Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Trimanto B. Ngaderi

Orang Jawa yang nJawani

Rembuk | Sunday, 26 Jun 2022, 14:39 WIB

ORANG JAWA YANG “nJAWANI

Apa sih identifikasinya seseorang dikatakan sebagai orang Jawa?

Apa sih indikasinya seseorang disebut sebagai orang Jawa?

Ciri-ciri atau atribut apa saja yang menampakkan seseorang itu beretnis Jawa?

Atau karakter seperti apa seseorang layak diakui sebagai orang Jawa?

Barangkali saat ini cukup susah untuk mengidentifikasi apakah seseorang itu orang Jawa atau bukan, terlebih mereka yang tinggal di kota-kota besar.

v Kalau dari pakaiannya, saat ini tak ada lagi yang memakai pakaian adat khas Jawa. Paling banter mereka mengenakan pakaian Jawa pada momen-momen tertentu saja, seperti resepsi pernikahan, festival budaya, karnaval 17 Agustus, atau bagi pegawai saat hari tertentu.

v Kalau dari rumahnya, sekarang Orang Jawa lebih suka memiliki rumah tembok, walaupun kecil tapi bagus dan modern. Rumah joglo khas Jawa sudah hampir punah. Rumah joglo hanya ada di keraton Jawa, restoran etnik, atau kantor pemerintahan tertentu.

v Kalau dari adat-istiadat dan seni-budaya, sekarang adat-istiadat dan budaya Jawa saat ini sudah banyak ditinggalkan. Sekalipun dipakai hanya pada acara-acara tertentu saja.

v Kalau dari tulisan atau huruf Jawa, ha-na-ca-ra-ka dst sebagai huruf Jawa tak pernah digunakan lagi, kecuali hanya sekedar sebagai mata pelajaran di sekolah, sebatas sebagai pengetahuan semata.

v Kalau dari bahasanya, barangkali inilah satu-satunya peninggalan orang Jawa yang masih digunakan sampai hari ini. Walaupun bahasa Jawa yang sekarang sudah banyak terpengaruh oleh bahasa daerah lain, bahasa nasional, dan juga bahasa asing.

Terkait dengan bahasa, banyak generasi muda Jawa saat ini yang kurang pandai berbahasa Jawa secara baik dan benar, terlebih bahasa Jawa pada level “krama inggil”, yaitu level bahasa yang digunakan kepada orang yang lebih tua, orang yang dihormati, atau golongan priyayi (bangsawan). Tak jarang mereka menggunakan bahasa Jawa yang terkadang dicampur dengan bahasa Indonesia, terutama mereka yang tinggal di kota.

Alhamdulillah, saya pribadi walau sudah merantau selama +/- 15 tahun tapi saya masih bisa berbahasa Jawa secara baik dan benar, termasuk menggunakan bahasa Jawa krama inggil (halus). Dalam acara-acara rutin tingkat RT atau tingkat desa, ketika diminta berbicara di depan khalayak, saya masih fasih berbahasa Jawa halus. Termasuk ketika sesekali saya diminta menjadi MC resepsi pernikahan atau pengajian yang mengharuskan menggunakan bahasa Jawa.

Gambar: https://geotimes.id

Melestarikan Budaya

Salah satu tugas generasi muda yaitu melestarikan budaya leluhurnya. Sebagai orang yang terlahir di daerah Jawa atau terlahir dari orang tua Jawa, setiap kita memiliki tanggung jawab untuk melestarikan budaya milik kita. Budaya yang baik mari kita lestarikan, sedangkan budaya yang tidak baik memang sebaiknya kita tinggalkan.

Boleh-boleh saja kita mengadopsi budaya dari daerah lain atau bahkan dari negara lain, tapi jangan sampai melupakan budaya milik sendiri. Budaya asing tidak boleh kita telan mentah-mentah, harus difilter terlebih dahulu. Di sisi lain, kita harus bangga dengan budaya sendiri, kita harus menghargai dan menghormati budaya sendiri.

Jangan sampai baru beberapa tahun merantau ke kota besar, pulang ke desa pura-pura sudah tidak bisa berbahasa Jawa lagi. Atau bekerja ke luar negeri, pulang-pulang gayanya sudah seperti bule. Tampak seperti orang yang kehilangan identitas.

Padahal yang terbaik adalah di mana pun kita berada, karakter dan identitas kita sebagai etnis tertentu tidaklah boleh hilang. Sebab, identitas bawaan (dari lahir) sebenarnya tak pernah benar-benar bisa hilang. Ia akan terus melekat sepanjang hidup kita, sekalipun kita telah hidup di rantau puluhan tahun, walaupun kita telah menetap di luar negeri dalam waktu yang lama.

Jadilah oran Jawa yang “nJawani”, yaitu orang Jawa yang menampakkan tanda-tanda (ciri-ciri) bahwa dia adalah orang Jawa.

Begitu pun berlaku bagi mereka oran Sunda, Madura, Minangkabau, Mandailing, Makassar, dll.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image