Remaja di Era Tiktok: Kecanduan Menciptakan Realitas Baru yang Mengubah Standar Hidup
Gaya Hidup | 2024-12-13 22:51:26Tiktok merupakan platform media social yang diluncurkan pertama kali pada tahun 2016 dan berkembang pesat menjadi platform media social yang paling popular di dunia. Dengan berbagai fitur-fitur yang memungkinkan pengguna untuk membuat video, menari, bahkan membagikan kehidupan sehari hari menjadikan tiktok lebih dari sekedar hiburan. Di zaman digital yang serba cepat, tiktok telah mengubah wajah media social dan kehidupan remaja. Remaja menghabiskan berjam-jam setiap harinya mengulirkan feed tiktok, tak hanya untuk hiburan, tetapi juga untuk mencari inspirasi, mengikuti gaya hidup selebritas, atau bahkan memengaruhi opini social mereka. Ketika video viral atau tren tertentu mendapatkan perhatian lebih banyak, terdapat dorongan untuk mengikutinya dan membuktikan diri.
Salah satu dampak terbesar dari kecanduan tiktok adalah terbentuknya standar hidup baru. Tiktok memperkenalkan remaja pada berbagai definisi “kesuksesan” dan “kecantikan” yang instan dan superficial. Melalui banyaknya video yang dipenuhi kemewahan sempurna yang ditampilkan influencer, banyak remaja yang merasa bahwa hal tersebut menjadi tolok ukur kehidupan yang sempurna. Seperti halnya kecantikan digambarkan dengan wanita yang tinggi, putih, dan memiliki bobot badan yang ideal. Remaja yang terpapar hal tersebut menjadi terdorong untuk meniru penampilan tersebut, mengabaikan kenyataan bahwa hal tersebut merupakan hasil editan dan merupakan pencitraan semata yang tidak mencerminkan kehidupan nyata. Sama halnya dengan kesuksesan yang digambarkan dengan influencer yang mendapat banyak uang dari membuat video tanpa perlu usaha yang konsisten dan pendidikan formal.
Selain itu, tiktok menjadikan budaya konsumerisme semakin mencolok. Video promosi produk dan ulasan tentang merk-merk besar sering ditemui di platform ini. Remaja yang melihat influencer memakai produk tertentu cenderung mengikuti dan percaya bahwa produk tersebut membawa ke kehidupan sempurna yang mereka idamkan. Dampak yang dibentuk oleh tiktok sangat berbahaya bagi kesehatan mental remaja. Banyak remaja yang merasa tidak puas dan membandingkan hidup mereka dengan apa yang mereka lihat di tiktok. Hal ini menyebabkan FOMO (Fear Of Missing Out) yaitu perasaan cemas atau takut ketinggalan momen, tren, atau aktivitas tertentu. Fenomena ini menyebabkan depresi, kecemasan, dan rasa tidak percaya diri pada remaja. Perasaan harus tampil sempurna di depan kamera agar mendapatkan image yang bagus. Hal ini membuat mereka terbeban,terlebih saat konten yang mereka buat tidak mendapat respon positif dari khalayak umum. Kecemasan ini membawa standar baru lagi dalam hidup remja, yaitu cara untuk diterima dan dihargai adalah dengan memiliki like dan followers yang banyak.
Dalam dunia dimana orang-orang berlomba untuk menciptakan konten yang sempurna, ada tekanan tersendiri untuk menyesuaikan standar yang terkadang tak realistis dari platform tersebut. Remaja mulai berusaha untuk memenuhi ekspektasi mereka dengan hal-hal yang tak realistis, dan dalam prosesnya, mereka kehilangan pemahaman keseimbangan antara dunia maya dan dunia nyata. TikTok, meskipun menawarkan hiburan dan kreativitas, sering kali menciptakan standar hidup yang tidak realistis bagi remaja, merubah cara mereka berinteraksi memicu kecanduan dan perbandingan sosial yang merugikan kesehatan mental mereka. Sebagai masyarakat, kita perlu memberikan dukungan kepada remaja agar bisa menggunakan media sosial secara sehat dan sadar. Tanpa pengawasan dan pemahaman yang tepat, TikTok bisa menciptakan kecanduan dan tekanan yang mengubah standar hidup menjadi sesuatu yang tidak realistis. Remaja harus didorong untuk membangun identitas mereka bukan hanya pada apa yang terlihat sempurna di layar ponsel mereka.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.