Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image

Menelusuri Berbagai Cara Pemberian Obat: Dari Oral hingga Intravena

Info Sehat | 2024-12-27 10:50:00
Sumber: https://static.honestdocs.id/system/blog_articles/main_hero_images/000/007/172/original/iStock-1174161977_%281%29.jpg

Bagaimana Sih Caranya?

Pemberian obat melalui mulut mungkin adalah cara yang paling umum, namun tahukah Anda bahwa ada banyak metode lain yang lebih spesifik? Mari kita lihat berbagai rute pemberian obat, mulai dari oral hingga intravena, dan temukan mengapa metode yang berbeda digunakan untuk kondisi kesehatan yang berbeda

1. Oral

Pemberian obat secara oral, yaitu dengan cara menelan obat dalam bentuk tablet, kapsul, atau cairan, merupakan metode yang paling sering digunakan dalam pengobatan. Namun, pemilihan metode pemberian obat harus disesuaikan dengan kondisi pasien dan jenis obat yang digunakan.

Indikasi :

 

  • Pasien harus dapat menelan

 

  • Obat dapat bertahan di dalam lambung : Obat yang tidak mudah rusak atau dihancurkan oleh asam lambung dan enzim pencernaan lebih cocok diberikan secara oral. Contohnya, banyak jenis obat analgetik, antibiotik, dan antidiabetik

 

  • Pastikan pasien tidak mempunyai alergi pada golongan obat tersebut

 

  • Kondisi medis yang tidak mempengaruhi penyerapan obat : Jika fungsi saluran pencernaan pasien tidak terganggu (misalnya, tidak ada gangguan penyerapan atau motilitas saluran pencernaan), pemberian obat oral sangat efektif.

Kontraindikasi :

 

  • Muntah – muntah

 

  • Pasien tidak sadar : Pasien yang tidak sadar memiliki refleks menelan yang terganggu atau bahkan hilang. Akibatnya, obat yang diberikan secara oral berisiko masuk ke saluran pernapasan (tersedak)

 

  • Gangguan saluran pencernaan. Pasien tidak sadar juga tidak dapat menyampaikan jika mengalami efek samping setelah mengonsumsi obat.

 

  • Ketidakmampuan untuk menelan : Pasien dengan gangguan menelan atau disfagia memiliki kesulitan dalam menelan makanan atau minuman. Akibatnya, pemberian obat secara oral pada pasien dengan disfagia dapat menimbulkan risiko yang serius

 

  • Iritasi pada lambung : Beberapa obat dapat menyebabkan iritasi lambung atau memicu perdarahan jika diberikan secara oral pada pasien dengan masalah lambung.

2. Parental

Pemberian obat parenteral adalah metode pemberian obat yang dilakukan melalui suntikan, di mana obat disuntikkan langsung ke dalam tubuh, melewati saluran pencernaan. Metode ini sering dipilih karena beberapa alasan, seperti:

 

  • Efek yang lebih cepat: Obat yang disuntikkan akan langsung masuk ke dalam aliran darah, sehingga efeknya terasa lebih cepat dibandingkan dengan obat yang diminum.
  • Bioavailabilitas ( BA ) tinggi: Hampir semua dosis obat yang disuntikkan akan mencapai sirkulasi sistemik, sehingga efeknya lebih optimal.
  • Untuk obat yang rusak oleh asam lambung: Obat-obatan tertentu akan rusak jika melewati lambung, sehingga pemberian secara parenteral menjadi pilihan yang tepat.
  • Untuk pasien yang tidak dapat menelan: Pasien yang tidak sadar, koma, atau memiliki kesulitan menelan dapat diberikan obat melalui suntikan.

Berikut adalah jenis jenis obat pemberian secara parenteral:

1. Intra Cutan ( IC ) 150

Obat ini diberikan dengan cara memasukan obat pada lapisan kulit. Metode ini memberikan efek cepat karena obat langsung masuk ke dalam sirkulasi darah. Biasanya di gunakan untuk tes alergi, mantoux tes, vaksinasi. Suntikan ini melalui kapiler diarea penyuntikan sehingga tidak boleh di masase. Contoh: pemberian antibiotik, analgesik, atau obat kemoterapi.

· Indikasi :

 

  • Tes alergi

 

  • Mantoux tes

 

  • Vaksinasi BCG

 

  • Uji sensitive obat

· Kontra Indikasi

 

  • Edema

 

  • Lesi pada kulit

 

  • Adanya luka di area yang akan di injeksi

2. Sub Cutan ( SC ) 450

Injeksi subkutan diberikan dengan menusuk area dibawah kulit yaitu jaringan konektif atau lemak dibawah dermis. Injeksi tidak diberikan pada area yang nyeri, merah, pruitis atau edema. Biasanya di gunakan untuk vaksin, pra operasi medication, insulin/heparin. Lokasi penyuntikan ini berada di abdomen bawah, rectus femoris ( otot yang terletak pada bagian depan paha ), deltoid ( otot bahu yang berbentuk segetiga besar .

· Indikasi :

 

  • bisa dilkakukan pada pasien yang tidak sadar,

 

  • tidak mau bekerja sama karena tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara oral,

 

  • tidak alergi.

 

  • Lokasinya yang ideal adalah lengan bawah dalam dan pungguang bagian atas.

· Kontraindikasi

 

  • Luka

 

  • Berbulu
  • Alergi

 

  • Infeksi kulit

3. Intra Muskular ( IM ) 450 – 900

Di masukan sampai ke otot. Di absorpsi cepat daripada SC karena supply darah lebih besar dari otot, tak dapat menampung volume lebih banyak daripada SC, lokasi penyuntikan

 

  • Otot deltoid: Bagian atas lengan, sering digunakan untuk dosis kecil.

 

  • Otot vactus lateralis: Bagian luar paha, sering digunakan pada bayi dan anak-anak.

 

  • Otot ventrogluteal: Bagian bokong, merupakan lokasi yang aman karena jauh dari saraf dan pembuluh darah besar

 

  • Dorso gluteal : otot yang terletak di bokong dan merupakan salah satu otot terbesar di bagian tubuh

 

  • Rectus femoris : otot yang terletak pada bagian depan paha

· Indikasi

 

  • Obat yang tidak stabil di saluran pencernaan: Obat-obatan tertentu dapat rusak atau tidak efektif jika diberikan melalui mulut. Contohnya, beberapa jenis antibiotik atau hormon.

 

  • Obat yang menyebabkan iritasi pada jaringan di bawah kulit: Obat-obatan yang bersifat iritan dapat menyebabkan rasa sakit dan peradangan jika diberikan secara subkutan.

 

  • Pasien yang tidak dapat menelan atau mengalami gangguan penyerapan: Pasien yang mengalami mual, muntah, atau gangguan pencernaan lainnya mungkin tidak dapat menerima obat secara oral.

 

  • Pasien yang tidak sadar atau tidak kooperatif: Bayi, anak-anak, atau pasien yang tidak sadar membutuhkan metode pemberian obat yang cepat dan efektif.

 

  • Untuk mencapai efek obat yang lebih cepat: Beberapa obat bekerja lebih cepat jika diberikan secara intramuskular dibandingkan dengan pemberian oral.

· Kontraindikasi

 

  • Gangguan perdarahan: Pasien dengan gangguan perdarahan seperti hemofilia berisiko mengalami perdarahan yang berkepanjangan setelah injeksi.

 

  • Infeksi di lokasi penyuntikan: Adanya infeksi pada kulit atau jaringan di bawah kulit dapat meningkatkan risiko penyebaran infeksi.

 

  • Syok: Kondisi syok menyebabkan penurunan aliran darah ke jaringan, termasuk otot, sehingga penyerapan obat menjadi tidak optimal.

 

  • Atrofi otot: Atrofi otot atau penurunan massa otot dapat menyebabkan kesulitan dalam menemukan lokasi penyuntikan yang tepat.

 

  • Obesitas: Pada pasien obesitas, lapisan lemak yang tebal dapat menyulitkan penembusan jarum hingga mencapai otot.

4. Intra Vena ( IV ) 150 - 300

Suntikan intravena dilakukan dengan sudut yang relatif lebih kecil (sekitar 15° - 30°) karena jarum harus masuk langsung ke dalam pembuluh darah vena.

Pada awal penyuntikan, jarum dimasukkan pada sudut yang lebih kecil, dan kemudian setelah mendapatkan akses vena, jarum biasanya diarahkan sejajar dengan pembuluh darah. Lokasi :

 

  • Vena

 

  • Cephalic

 

  • Vena – vena accessory cephalic

 

  • Vena radial

 

  • Vena medial antebracial

 

  • Basilic vein

 

  • Vena medican

 

  • Vena dorsal metacarpal

Jika ingin efeknya lebih cepat : berikan secara perlahan, amati reaksi pasien selama pemberian obat, stop segera bila tumnuh reaksi yang tidak memungkinkan

· Indikasi

 

  • Keracunan

 

  • Pemberan nutrisi

 

  • Dehidrasi

 

  • Ketidakseimbangan elektrolit

Obat kemotrapi

· Kontraindikasi

 

  • Infeksi lokal pada area suntikan

 

  • Trombosis vena dalam : dapat menyebabkan penggumpalan darah di vena sehingga meningkatkan resiko emboli

 

  • Extravasion : kebocoran cairan infus ke jaringan sekitar yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan

 

  • Gangguan perdarahan

 

  • Resiko infeksi

 

  • Resiko emboli : penggumpalan darah yang dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah

3. Sublingual

Sublingual adalah salah satu metode pemberian obat yang dilakukan dengan cara meletakkan obat di bawah lidah, di mana obat tersebut akan larut dan diserap langsung ke dalam pembuluh darah yang ada di jaringan bawah lidah Metode ini termasuk dalam kategori pemberian obat secara perorally (melalui mulut)

Bagaimana cara pemberian obat sublingual?

1. Letakkan obat di bawah lidah: Pastikan obat benar-benar berada di bawah lidah dan tidak tertelan.

2. Biarkan larut: Tunggu hingga obat benar-benar larut sebelum menelan air liur.

3. Jangan makan atau minum: Hindari makan atau minum selama beberapa menit setelah pemberian obat.

Contoh obat yang sering diberikan secara sublingual:

· Nitroglycerin: Digunakan untuk mengatasi nyeri dada akibat angina.

· Beberapa jenis hormon: Seperti hormon pertumbuhan.

· Obat-obatan tertentu untuk gangguan kejang.

Apa Sih Faktor Faktor yang Mempengaruhi Aksi Obat?

1. Usia:

· Bayi dan Anak-Anak: Metabolisme obat pada bayi dan anak-anak belum sempurna. Organ seperti hati dan ginjal yang berperan dalam metabolisme dan ekskresi obat belum berkembang sepenuhnya. Akibatnya, dosis obat yang diberikan harus disesuaikan dengan usia dan berat badan anak.

· Lansia: Fungsi organ pada lansia cenderung menurun, termasuk hati dan ginjal. Penurunan fungsi organ ini dapat menyebabkan obat terakumulasi dalam tubuh dan meningkatkan risiko efek samping.

2. Waktu Pemberian:

· Ritramis: Beberapa obat memiliki ritme sirkadian, yaitu efektivitasnya dapat berbeda-beda tergantung waktu pemberian. Contohnya, obat penurun tekanan darah lebih efektif jika diberikan pada pagi hari.

·  Interaksi dengan Makanan: Waktu pemberian obat juga perlu mempertimbangkan apakah obat tersebut sebaiknya diminum sebelum, sesudah, atau bersamaan dengan makanan. Beberapa obat dapat terpengaruh oleh makanan dan mengurangi penyerapannya.

3. Berat Badan

· Dosis: Dosis obat seringkali dihitung berdasarkan berat badan. Pasien dengan berat badan yang sangat rendah atau tinggi membutuhkan penyesuaian dosis agar obat mencapai konsentrasi yang efektif dalam darah.

· Distribusi Obat: Berat badan juga mempengaruhi distribusi obat dalam tubuh. Pasien obesitas memiliki lebih banyak jaringan lemak yang dapat mengikat obat-obatan tertentu, sehingga dosis yang dibutuhkan mungkin lebih tinggi.

4. Jenis Kelamin

· Perbedaan Fisiologis: Perbedaan fisiologis antara pria dan wanita, seperti perbedaan kadar hormon dan komposisi tubuh, dapat mempengaruhi respons terhadap obat.

· Metabolisme: Enzim-enzim yang terlibat dalam metabolisme obat dapat berbeda pada pria dan wanita, sehingga mempengaruhi kecepatan eliminasi obat dari tubuh.

5. Lingkungan:

· Polusi: Paparan polutan lingkungan dapat berinteraksi dengan obat-obatan dan mengubah efeknya.

· Suhu dan Kelembaban: Suhu dan kelembaban dapat mempengaruhi stabilitas obat, terutama obat-obatan yang berbentuk cair atau salep.

6. Faktor Genetik

· Polimorfisme Genetik: Perbedaan genetik pada individu dapat menyebabkan variasi dalam enzim-enzim yang terlibat dalam metabolisme obat. Hal ini dapat menyebabkan perbedaan dalam respons terhadap obat, baik dalam hal efektivitas maupun risiko efek samping.

7. Kondisi Individu:

· Penyakit Komorbid: Penyakit lain yang diderita pasien dapat mempengaruhi cara tubuh merespon obat. Contohnya, penyakit hati atau ginjal dapat mengganggu metabolisme dan ekskresi obat.

· Fungsi Organ: Fungsi organ seperti hati, ginjal, dan jantung sangat penting dalam metabolisme dan distribusi obat. Gangguan pada fungsi organ-organ ini dapat mengubah efektivitas dan keamanan obat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image