Euforia: Pacaran dalam Perspektif Biologi
Humaniora | 2024-12-20 15:25:12Asmara dan Biologi: Mengapa Kimia Itu Penting Dalam Hubungan Asmara Mereka mengatakan bahwa pacaran adalah satu langkah dalam kehidupan seorang remaja. Hubungan asmara selalu penuh keterkejutan dan kejutan dan adalah bagian dari konsep cinta sejati. Namun, hampir tidak ada yang berpikir bahwa ada biologi yang terkait dengan berapa banyak anda suka seseorang atau tidak.
Daya Tarik Kimia dalam Pacaran
Salah satu hal yang paling menonjol di dalam pacaran adalah daya tarik antara dua individu. Jika kita berbicara untuk memahami 'ketertarikan' orang lebih banyak berspekulasi tentang kecocokan kepribadian atau keelokan fisik. Akan tetapi, ketertarikan yang tidak kita lihat atau rasakan dengan disadari berlangsung di luar hal-hal tersebut. Ada faktor biologi yang lebih besar dan jauh lebih mendalam kepada peran keberadaannya, yang berasal dari reaksi kimia dalam tubuh kita.
Ketika seseorang merasa tertarik pada orang lain, tubuh kita mulai melepaskan sejumlah hormon yang mempengaruhi perasaan ini. Hormon yang paling berperan dalam konteks ini adalah dopamin, juga disebut “hormon kebahagiaan.” Ketika seseorang jatuh cinta atau merasa tertarik pada seseorang, tingkat dopamin dalam tubuh meningkat dan ini secara langsung membuat kita lebih bahagia dan sedikit di dalam persen mengubah suasana hati kita menjadi sesuatu yang lebih positif. Dopamin memungkinkan kita merasakan euforia, sehingga kita melakukannya ketika bertemu dengan orang yang kita sukai.
Selain itu, tidak hanya hormon ini yang terlibat. Terdapat oksitosin, yang biasa disebut sebagai “hormon pelukan” atau “hormon cinta”. Oksitosin dilepaskan saat kita berpelukan, berpegangan tangan, atau berinteraksi secara fisik dengan pasangan. Oksitosin bertanggung jawab atas hambatan emosional antar dua orang. Oleh karena itu, ketika pasangan secara konstan berusapan, Anda merasa jauh lebih damai dan jauh lebih nyaman. Oksitosin tidak hanya menghasilkan keinginan atas sentuhan fisik, namun membantu dalam mendirikan kepercayaan.
Terlebih serotonin yang mengontrol suasana hati dan emosi kita. Saat bersama kekasih tercinta, serotonin mengikat perasaan dan hubungan. Ketiga hormon ini — dopamin, oksitosin, dan serotonin — bersatu untuk membuat hubungan menjadi emosional. Ketiga hormon ini tidak hanya membuat bahagia atau merasa senang, namun juga membuat pasangan kita tetap nyaman dan dekat dengan kita.
Kecocokan Genetik: Pemilihan Pasangan yang Tidak Disadari
Namun, yang lebih terkait dengan biologi ketimbang hormon adalah pencocokan antargen. Ini adalah ide yang berkaitan dengan bagaimana tubuh kita secara tidak sengaja memilih pasangan yang kekebalan tubuhnya kurang. Biologi evolusi mengungkapkan bahwa kita tertarik pada mereka yang memiliki pola genetik yang tidak biasa, khususnya, suatu bentuk sistem kekebalan yang disebut MHC (Major Histocompatibility Complex).
Pencocokan genetik bekerja karena alasan evolusi yaitu menjaga keturunan tetap sehat. Ketika dua individu yang berbeda dalam gen MHC berpasangan, keturunan keduanya akan memiliki kekebalan yang lebih besar dan lebih siap untuk melawan infeksi. Ini adalah seleksi alam yang bekerja secara rahasia dalam hubungan romantis. Kita mungkin tidak tahu bahwa kita lebih tertarik pada orang yang baunya "cocok" dengan kita. Ini adalah efek dari perjodohan genetik yang bahkan tidak kita sadari.
Pacaran: Emosi, Insting dan Biologi
Meskipun bagi banyak orang cinta dalam konteks hubungan romantis adalah hubungan; emosional dan komunikatif, ada biologi di belakang cinta yang tumbuh dan terjalin antara dua individu. Secara biologis, getaran batin dan kimia secara harfiah mendiktekan kepada kita bagaimana kita tertarik atau jatuh cinta dengan individu itu. Hal itu tidak bersifat relatif bahwa hubungan yang sehat dan harmonis biologis saja.
Pada waktu yang sama, cinta bukanlah satu-satunya hal yang dapat membuat kita mencintai. Perasaan, interaksi, dan prinsip merupakan aspek yang jauh lebih mendasar dan krusial untuk menjalin hubungan. Selanjutnya, cabang psikobiologi atau genetika menggambarkan alasan di balik ketertarikan atau perasaan cinta terhadap seseorang. Namun, untuk mempertahankan hubungan seperti itu, dibutuhkan lebih dari sekerdar cinta secara biologis. Kedua individu perlu berupaya secara proaktif untuk saling memahami, mendukung, dan berkomunikasi.
Kesimpulan: Biologi dan Cinta keduanya berperan bersama
Pacaran benar-benar merupakan kombinasi dari faktor emosional dan biologis. Biologi, dalam bentuk hormon dan faktor pencocokan genetik, menjelaskan sebagian besar dari bagaimana kita merasa tertarik atau terikat kepada pasangan kita. Tapi, itu tidak jauh daripada semua yang ada padanya. Emosi, komunikasi, dan pentingnya usaha untuk menjaga hubungan tetap sehat adalah faktor penentu yang sama dalam keputusan tentang apakah hubungannya akan bertahan atau tidak.
Maka tak heran, akhirnya hubungan pacaran merupakan soal lebih dari zat-zat kimiawi pada tubuh kita. Memang benar, biologi menawarkan fungsi daya tarik dan koneksi fisik. Namun, itu tidak cukup untuk membangun hubungan yang jangka panjang dan berkelanjutan. Cinta sejati tidak hanya bergerak oleh hormon namun juga senyawa perasaan yang timbal-menimbai hormon, diikuti sikap saling menghargai satu sama lain, komunikasi yang terbuka, serta kemampuan pertumbuhan bersama.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.