggi di area dengan kepadatan transportasi dan aktivitas industri tinggi. Analisis buffer menunjukkan bahwa dampak infrastruktur hijau terhadap kualitas udara paling efektif pada radius 100–500 meter, tergantung pada jenis infrastruktur dan polutan yang dianalisis. Misalnya, jalur hijau paling efektif untuk PM10, sedangkan hutan kota memberikan manfaat terbesar untuk semua jenis polutan.
Kesimpulan
Penelitian ini menegaskan bahwa infrastruktur hijau merupakan komponen penting dalam upaya mengurangi polusi udara di perkotaan. Melalui pendekatan berbasis data, hasil penelitian menunjukkan bahwa ruang terbuka hijau, terutama hutan kota, mampu menurunkan konsentrasi polutan seperti PM2.5 dan PM10 dalam radius yang signifikan. Kombinasi model time series, algoritma machine learning, dan analisis geospasial memberikan wawasan yang mendalam tentang hubungan antara infrastruktur hijau dan kualitas udara.
Dalam konteks perencanaan kota, temuan ini memberikan panduan strategis untuk mengoptimalkan lokasi dan jenis infrastruktur hijau. Misalnya, prioritas dapat diberikan pada pembangunan hutan kota di area dengan tingkat polusi tinggi, atau pengembangan jalur hijau di sepanjang jalan utama untuk mengurangi karbon monoksida. Selain itu, penggunaan model prediksi seperti Prophet dan algoritma machine learning seperti SVR memungkinkan perencanaan jangka panjang yang lebih akurat dan berbasis bukti.
Untuk penelitian mendatang, direkomendasikan integrasi data eksternal seperti kondisi lalu lintas dan aktivitas industri untuk meningkatkan akurasi prediksi. Pengembangan model hybrid yang menggabungkan pendekatan time series dan machine learning juga diharapkan dapat memberikan hasil yang lebih komprehensif. Penelitian ini memberikan dasar yang kuat untuk pengembangan kota pintar (smart city) yang lebih sehat, berkelanjutan, dan berbasis teknologi maju.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.