Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image ani rotul

Menelusuri Kedalaman Kepercayaan Tradisional Jawa

Kultura | 2024-12-23 14:37:34

Jika mendengar kata Kejawen, banyak orang akan langsung mengaitkannya dengan hal-hal mistik hingga tata krama khas masyarakat Jawa. Benar, budaya Kejawen adalah bagian tak terpisahkan dari masyarakat Jawa, yang mencerminkan keseimbangan antara pandangan hidup, kepercayaan, dan praktik spiritual yang telah ada sejak zaman kuno. Kejawen bukan sekadar kepercayaan atau agama, melainkan sebuah sistem nilai yang mengajarkan keseimbangan antara manusia, alam, dan Tuhan. Budaya ini berakar dari kepercayaan animisme dan dinamisme, serta terpengaruh oleh berbagai ajaran agama seperti Hindu, Buddha, dan Islam yang masuk ke Jawa selama berabad-abad.

Salah satu ajaran utama dalam Kejawen adalah Tri Hita Karana, yaitu ajaran yang menekankan tiga hubungan penting: hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan sesama, dan hubungan manusia dengan alam. Selain itu, dalam ajaran kejawen terdapat konsep Manunggaling Kawula Gusti, yang berarti penyatuan antara manusia dengan Tuhan. Manusia dipandang sebagai bagian dari Tuhan, dan pencapaian spiritual yang tinggi adalah dengan semakin mendekatkan diri kepada-Nya. Penghayat kepercayaan kejawen mempunyai kepekaan emosi yang lebih matang dibandingkan dengan orang yang tidak menganut kepercayaan karena penghayat kepercayaan kejawen hidup dengan penghayatan batin, sehingga lebih sensitive dalam menyikapi kejadian-kejadian gaib dan membaca tanda perkembangan jaman (Suwardi, n.d. dalam Agnes Tutut Setianingsih et al., 2022).

Bagi masyarakat Jawa, ada keterkaitan antara mistik kejawen, kebatinan, dan kepercayaan. Kepercayaan adalah paham yang terjalin dalam adat-istiadat sehari-hari dari berbagai suku yang mempercayai apa yang dipercayai nenek moyangnya. Menurut Wongsonegoro (Ilyas dan Imam. 1988:11) kebatinan merupakan bentuk kebaktian kepada Tuhan Yang Maha Esa menuju tercapainya budi luhur dan kesempurnaan hidup. Adapun mistik kejawen, adalah pelaku budaya Jawa yang berusaha mendekatkan diri kepada Tuhan. Hal ini menunjukkan bahwa, mistik kejawen, kepercayaan, dan kebatinan adalah tiga kultural yang saling melengkapi (Endraswara, 2018).

Ditengah arus modernisasi yang sangat kuat pada saat ini, tidak membuat penghayat kepercayaan kejawen kehilangan eksistensinya. Hal ini dapat dilihat dari mayoritas penduduk di Indonesia yang dalam praktik keagamannya masih menyelipkan ajaran kejawen meskipun penduduk di Indonesia mayoritas beragama islam. Sehingga muncul salah satu istilah yaitu Islam Kejawen yang merupakan hasil akulturasi agama islam dengan kepercayaan kejawen (Agnes Tutut Setianingsih et al., 2022).

Salah satu daerah di Indonesia yang masih banyak menerapkan budaya Islam Kejawen adalah Kesultanan Yogyakarta yang hingga kini dijadikan sebagai pusat kebudayaan Jawa, karena memang masyarakatnya yang memeluk agama Islam Jawa dengan sifat sinkretis, yaitu perpaduan antara budaya Jawa dan ajaran agama Islam. Selain itu Keraton Yogyakarta juga digunakan sebagai simbol identitas Jawa khususnya bagi masyarakat Yogyakarta. Contoh dari beberapa tradisi yang masih dilakukan masyarakat adalah :

1. Upacara Sekaten

Upacara Sekaten adalah upacara yang digunakan untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW, yang diselenggarakan di alun-alun utara keraton (istana) Jawa, setiap tanggal 12 Maulud. Hingga sekarang upacara itu masih diselenggarakan oleh tiga kraton di Jawa, yakni karaton Yogyakarta, Surakarta, dan Cirebon. Upacara Sekaten sudah berlangsung selama ratusan tahun, dan diselenggarakan pertama kali sejak jaman Kerajaan Demak atau kerajaan Islam pertama di Jawa (Sutiyono, 2013:5). Rangkaian dari upacara ini juga merupakan pemenuhan segala kebutuhan yang mempunyai makna simbolis. Artinya masyarakat Jawa selalu menjaga keseimbangan dalam kehidupannya untuk menciptakan kesejahteraan dan kedamaian serta terhindar dari segala mara bahaya dan ancaman (Munna & Ayundasari, 2021).

2. Grebeg Muludan

Meskipun Grebeg Muludan merupakan upacara yang masih menggunakan cara animisme-dinamisme, namun dalam nilai segi Islam, upacara ini dilakukan sebagai bentuk wujud syukur atas nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT, dan terus mendekatkan diri kepada Tuhan. Upacara ini biasanya dilaksanakan pada tanggal 12 bulan Maulud (Rabiul Awal), yang dilakukan untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Selain itu, masih banyak lagi tradisi-tradisi yang dilakukan masyarakat Jawa seperti mintoni, kenduri, ruwatan, nyadran, tedak sinten dan lainnya. Kepercayaan kejawen tidak boleh tergerus oleh derasnya arus modernisasi. Peran pemerintah dan masyarakat untuk menjaga nilai, norma serta semangat dari ajaran-ajaran luhur ini sangatlah penting, mengingat tingginya keyakinan dan kepercayaan masyarakat terhadap yang kuasa.

Referensi:

Endraswara, D. R. S. (2018). Mistik Kejawen (M. H. Prof. DR. Suwardi Endraswara, Ed.; book). Media Pressindo.

Munna, U. L., & Ayundasari, L. (2021). Islam Kejawen: Lahirnya akulturasi Islam dengan budaya Jawa di Yogyakarta. Jurnal Integrasi Dan Harmoni Inovatif Ilmu-Ilmu Sosial, 1(3), 317–325. https://doi.org/10.17977/um063v1i3p317-325

Penghayat Kepercayaan Kejawen Di Tengah Arus Modernisasi Agnes Tutut Setianingsih, E., Kumala Asri Drakel, J., & Tri Octavina, M. (2022). The Indonesian Journal of Social Studies (Vol. 6, Issue 2). https://journal.unesa.ac.id/index.php/jpips/index

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image