Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Putri Nadya Pramesty

Penghapusan Sistem Zonasi Sekolah : Menjadi Solusi Pendidikan atau Menambah Masalah Baru?

Eduaksi | 2024-12-09 21:19:28

Oleh: Putri Nadya Pramesty Mahasiswa Universitas Airlangga

Kebijakan zonasi di Indonesia mulai diterapkan pada tahun ajaran 2017/2018 berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 17 Tahun 2017 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru. Sistem zonasi merupakan kebijakan yang mengatur proses penerimaan peserta didik berdasarkan jarak tempat tinggal siswa dari sekolah terdekat. Dalam kebijakan ini, siswa yang tinggal dalam zona yang telah ditentukan oleh pemerintah diberi prioritas untuk diterima di sekolah tersebut. Tujuan dari sistem ini adalah untuk mempermudah akses pendidikan serta mengurangi stigma terhadap sekolah favorit yang selama ini ada dalam masyarakat.

Melalui sistem zonasi, pemerintah bertujuan agar setiap anak di Indonesia, tanpa memandang status sosial dan ekonomi, memiliki kesempatan yang setara untuk mengakses pendidikan. Selain itu, kebijakan ini diharapkan dapat mengurangi beban transportasi bagi siswa. Dengan menetapkan sekolah terdekat sebagai prioritas, siswa tidak perlu menempuh perjalanan jauh untuk mendapatkan pendidikan. Pemerintah juga mengharapkan adanya pemerataan jumlah siswa di seluruh sekolah, baik di kota besar maupun daerah kecil, sehingga tidak ada ketimpangan dalam distribusi peserta didik.

Namun, meskipun sistem ini memiliki berbagai tujuan positif, respon masyarakat terhadap kebijakan zonasi cukup beragam. Salah satu pihak yang mengkritik kebijakan ini adalah Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka, yang menyatakan dalam pidatonya pada Pembukaan Tanwir I PP Pemuda Muhammadiyah, Jakarta, Kamis (21/11), bahwa sistem zonasi sebaiknya hanya diterapkan di wilayah tertentu saja. Beberapa pihak menilai bahwa kebijakan ini membatasi pilihan orang tua dan siswa dalam memilih sekolah yang sesuai dengan preferensi mereka. Selain itu, kualitas dan fasilitas yang dimiliki oleh sekolah-sekolah favorit juga menjadi alasan mengapa sistem zonasi perlu dievaluasi. Meskipun tujuan pemerataan siswa di sekolah sudah tercapai, kenyataannya sekolah-sekolah favorit tetap menarik perhatian lebih besar, terutama pada tingkat perguruan tinggi, di mana beberapa perguruan tinggi ternama masih memberikan kuota lebih besar kepada lulusan sekolah-sekolah tersebut.

Di sisi lain, penghapusan sistem zonasi juga menimbulkan kekhawatiran baru mengenai ketimpangan pendidikan. Jika kebijakan zonasi dihapus, sekolah-sekolah kecil di daerah, khususnya di desa-desa terpencil, dikhawatirkan akan semakin tertinggal dan kurang diminati. Sementara itu, sekolah-sekolah besar di kota akan semakin populer dan menarik lebih banyak siswa. Hal ini berpotensi menciptakan ketimpangan pendidikan antara daerah perkotaan dan pedesaan, serta meningkatkan kesenjangan finansial antara orang tua yang tinggal di kota dan yang tinggal di daerah. Sebelumnya, tanpa adanya sistem zonasi, praktik jual beli kursi sekolah sudah menjadi hal yang umum di Indonesia, di mana siswa dari keluarga mampu dapat membayar agar anaknya bisa masuk ke sekolah favorit. Dengan penghapusan zonasi, ketidaksetaraan ini mungkin akan semakin parah.

Pendidikan adalah salah satu pilar utama dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045. Untuk mencapainya, diperlukan kebijakan pendidikan yang tidak hanya berkualitas tetapi juga inklusif dan merata. Oleh karena itu, pemerintah harus mempertimbangkan dengan matang dampak jangka panjang dari penghapusan sistem zonasi, dengan memperhatikan keberlanjutan dan pemerataan akses pendidikan di seluruh Indonesia. Penghapusan zonasi mungkin menawarkan sejumlah keuntungan bagi siswa dan orang tua, tetapi perlu juga dicermati dampaknya terhadap sekolah-sekolah kecil di daerah terpencil yang mungkin semakin kesulitan berkembang jika kebijakan ini diterapkan tanpa pengawasan yang tepat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image