PPN Menjadi 12, Apa Dampak Bagi Masyarakat?
Info Terkini | 2024-12-19 20:50:41Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021, pajak didefinisikan sebagai setoran yang sifatnya wajib yang dibayarkan warga negara atau wajib pajak ke negara, tanpa adanya manfaat langsung, yang digunakkan untuk kesejahrteraan masyarakat dan keperluan negara. Dari sekian jenis pajak di Indonesia, terdapat pajak pertambahan nilai (PPN). PPN adalah pajak yang dipungut atas seluruh transaksi penjualan/pembelian yang dilakukan oleh wajib pajak baik orang pribadi maupun badan yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak.
Ketika pajak meningkat pada barang dan jasa, masyarakat akan merasakan dampaknya secara langsung. Bagi pembeli, harga barang dan layanan yang mereka beli akan naik, dan akan mengurangi kemampuan mereka untuk membeli barang dan jasa. Standar hidup dapat dipengaruhi oleh hal ini, terutama bagi orang-orang di kelas menengah ke bawah, yang lebih rentan terhadap perubahan harga. Jika pajak terus mengalami kenaikan, itu dapat meningkatkan biaya yang diperlukan untuk kebutuhan sehari-hari seperti transportasi, makanan, dan kebutuhan lainnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan mengajukan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai dari 10% menjadi 11% yang kemudian disetujui oleh Presiden. Pajak pertambahan nilai sendiri rencananya akan dinaikkan lagi menjadi 12% paling lambat tanggal 1 Januari 2025 sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan. Menurut (Liyana, 2023) kenaikan PPN menyebabkan dampak bagi perekonomian masyarakat terutama terhadap kenaikan harga-harga barang. Namun, tidak seluruh barang/jasa dikenakan PPN, khususnya bahan pokok seperti jagung, cabai, beras, telur, garam, jagung, hingga buah dan sayur dan yang dijual di pasar tradisional (tidak termasuk produk dan bahan pokok premium).
Bagi pelaku bisnis biaya operasional perusahaan dapat dipengaruhi oleh kenaikan pajak 12%. Untuk mengatasi biaya tambahan ini, banyak pebisnis mungkin menaikkan harga produk mereka atau mengurangi kualitas layanan mereka. Kalau perusahaan besar, mereka lebih mampu menanggung biaya tambahan ini, meskipun berdampak pada margin keuntungan perusahaan mereka, sementara bisnis kecil atau perusahaan kecil mungkin mengalami kesulitan untuk bertahan. Selain itu, kenaikan pajak dapat mengganggu investasi dan pertumbuhan bisnis.
Secara keseluruhan, meskipun kenaikan pajak sebesar 12% mungkin diperlukan untuk mendukung pembangunan, kebijakan ini harus dilakukan dengan pendekatan yang lebih rasional dan mempertimbangkan kondisi sosial-ekonomi masyarakat sehingga tidak berdampak negatif pada kualitas hidup banyak orang.
Bienvenido Bernard Arif Jawhar, Perbankan Syariah, UIMSYA
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.