Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dhevy Hakim

Bangunan Sekolah Tidak Layak, Bagaimana dengan Kualitas Pendidikan Anak?

Info Terkini | 2024-12-20 06:13:33

Bangunan Sekolah Tidak Layak, Bagaimana dengan Kualitas Pendidikan Anak?

Oleh : Dhevy Hakim

Anggaran pendidikan pada pemerintahan baru disebut-sebut oleh Presiden Prabowo Subianto sebagai anggaran pendidikan Indonesia menjadi anggaran yang terbesar sepanjang sejarah. Presiden Prabowo dengan bangga menyebutkan anggaran pendidikan tahun 2025 sebesar Rp724,3 triliun atau 20% dari APBN.

Pada puncak peringatan Hari Guru Nasional 2024 di Rawamangun, Jakarta (28/11/2024) presiden juga menyebutkan sebanyak Rp17,15 triliun anggaran pendidikan digunakan untuk rehabilitasi dan renovasi 10.440 sekolah rusak di seluruh Indonesia, baik negeri maupun swasta. Bahkan, anggaran tersebut akan dimanfaatkan juga untuk pengadaan televisi (TV) di setiap sekolahan.

Wakil Menteri Pekerjaan Umum Diana Kusumastuti memerinci target program tersebut meliputi 9.300 sekolah dan 2.120 madrasah pada satuan pendidikan TK, SD, SMP, SMA/SMK, SLB, dan SKB, baik negeri maupun swasta. Adapun ruang lingkup renovasi dan rehabilitasi sekolah tersebut meliputi rehabilitasi pada ruang kelas dan non ruang kelas. Kebijakan tersebut merupakan upaya dalam meningkatkan pendidikan yang bermutu dan merata pada tahun 2025.

Pendidikan sebagai pencetak generasi unggul penerus bangsa rupanya dari sisi kondisi fisik sekolah masih mengalami problem. Dalam laporan BPS bertajuk Statistik Pendidikan 2024, pada Tahun Ajaran 2023/2024 terdapat 148.758 unit sekolah SD, 42.548 SMP, 14.445 SMA, dan 14.252 SMK di Indonesia. Menurut laporan tersebut, proporsi ruang kelas yang kondisinya baik hanya 40,76% untuk SD, 51,28% SMP, 61,58% SMA, dan 64,34% SMK. Kerusakan ringan, sedang, hingga parah terbanyak ada pada bangunan SD yakni sebanyak 48,71% rusak ringan/sedang, dan 10,52% rusak berat.

Apabila ditotal, jumlah bangunan sekolah dari SD, SMP, SMA, dan SMK yang rusak mencapai 119.876 bangunan. Namun program renovasi sekolah dengan tujuan pemerataan patut dipertanyakan mengingat yang menjadi sasaran renovasi hanya sebanyak 10.440 bangunan alias hanya 8,7% saja. Bahkan jumlah tersebut tidak mampu memperbaiki seluruh bangunan SD yang mengalami rusak parah alias tidak layak digunakan, yang jumlahnya mencapai 15.649 bangunan.

Banyaknya bangunan sekolah tidak layak menjadi salah satu indikasi kurangnya kepedulian negara terhadap generasi baik dalam hal keselamatan siswa, kenyamanan belajar, kegiatan belajar. Sekolah sebagai tempat belajar siswa yang menunjang proses belajar mengajar semestinya mendapatkan perhatian yang lebih. Jika kondisi sekolah bagus tentunya berpengaruh pada kualitas belajar, keselamatan anak, motivasi dalam proses belajar mengajar dan tentunya berpengaruh pada kualitas pendidikan. Namun, kenapa kondisi sekolah di negeri ini banyak yang kondisinya tidak layak?

Tidak dipungkiri kenyataan ini terjadi disebabkan adanya konsep yang tidak tepat, yakni memandang pendidikan sebagaimana komoditas yang diperjualbelikan. Jika ingin sekolah yang berkualitas silahkan mencari sekolah yang mahal. Akibatnya, hanya segelintir orang yang mampu mengakses pendidikan dengan layak. Amanat undang-undang yang menyatakan pendidikan adalah hak semua warga negara, nyatanya saat ini belum dirasakan.

Selain itu sistem kapitalisme yang diadobsi juga telah merubah posisi Negara hanya sebatas regulator saja, sehingga negara hanya sebatas membuat regulasi dan mengatur saja. Padahal dengan sistem politik demokrasi yang dipakai pada akhirnya ada simboisis mutualisme antara penguasa dan pengusaha. Walhasil, regulasi yang dikeluarkan sering kali lebih berpihak pada pengusaha bukan kepentingan dan kebutuhan rakyat.

Berbeda dengan konsep pendidikan dalam islam. Islam menganggap ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim.” (HR Ibnu Majah).

Oleh karenanya islam juga mensyariatkan bahwa pendidikan adalah kebutuhan pokok publik sehingga wajib bagi Negara untuk menjamin terlaksanya pendidikan secara maksimal termasuk dalam hal ini memberikan fasilitas pendidikan bukan sekadar tapi pelayanan secara maksimal.

Secara historis dan empiris hal ini sudah terbukti memberikan kontribusi positif bagi sejarah umat dunia. Salah satunya adanya Baitul Hikmah, yakni lembaga keilmuan paling terkenal dalam sejarah kejayaan Islam. Baitul Hikmah didirikan pada masa Khalifah Harun Al-Rasyid dan kemudian dikembangkan oleh putranya, Khalifah Al-Makmun pada masa Khilafah Abbasiyah di Baghdad pada abad ke-8. Saat itu Baitul Hikmah adalah pusat penerjemahan, penelitian, dan pendidikan yang sangat dibutuhkan dunia.

Perpustakaan Baitul Hikmah memuat ribuan manuskrip dan buku yang meliputi berbagai disiplin ilmu, termasuk matematika, astronomi, kedokteran, filsafat, dan ilmu alam. Selain perpustakaan, Baitul Hikmah pun menjadi pusat penerjemahan buku-buku karya orang-orang hebat dan sekaligus menjadi pusat penelitian dan inovasi.

Ilmuwan-ilmuwan seperti Al-Kindi, Al-Farabi, dan Ibnu Sina (Avicenna) bekerja dan menulis banyak karya penting di sini. Al-Khawarizmi, seorang matematikawan muslim terkenal, menulis buku-buku yang menjadi dasar bagi perkembangan aljabar dan algoritma. Konsep aljabarnya menjadi dasar ilmu komputer modern saat ini. Sedangkan Ibnu Sina menulis buku The Canon of Medicine, yang menjadi buku referensi utama dalam ilmu kedokteran modern saat ini.

Dengan demikian dibutuhkan konsep yang benar untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Pemerintah harus mengambil langkah serius untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan menyediakan lingkungan belajar yang nyaman dan aman dengan mengadobsi konsep yang benar. Hanya dengan demikian, kita dapat menciptakan generasi yang cerdas dan berkualitas. Wallahu a’lam

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image