Perempuan Cantik di Dunia Maya: Kalau Dilecehkan Salah Siapa?
Humaniora | 2024-12-16 19:07:47Media sosial, seperti Instagram, X, dan Tiktok, sedang menjadi aplikasi yang sibuk belakangan ini. Media sosial sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari bagi berbagai kalangan, terutama kalangan generasi muda. Hal ini dikarenakan oleh berbagai faktor, utamanya adalah karena media sosial menawarkan penggunanya untuk secara bebas berekspresi, tidak terkecuali perempuan. Jika pembaca merupakan pengguna aktif media sosial, tentunya akan mengetahui bahwa banyak sekali perempuan yang berekspresi di dunia maya melalui berbagai platform media sosial. Entah digunakan untuk membagikan prestasinya, gaya hidup, atau pun penampilan fisik. Dan hal itu tentunya bukan sesuatu unggahan yang akan merugikan bagi siapa pun. Namun, sadarkah bahwa unggahan-unggahan yang tidak merugikan tersebut seringkali dibumbui oleh komentar-komentar yang tidak mengenakkan, entah merendahkan atau mengobjektifikasi?
Foto atau video yang diunggah perempuan dan dianggap cantik sering menjadi sorotan publik. Namun, sorotan yang diberikan ini seringkali berujung pada menjadikan perempuan sebagai objek yang hanya memuaskan mata dan nafsu bagi laki-laki. Hal ini berasal dari budaya patriarki yang menganggap perempuan dipresentasikan daya tariknya hanya secara visual dan seksual, tanpa memperhatikan aspek lain yang menjadi kualitas perempuan sebagai individu. Dalam dunia maya, fenomena ini semakin terasa, perempuan sering dijadikan sasaran empuk untuk diberikan komentar pelecehan verbal seolah-olah tubuh perempuan adalah hak milik publik yang bisa dikomentari, diperlakukan secara bebas dan dieksploitasi.
Pelecehan verbal dalam media sosial ini tidak hanya dalam bentuk komentar, sering juga dalam bentuk yang lebih privat, yakni dengan mengirimkan pesan pribadi (Direct Message/DM) tidak senonoh kepada perempuan. Entah itudalam bentuk tulisan yang menjijikkan ataupun dalam bentuk mengirimkan gambar kelamin yang tidak pantas untuk diperlihatkan. Hal ini sangat tercerminkan bagaimana laki-laki megobjektifikasi perempuan berasal dari pandangan sosial yang merendahkan hak perempuan dalam berekspresi tanpa rasa takut yang tertanam akan pelecehan.
Jika ditilik kembali, bukankah perempuan yang berlomba-lomba mencapai standar kecantikan yang bahkan tidak realistis? Kecantikan pada dunia maya seringkali menjadi “mata uang sosial” yang dimanfaatkan perempuan untuk mendapatkan pengikut, popularitas, dan juga dalam membangun personal branding. Media sosial sangat mengubah bagaimana perempuan mendefinisikan dirinya sendiri. Menjadikan penampilan fisik sebagai parameter utama untuk menilai seseorang. Dilihat lebih dalam lagi, media sosial juga cenderung memperkuat standar kecantikan yang sempit dan memperlihatkan ketidakberagaman perempuan. Akibatnya, perempuan sendiri yang akan tertekan untuk merasa harus selalu tampil sempurna. Hal ini yang dapat memicu pandangan bahwa perempuan cantik yang secara aktif berkala mengunggah foto atau video mereka pada media sosial dengan secara tidak langsung mengundang perhatian yang tidak diinginkan.
Jadi, siapa yang harus disalahkan jika perempuan dilecehkan di dalam media sosial?
Pernahkah pembaca mendengar atau membaca ungkapan yang berbunyi, “Kucing dikasih ikan, mana nolak” yang diasosiasikan dengan laki-laki sebagai kucing dan perempuan sebagai ikan. Padahal tidak semua ikan ditawarkan secara langsung dan cuma-cuma. Bisa saja kucing dengan tidak sopan mencuri ikan. Sama halnya dengan laki-laki dan perempuan, terutama dalam media sosial, bukan berarti perempuan secara percuma menampilkan fotonya untuk diobjektifikasi. Komentar-komentar merendahkan seperti ungkapan tadi seringkali menempatkan perempuan beban yang seolah diartikan bahwa perempuan bertanggungjawab untuk menjaga diri mereka supaya tidak menjadi korban. Dan hal ini merupakan hal yang salah. Tidak ada manusia di dunia ini yang pantas untuk dilecehkan, direndahkan, dan diintimidasi, terutama apa yang diposting di media sosial.
Semua tindakan pelecehan, entah yang dilakukan dalam dunia maya ataupun dunia nyata selalu merupakan kesalahan pelaku. Pelecehan merupakan tindakan melanggar hak dan martabakan manusia. Tidak ada seorangpun yang memiliki hak atas hidup orang lain, terutama pada tubuh dan fisik seseorang. Menyalahkan perempuan atas hal yang tidak merugikan sebagai bentuk victim-blaming harus dihentikan. Setiap manusia bertanggungjawab dalam menciptakan ruang di media sosial yang aman, tanpa pelecehan atau diskriminasi.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.