Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Jessica Atalya K

Krisis Keamanan Data: Menyoroti Sistem yang Lemah dan Solusi Penyelesaiannya

Info Terkini | 2024-12-27 03:52:30
Foto: Adobe Stock

Apakah anda pernah mendengar statement bahwa Indonesia memiliki sistem keamanan data yang lemah? Statement tersebut muncul akibat dari Indonesia yang cukup sering terkena kasus peretasan. Beberapa kasus peretasan yang pernah terjadi pada tahun 2020 hingga 2024, antara lain situs akpol.polri.go.id terkena defacing; pangkalan data Kejaksaan Ri diretas remaja 16 tahun lalu; laman Google Business sembilan puluh dua (92) hotel di Jawa Timur diretas; laman https://jatimprov.go.id dan https://tpka.its.ac.id diretas dan dijadikan konten perjudian dengan menyusupkan file ekstensi; situs Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Kominfo error kemudian diretas; Sistem Informasi Pelayanan Publik (SIPP) Kemenkes terkena defacing; kelompok peretas LockBit mencuri dan mengenkripsi data internal Bank Syariah Indonesia (BSI) sekitar 1,5 terabyte; peretas Bjorka merilis kebocoran data kartu registrasi SIM prabayar dan menjualnya senilai ratusan juta; Bjorka juga merilis kebocoran ratusan data penduduk dari KPU dan dijual olehnya; sistem Peduli Lindungi dibobol dan pelaku membuat serta menjual sertifikat vaksinasi palsu; server Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) yang dikelola Kemkominfo lumpuh akibat Brain Cipher Ransomware hingga ratusan instansi pusat dan daerah terdampak.

Disertai dengan data dari beberapa sumber, statement tersebut adalah benar adanya. Sistem keamanan data yang lemah inilah yang menimbulkan banyak kerugian. Akibat yang ditimbulkan adalah mulai dari kerugian secara finansial apabila data yang telah bocor jatuh ke tangan orang yang salah (penipu); jalannya suatu kegiatan akan terhambat; kerugian reputasi suatu instansi, negara, atau golongan tertentu; kerugian psikologis karena dapat menciptakan rasa khawatir. Hal tersebut menyangkut spionase dan sabotase data yang merupakan ancaman nonmiliter sehingga perlu mendapatkan perhatian khusus karena dapat menurunkan nilai integritas suatu bangsa dan menghilangkan kredibilitas bangsa.

Salah satu faktor yang mengakibatkan lemahnya sistem keamanan data suatu negara adalah Human Error. Human Error, yaitu kurangnya pengetahuan, perhatian atau kelalaian dalam menjaga keamanan data. Sebagai generasi muda, kita tentu harus memahami akan pentingnya keamanan dan perlindungan informasi pribadi. Kita harus turut andil dalam menciptakan sistem keamanan data yang unggul untuk menekan angka peretasan. "Apakah kalian akan tutup mata, tutup mulut, tidak peduli dengan apa yang terjadi? Atau kalian akan mengepalkan tangan ke udara, lawan!" (Tere Liye, 2024). Dengan adanya hasrat tersebut, kita dapat membangun generasi-generasi muda yang berkompeten.

Salah satu penyelesaian masalah tersebut adalah dengan menciptakan program national cyber security course, yang nantinya bekerja sama dengan pemerintah untuk menambah dan memastikan kualitas lulusan di setiap kampus yang ada jurusan Ilmu Komputer, Teknik Informatika, Sistem Informasi, dan sebagainya. Hal tersebut bertujuan untuk mencetak lulusan-lulusan yang berkompeten dan sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan oleh pemerintah saat ini. Dengan demikian, Indonesia akan memiliki banyak tim support yang mampu mengoperasionalkan berbagai fitur security sehingga dapat menekan angka peretasan. Karena sejatinya yang dibutuhkan Indonesia sekarang adalah kualitas dari tim operasional, bukan hanya kuantitasnya. Perilaku untuk jangka dekat yang bisa kita lakukan adalah membangun kesadaran diri akan penyebaran data pribadi yang harus disaring kembali dan mengembangkan potensi diri secara maksimal. Ada satu ungkapan yang menyatakan bahwa "hidup yang tidak dipertaruhkan tidak akan dimenangkan", oleh karena itu, marilah kita berkomitmen untuk berani mempertaruhkan apa yang kita miliki untuk menghasilkan berbagai program hebat bagi kemajuan Indonesia!

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image