Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dhevy Hakim

Anggaran Makan Bergizi Gratis Turun, Akankah Sesuai Harapan?

Politik | 2024-12-20 05:15:06

Anggaran Makan Bergizi Gratis Turun, Akankah Sesuai Harapan?

Oleh : Dhevy Hakim

Pemerintah baru-baru ini mengumumkan terkait dengan anggaran dana program makan bergizi gratis (MBG) untuk anak-anak dan ibu hamil. Alokasi dana pada tahun depan (2025) sebesar Rp71 triliun atau jika diwujudkan dalam penyedian makanan per posinya adalah Rp10 ribu per hari. Sedangkan sebelumnya yang disampaikan ke publik adalah Rp15 ribu per porsi setiap harinya.

Keputusan anggaran ditetapkan Presiden Prabowo dengan pertimbangan penyesuain anggaran. Selain itu didasarkan pada data, Prabowo menjelaskan rata-rata keluarga dengan kondisi menengah ke bawah memiliki tiga hingga empat anak. Jika dihitung maka setiap keluarga akan menerima dukungan makan bergizi gratis sebesar Rp30—40 ribu per hari atau dalam sebulan bisa sampai Rp2,7 juta. Namun, Presiden meyakini dengan adanya bantuan lain dari pemerintah seperti bansos dan PKH, pemerintah sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menjamin kesejahteraan rakyat.

Sedangkan menurut Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi, penurunan anggaran tersebut didasarkan pada uji coba program MBG dengan anggaran senilai Rp10 ribu per porsi yang sudah dilakukan hampir setahun ini di berbagai daerah. Pemerintah mengeklaim bahwa untuk memenuhi kebutuhan 600-700 kalori per sajian, harga maksimal dapat ditetapkan sebesar Rp10 ribu. Anggaran Rp10 ribu per porsi dianggap sudah menyajikan makanan yang cukup bermutu dan bergizi.

Namun, benarkah realitanya anggaran sepuluh ribu rupiah mampu menyajikan menu yang bermutu dan bergizi sesuai harapan untup mempersiapkan generasi emas di masa mendatang?

Program makan bergizi gratis pada awalnya adalah program makan siang dan susu gratis sebagai janji kampane pasangan capres-cawapres Prabowo-Gibran pada pilpres kemarin. Saat itu, Tim Pakar Prabowo-Gibran menjelaskan bahwa pogram makan siang dan susu gratis menargetkan 82,9 juta anak sekolah dan pesantren di seluruh Indonesia. Sedangkan untuk anggaran berdasarkan simulasi serta perencanaan program tersebut akan membutuhkan biaya dalam skala penuh hingga Rp450 triliun per tahun. Artinya program MBG sudah berubah dari perencanaan awal.

Turunnya anggaran yang jauh dari apa yang dijanjikan membuat masyarakat kian sangsi dengan program MBG. Sebab sangat logis bukan jika anggarannya turun tentunya variasi makanan dan akses terhadap sumber nutrisi utama seperti protein, sayuran, dan buah-buahan juga akan berbeda. Terlebih lagi, target perbaikan gizi makin tidak realistis di tengah tingginya inflasi dan naiknya harga bahan pangan. Belum lagi adanya perbedaan harga kebutuhan pokok yang sangat tinggi antara di Jawa dengan wilayah di luar Jawa.

Peneliti dari Institute for Demographic and Affluence Studies (IDEAS), Muhammad Anwar juga menyatakan bahwa alokasi MBG sebesar Rp10 ribu/orang tidak sesuai untuk memenuhi kebutuhan gizi harian yang layak. Menurut simulasi dari IDEAS, rata-rata biaya untuk memenuhi kebutuhan gizi dalam satu porsi makanan yang seimbang biasanya berkisar antara Rp20—30 ribu. Anggaran ini mencakup beberapa komponen penting, seperti satu porsi nasi yang umumnya harganya antara Rp3.000—5.000, lauk utama seperti ayam, ikan, atau daging yang memerlukan biaya sekitar Rp10.000—15.000, serta sayuran yang membutuhkan tambahan sekitar Rp5.000. Walhasil, jika pemerintah hanya menganggarkan Rp10 ribu per porsi per hari maka pemberian makanan bergizi jauh dari harapan.

Jika diuraikan akar persoalannya adalah pada kesalahan sistemis yakni persoalan anggaran dana yang sejujurnya kurang dan bahkan dimungkinkan tidak ada anggaran mengingat utang tang luar negeri (ULN) per Agustus 2024 Indonesia capai US$ 425,1 miliar atau sekitar Rp 6.617 triliun. Tidak kaget jika berita yang bermunculan untuk menyukseskan pogram MBG mencari pinjaman lagi. Padahal jika tata kelola sumber daya alam di negeri ini dilakukan dengan baik, tidak mengambil konsep kapitalisme yakni menswastanisasi sumber daya alam yang ada, sesungguhnya pendapatan negara sangatlah banyak.

Oleh karenanya untuk menyelesaikan masalah kecukupan gizi dan bebas dari kekurangan gizi seperti stunting sejatinya memerlukan analisis dari aspek keilmuan, juga solusi secara sistemis seperti kesiapan anggaran dana. Wallahualam bissawab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image