Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Kansa Zahira C.

Anak Sebagai Individu Bukan Investasi Masa Tua

Parenting | 2025-01-01 22:17:44
Sumber: Pinterest

Hingga saat ini, masih banyak orang tua yang memiliki pemikiran tradisional. Yaitu menganggap anak sebagai investasi di masa tua. Istilah ini seringkali digunakan untuk menggambarkan harapan orang tua agar anak mereka kelak menjadi tulang punggung mereka di usia tua. Orang tua meminta balasan atas apa yang telah mereka berikan kepada anaknya semasa hidupnya. Namun, cara pandang ini tidak hanya menimbulkan pertanyaan moral, tetapi juga memberikan dampak sosial dan psikologis yang jauh lebih dalam.

Anak dianggap sebagai penjamin masa depan bagi orang tua. Ini bukan hanya mengenai kebutuhan emosional, tetapi juga kepada kebutuhan materi. Anak diharapkan untuk merawat orang tua saat usia mereka menua dan membantu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Namun, dalam anggapan ini anak seringkali dituntut sebagai "aset" yang harus memberi manfaat bagi orang tua yaitu memenuhi harapan dan kewajiban yang telah ditentukan oleh orang tua. Jika anak tidak memenuhi harapan tersebut, perasaan kecewa atau merasa tidak dihargai akan muncul di benak mereka. Tetapi mereka juga tidak memikirkan hak dan keinginan anak mereka sendiri yang akan menciptakan tekanan kepada anak untuk memenuhi harapan tersebut.

Harapan orang tua yang setinggi langit itu sering kali tidak sesuai dengan apa yang mereka beri dan usahakan kepada anaknya. Orang tua menuntut anak agar mendapat peringkat satu di setiap jenjang sekolah, tetapi mereka tidak pernah memberikan fasilitas les atau bahkan sekedar mendampingi anak untuk belajar pun tidak. Orang tua berharap mendapatkan balasan materi terhadap anak, tetapi mereka lupa jika mereka juga tidak memberikan kekayaan materi yang sepadan dengan harapan mereka terhadap anak. Tidak sedikit orang tua yang mengungkit atas apa yang telah diberikan kepada anak agar mendapatkan timbal balik yang lebih tinggi.

Di sisi lain, anak akan merasa terjebak. Mereka merasa bahwa hidup mereka bukan lagi milik mereka sendiri, melainkan milik orang tua yang mengandalkan mereka untuk mewujudkan impian yang belum tercapai. Ini bisa menciptakan ketegangan dalam keluarga bahkan merusak kedekatan emosional yang seharusnya terjalin dengan baik.

Ada perbedaan besar antara menginginkan anak sebagai bagian dari kebahagiaan dan kestabilan emosional dan menjadikannya sebagai alat ekonomi. Perbedaan ini sering kali mengarah pada hilangnya pemahaman bahwa setiap anak memiliki hak untuk memilih jalannya sendiri. Bagi anak yang tumbuh dalam didikan orang tua yang seperti ini akan memiliki perasaan tertekan untuk memenuhi ekspektasi orang tua. Mereka bisa merasa menjadi "produk" yang harus memberikan hasil di masa depan, bukan individu dengan potensi dan keinginan sendiri.

Pemahaman "banyak anak banyak rezeki" juga menjadi salah satu penyebab munculnya pandangan anak sebagai investasi masa tua. Mereka beranggapan jika mereka memiliki banyak anak, maka semakin banyak pula rezeki yang tak terduga mereka dapatkan. Namun, kenyataannya pemahaman tersebut salah, yang benar yaitu "banyak anak maka banyak pula rezeki yang harus dicari". Untuk menjadikan anak sukses, orang tua pun harus berkontribusi di setiap perjuangan yang dilalui anak, tidak hanya terus menuntut tetapi tidak memberikan kontribusi apapun.

Dampak psikologis dari menganggap anak sebagai investasi masa tua tidak dapat dianggap remeh. Anak-anak yang dibesarkan dengan harapan yang sangat tinggi sering kali merasa tertekan dan cemas. Mereka tumbuh dalam ketakutan apabila gagal berarti mereka akan mengecewakan orang tua. Bagi anak yang merasa tidak dapat memenuhi ekspektasi tersebut, perasaan gagal dan tidak cukup dapat merusak rasa percaya diri mereka sendiri. Hidup mereka dihantui oleh ketakutan bagaimana jika mereka mengalami kegagalan.

Maka dari itu penting bagi orang tua untuk mengubah pandangan mereka mengenai anak sebagai investasi masa tua. Pendidikan anak seharusnya lebih fokus pada pemberian nilai-nilai positif, kebebasan untuk memilih dan kesempatan untuk tumbuh sesuai dengan potensi mereka. Orang tua bisa mendukung anak dalam mengejar pendidikan dan karier, tetapi tanpa menambah beban ekspektasi yang tidak realistis.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image