Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Tariska Mahira Tsabita

Diabetes Melitus: Jejak Manis yang Berujung Pahit bagi Kesehatan Bangsa

Edukasi | 2025-01-02 01:00:15
Sumber: pixabay.com

Diabetes melitus, sebuah istilah yang akrab di telinga kita, telah menjelma menjadi salah satu ancaman kesehatan utama di Indonesia. Penyakit ini, yang sering kali dijuluki sebagai "silent killer," menyerang tanpa gejala yang mencolok namun berdampak besar pada kualitas hidup penderitanya. Dalam dekade terakhir, prevalensi diabetes di Indonesia terus meningkat secara signifikan, mencerminkan perubahan gaya hidup masyarakat yang semakin mengarah pada pola konsumsi tidak sehat dan kurangnya aktivitas fisik.

Menurut data International Diabetes Federation (IDF) tahun 2023, Indonesia menempati urutan kelima dengan jumlah penderita diabetes tertinggi di dunia, setelah Cina, India, Pakistan, dan Amerika Serikat. Lebih dari 19 juta orang dewasa di Indonesia hidup dengan diabetes, dan angka ini diproyeksikan akan terus meningkat. Sayangnya, hampir separuh dari mereka tidak menyadari bahwa mereka menderita penyakit ini. Hal ini menunjukkan adanya tantangan besar dalam upaya deteksi dini dan edukasi masyarakat.

Diabetes melitus terbagi menjadi dua jenis utama, yakni tipe 1 dan tipe 2. Tipe 1, yang lebih jarang ditemukan, disebabkan oleh gangguan autoimun yang menghancurkan sel-sel penghasil insulin di pankreas. Sementara itu, tipe 2 yang lebih umum, berkaitan erat dengan gaya hidup, termasuk obesitas, pola makan tinggi gula, dan kurangnya aktivitas fisik. Di Indonesia, diabetes tipe 2 mendominasi kasus, seiring dengan perubahan pola makan tradisional yang bergeser ke makanan cepat saji tinggi kalori.

Indonesia adalah negeri yang kaya akan kuliner tradisional yang bercita rasa manis. Konsumsi gula yang tinggi, baik dalam bentuk makanan maupun minuman, menjadi salah satu penyebab utama melonjaknya kasus diabetes. Menurut data Riskesdas 2022, prevalensi obesitas pada penduduk dewasa di Indonesia mencapai 21,8%, yang merupakan salah satu faktor risiko utama diabetes tipe 2. Selain itu, urbanisasi yang pesat juga berkontribusi pada meningkatnya gaya hidup sedentari. Banyak orang yang menghabiskan sebagian besar waktunya di depan layar tanpa disertai aktivitas fisik yang memadai. Faktor genetik turut memainkan peran penting. Individu dengan riwayat keluarga penderita diabetes memiliki risiko lebih tinggi untuk mengembangkan penyakit ini. Namun, risiko tersebut dapat diminimalkan dengan menerapkan gaya hidup sehat. Sayangnya, rendahnya tingkat literasi kesehatan di sebagian masyarakat Indonesia membuat kesadaran akan pencegahan diabetes masih sangat kurang.

Diabetes bukan sekadar penyakit yang memengaruhi kadar gula darah. Komplikasi jangka panjang dari diabetes meliputi kerusakan pada pembuluh darah, saraf, dan organ-organ vital seperti jantung, ginjal, dan mata. Penderita diabetes memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami penyakit jantung koroner, gagal ginjal, dan kebutaan. Berdasarkan laporan WHO 2023, sekitar 32% penderita diabetes di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, menghadapi risiko komplikasi serius ini. Lebih buruk lagi, banyak penderita diabetes di Indonesia baru memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan ketika komplikasi telah berkembang, yang sering kali membutuhkan penanganan medis intensif dan biaya yang besar. Dampak ekonomi dari diabetes juga tidak dapat diabaikan. Berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2022, pengobatan penyakit ini dan komplikasinya menyedot anggaran kesehatan yang signifikan. Bagi individu dan keluarganya, biaya pengobatan jangka panjang sering kali menjadi beban finansial yang berat, terutama bagi mereka yang berasal dari kelompok ekonomi rendah.

Menghadapi ancaman ini, berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dan berbagai pihak terkait. Program deteksi dini diabetes melalui posbindu PTM (Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular) terus digalakkan di berbagai daerah. Edukasi masyarakat mengenai pentingnya pola makan sehat dan aktivitas fisik juga menjadi salah satu fokus utama. Namun, upaya ini memerlukan sinergi yang lebih kuat antara pemerintah, tenaga kesehatan, komunitas, dan individu. Pendidikan kesehatan perlu ditanamkan sejak dini, terutama di sekolah-sekolah, agar generasi muda memahami pentingnya gaya hidup sehat. Selain itu, penguatan regulasi terkait makanan dan minuman tinggi gula juga menjadi langkah strategis yang mendesak untuk diterapkan.

Teknologi digital dapat menjadi alat yang efektif dalam mendukung pengendalian diabetes. Aplikasi kesehatan yang memantau kadar gula darah, asupan kalori, dan aktivitas fisik dapat membantu individu dalam mengelola penyakit ini secara mandiri. Kemitraan dengan sektor swasta, seperti perusahaan teknologi dan industri makanan, juga dapat mempercepat upaya penurunan prevalensi diabetes melalui inovasi dan kampanye kesehatan.

Meski tantangan yang dihadapi sangat besar, harapan untuk mengendalikan epidemi diabetes di Indonesia tetap ada. Dengan kolaborasi yang erat antara berbagai pihak dan komitmen untuk meningkatkan literasi kesehatan masyarakat, kita dapat membangun masa depan yang lebih sehat. Menjadikan gaya hidup sehat sebagai bagian dari budaya masyarakat Indonesia adalah langkah penting untuk melindungi generasi mendatang dari ancaman diabetes. Sebagaimana pepatah mengatakan, "Mencegah lebih baik daripada mengobati." Diabetes melitus adalah penyakit yang dapat dicegah dengan perubahan kecil namun konsisten dalam gaya hidup. Mari bersama-sama kita lawan ancaman ini demi kesehatan bangsa yang lebih baik.

Referensi:

International Diabetes Federation. (2023). IDF Diabetes Atlas, 10th Edition. Retrieved from https://diabetesatlas.org Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2022). Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Jakarta: Kemenkes RI. World Health Organization. (2023). Diabetes fact sheet. Retrieved from https://www.who.int

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image