Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Wafa Izzati

Bisakah Korban Pelecehan Seksual Memaafkan Pelaku?

Eduaksi | 2024-12-19 23:04:08

Pada zaman sekarang sedang marak terjadi pelecehan seksual dimana-mana, baik secara verbal maupun non-verbal, kebanyakan yang menjadi korban atau target pelecehan adalah perempuan mulai dari usia anak-anak hingga dewasa. Apalagi kebanyakan orang mewajarkan tindakan pelecehan tersebut atau bahkan malah menyalahkan korban dengan mengatakan “Toh, si korban juga mau”, “Salah si korban siapa suruh pake baju begitu!”, “Halah, cuma digituin doang”. Pertanyaan nya apakah hal tersebut dapat dimaafkan? Nah, artikel ini akan membahas apakah bisa korban memaafkan pelaku pelecehan seksual serta bagaimana cara agar korban bisa memaafkan pelaku pelecehan seksual.

Mungkinkah Korban Memaafkan Pelaku Pelecehan Seksual

Pada penelitian (Yudha et al., 2017) menjelaskan bahwa beberapa korban bisa memaafkan pelaku pelecehan karena hal tersebut bisa menjadi salah satu cara agar korban bisa menghilangkan trauma yang dialaminya serta membuat hidupnya tersa lebih damai. Setiap korban memiliki proses dan waktu yang berbeda-beda untuk bisa memaafkan. Nah, menurut Enrigt & North (dalam Worthington, 1998) korban bisa memaafkan pelaku dengan beberapa tahapan berikut ini.

1. Fase Mengungkap (Uncovering) Pada tahap ini, kita mulai menyadari dan mengakui luka yang telah kita alami. Ini mirip dengan membuka kotak yang berisi kenangan pahit. Kita mungkin merasakan berbagai emosi seperti marah, sedih, kecewa, atau bahkan bingung. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan adalah:

o Menulis jurnal: Mencatat perasaan dan pikiran kita dapat membantu kita memahami diri sendiri dengan lebih baik.

o Berbicara dengan orang terpercaya: Berbagi cerita dengan teman atau keluarga dapat memberikan dukungan emosional yang dibutuhkan.

o Konseling: Seorang terapis dapat membantu kita mengelola emosi yang kompleks.

2. Fase Memutuskan (Decision) Setelah kita memahami luka yang dialami, kita dihadapkan pada pilihan untuk memaafkan atau tidak. Ini adalah keputusan yang sulit namun sangat penting. Kegiatan yang bisa dilakukan meliputi:

o Menimbang pro dan kontra: Penting untuk mempertimbangkan dampak keputusan kita terhadap diri sendiri dan orang lain.

o Berdoa atau meditasi: Meminta bimbingan dari kekuatan yang lebih tinggi dapat membantu kita menemukan jawaban yang tepat.

o Mencari dukungan spiritual: Agama atau keyakinan spiritual dapat memberikan perspektif yang berbeda mengenai pengampunan.

3. Fase Bekerja (Working) Memutuskan untuk memaafkan adalah langkah awal yang penting. Pada fase ini, kita mulai membangun jembatan menuju penyembuhan. Kegiatan yang dapat dilakukan antara lain:

o Berlatih empati: Mencoba memahami perspektif orang yang menyakiti kita dapat membantu melepaskan amarah.

o Mengubah pola pikir: Mengganti pikiran negatif dengan pikiran positif dapat mengubah cara kita memandang situasi.

o Melakukan tindakan kebaikan: Melakukan kebaikan, baik untuk diri sendiri maupun orang lain, dapat meningkatkan perasaan positif.

4. Fase Pendalaman (Deepening) Setelah melewati proses yang panjang, kita akhirnya mencapai fase pendalaman. Pada tahap ini, kita merasakan kedamaian dan kebebasan yang luar biasa. Beberapa perasaan yang mungkin muncul adalah:

o Merasa lebih bebas: Beban emosi yang selama ini kita bawa terasa hilang.

o Merasa lebih damai: Perasaan marah, sedih, dan kecewa mulai berkurang.

o Merasa lebih kuat: Kita menyadari bahwa kita mampu mengatasi kesulitan dan menjadi pribadi yang lebih baik.

Perlu diingat bahwa proses pengampunan adalah unik bagi setiap individu. Tidak ada waktu yang pasti untuk menyelesaikan setiap fase. Yang penting adalah kamu mau berusaha dan tidak menyerah. Memaafkan bukanlah berarti melupakan atau membenarkan tindakan yang menyakitkan. Memaafkan adalah hadiah yang kita berikan kepada diri sendiri.

Referensi

Yudha, I & Tobing, David. (2018). DINAMIKA MEMAAFKAN PADA KORBAN PELECEHAN SEKSUAL. Jurnal Psikologi Udayana. 4. 435. 10.24843/JPU.2017.v04.i02.p18.

Enright, R., & North, J. 1998. Exploring forgiveness. New York: The University of Wisconsin Press.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image