Masa Depan Negara Palestina Setelah Kemenangan Donald Trump
Politik | 2024-12-09 16:52:59Pada pukul 2.24 pagi hari Rabu (6/11) waktu setempat, Associated Press menyatakan bahwa Donald Trump menjadi pemenang kontestasi pemilihan presiden Amerika Serikat 2024. Diperkirakan kemenangan Trump akan memberikan dampak besar dalam berbagai isu nasional dan internasional, utamanya konflik Palestina-Israel. Pada Pertemuan Dewan Israel-Amerika yang diselenggarakan Oktober lalu, Trump terang-terangan mengklaim dirinya sebagai ‘pelindung Israel’. Tak hanya itu, Trump berjanji akan menindak pendemo Pro-Palestina di kampus-kampus jika ia memenangkan pemilu. Retorika ini mempertegas sikap politiknya yang mengkhawatirkan untuk masa depan kemerdekaan bangsa Palestina.
Reaksi masyarakat timur tengah beragam atas terpilihnya Donald Trump sebagai presiden terpilih Amerika Serikat. Respon positif datang dari berbagai wilayah Israel terutama Tel Aviv. Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, merupakan salah satu pemimpin dunia yang mengucapkan selamat atas terpilihnya Trump. Sedangkan respon kurang positif dilontarkan oleh warga Palestina baik di Tepi Barat maupun Gaza. Mereka pesimis adanya perubahan signifikan yang berdampak positif terhadap Palestina.
Janji Trump untuk menindak pendemo Pro-Palestina merupakan tindak represi yang mengkhawatirkan. Ancaman terhadap aktivis pro-Palestina, seperti pernyataan untuk “memutar balikkan gerakan” pro-Palestina, adalah ancaman jelas terhadap kebebasan berekspresi meski jelas dilindungi oleh Amendemen Pertama Konstitusi AS. Hal ini menjadikan gerakan dukungan kemerdekaan Palestina dalam bahaya.
Warga Gaza yang telah menderita karena tindakan genosida Israel menunggu adanya gencatan senjata maupun penarikan mundur total tentara Israel dari Gaza. Per 6 November 2024, lebih dari 43.000 warga sipil Gaza telah tewas akibat genosida besar-besaran yang dilakukan oleh Israel. Jumlah ini tiga kali lipat lebih besar dari total korban tewas pada konflik Ukraina-Rusia. Tanpa adanya gencatan senjata segera, jumlah tersebut dapat bertambah signifikan dalam waktu yang singkat.
Cerminan pemerintahan saat ini yang dipimpin oleh Joe Biden tidak memberikan dampak positif kepada Palestina. Menurut Costs of War Project pada Brown University, pada kurun waktu satu tahun, AS telah mengirimkan 17,9 miliar dollar Amerika. Jumlah ini tidak lebih besar dari 88 miliar dolar AS bantuan untuk upaya perang di Ukraina dalam kurun waktu 1,5 tahun. Meski begitu, Ukraina mempertahankan wilayahnya dari Rusia, yang merupakan kekuatan besar militer di dunia, sedangkan Israel hanya melawan resistansi dari Hamas yang jauh lebih lemah.
Dengan kepemimpinan Trump, Israel mungkin akan lebih leluasa dalam melakukan aksinya. Dukungan penuh dari Gedung Putih akan memberikan keleluasaan yang masif untuk militer Israel. Jumlah korban warga sipil Gaza yang meninggal akan meningkat drastis karenanya. Dalam situasi ini, tindakan dan dukungan AS akan memperparah kondisi krisis kemanusiaan dan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi.
Pada 2020 silam, Trump mempunyai rencana inisiatif bertujuan untuk meningkatkan kehidupan dan mempromosikan perdamaian antara warga Israel dan Palestina. Hubungan Palestina-Israel yang cukup kompleks dan dibentuk dengan kolonialisasi, perang, dan kebijakan internasional yang tidak membantu memecahkan akar masalah. Reaksi atas inisiatif kebijakan Trump yang dinilai pro-Israel cukup beragam. Negara-negara Arab pun terbagi menjadi dua kubu antara mendukung dan menolak rencana Trump. Beberapa negara berkomentar bahwa inisiatif ini hanyalah “perampasan tanah”. Sampai saat ini, tidak ada kemajuan yang jelas atas inisiatif ini.
Di sisi lain, ancaman Trump terhadap demonstrasi pro-Palestina di kampus-kampus menghadirkan tantangan baru. Trump menggambarkan para aktivis ini sebagai bagian dari “revolusi radikal,” yang memunculkan ketakutan akan semakin menyempitnya ruang untuk menyuarakan keprihatinan atas keadilan bagi Palestina. Kebijakan ini juga berpotensi memaksa kampus untuk mengambil sikap yang sulit, antara menegakkan kebebasan akademik atau menghadapi sanksi dari pemerintah.
Trump berjanji akan menghentikan perang Ukraina-Rusia dalam waktu 24 jam setelah ia dilantik. Dalam waktu yang berbeda, Trump juga berjanji akan menyegerakan penyelesaian konflik Israel-Palestina. Jika Trump berhasil menghentikan perang Ukraina-Rusia tanpa menyelesaikan konflik Israel-Palestina, bantuan yang sebelumnya mengucur ke Ukraina akan dialihkan untuk membantu Israel. Trump akan berupaya perdamaian di kedua konflik meski dengan pengorbanan yang mahal. Trump akan memaksa Ukraina menyerahkan wilayahnya yang saat ini diokupasi ke Rusia ataupun menyetop bantuan yang saat ini diberikan. Pada konflik Israel-Palestina, Trump akan menggunakan rencana yang kurang lebih sama dengan yang dia ajukan pada 2020, dengan kerugian besar di pihak Palestina.
Oposisi pada pemerintahan Donald Trump yang cukup kuat pada periode pertamanya mungkin akan lebih kuat di periode keduanya. Meski diprediksi partai pengusung Trump, Partai Republik, memenangkan kedua DPR dan Senat AS bukan berarti segalanya akan dimudahkan. Oposisi pada periode pertama Trump tidak hanya datang dari partai minoritas saat itu, Partai Demokrat, oposisi datang anggota DPR maupun Senat dari partai Trump sendiri. Keputusan Trump untuk menghentikan bantuan ke Ukraina akan terhalang di DPR maupun Senat. Dengan massa pendukung dan opini publik yang beralih mendukung kemerdekaan Palestina yang membesar, beberapa anggota DPR dari Partai Demokrat dan Republik akan berpikir dua kali untuk terus menerus membantu upaya genosida yang dilakukan Israel.
Perdamaian mungkin lebih mudah dicapai di kepemimpinan Trump dibanding Biden. Sayangnya, perdamaian akan dibayar mahal oleh negara Palestina yang rakyatnya sudah dirampas tanahnya. Eradikasi pemerintah Palestina di Gaza saat ini adalah hal yang hampir dipastikan terjadi dengan ataupun tanpa campur tangan Trump. Bagaimana Trump akan menyelesaikan konflik adalah tanda tanya yang besar.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.