Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Marshaniswah Vania Rahmawati

Studi Humaniora di Era Society 5.0: Tetap Adakah Relevansinya?

Humaniora | 2024-12-06 16:01:30

Berbagai elemen dalam kehidupan manusia yang telah terintegrasi dengan teknologi pada kenyataannya semakin gencar bermunculan. Beragamnya invensi dan penemuan-penemuan baru lainnya mendampingi aktivitas manusia dalam keseharian mereka secara langsung maupun tidak langsung. Cepatnya proses evolusi pada teknologi informasi dan komunikasi inilah yang menjadi motivasi Jepang dalam mengusung konsep yang menggambarkan masyarakat di masa depan dengan nama Society 5.0. Menurut konsepnya sendiri, era Society 5.0 ini merupakan era yang lebih berpusat pada manusia dan berbasis teknologi melalui kontribusi Internet of Things (IoT) dan Artificial Intelligence (AI) dengan visi praktis dan otomatisnya.

Adapun komponen utama yang diinisiasi dalam era Society 5.0 yakni kecerdasan buatan atau AI yang mulai memainkan peran vitalnya, terkhusus pada aspek pendidikan dan ilmu pengetahuan. Pada kenyataannya, dunia pendidikan termasuk ke dalam salah satu sektor yang perubahannya sangat signifikan dari masa ke masa, mulai dari aksesibilitas hingga pelaksanaannya yang menjadi sangat efisien. Perihal penggunaannya, khususnya dalam dunia pendidikan, bagaimana kita harus menggunakan AI tentunya diikuti dengan batasan-batasan yang sudah menjadi suatu kebijakan guna meminimalisir terjadinya plagiasi dan hal-hal yang tak diinginkan lainnya. Oleh karena itu, saya sebagai mahasiswa pun merasa banyak sekali tantangan etika dalam penggunaan AI seiring dengan penggalian kebermanfaatannya oleh para akademisi yang potensial dalam menggantikan beberapa bidang ilmu tertentu sehingga banyak sekali kekhawatiran yang bermunculan. Namun, apakah kebermanfaatan AI akan benar-benar membarui lingkup akademik?

www.freepik.com
www.freepik.com

Keterbatasan Potensi Kecerdasan Buatan pada Studi Humaniora

Salah satu dari tantangan etika yang kerap terjadi adalah hasil generate otomatis AI yang mengumpulkan data bias. Dalam ilmu yang mengedepankan humanisasi, tantangan tersebut menjadi suatu persoalan masif yang dapat merusak ilmu itu sendiri dengan merujuk pada karakter dari studi humaniora yang tidak memiliki batas ruang interpretasi yang bervariasi dan empati serta kesetaraan. Data bias ini memiliki sifat kontras terhadap karakter ilmu humaniora itu sendiri seperti halnya jika kita ingin mencari data kelompok sosial tertentu, maka AI akan memberikan model data yang cenderung mengesampingkan perspektif kelompok sosial lainnya yang membuat data ini dianggap bias karena membatasi keragaman pandangan dalam konteks kelompok sosial yang kemungkinan besar akan berdampak pada penyempitan wawasan.

Selain itu, masih dalam konteks ilmu humaniora, AI memiliki kecenderungan dalam menghasilkan output pemahaman yang minim terhadap kata atau frasa dari bahasa tertentu yang pada dasarnya hal ini perlu melibatkan kemampuan kognitif manusia yang bersifat alamiah untuk memahaminya. Terlebih lagi, AI juga terkadang memberikan hasil yang dapat menghilangkan makna literal dari suatu bahasa dalam interpretasi otomatisnya. Hal-hal seperti inilah yang secara tidak langsung menyangkal asumsi value dari studi humaniora yang akan tergantikan oleh kebermanfaatan dari AI itu sendiri di era Society 5.0 ini.

Nyatanya AI memang sangat potensial dalam memperluas pengetahuan kita dalam bidang studi humaniora, namun kita juga perlu menyadari bahwa AI memiliki keterbatasan dan diperlukan etika untuk merealisasikan tuntutan sikap bijak dalam penggunannya. Maka dari itu, di era Society 5.0 yang erat kaitannya dengan technology-oriented ini, studi humaniora justru memiliki potensi akan tetap relevan karena sejalan dengan prinsip utama dari Society 5.0 yang diharapkan akan membentuk kelompok masyarakat cerdas melalui peran kemanusiaan dan wawasan interaksi sosialnya. Ilmu Humaniora juga mengedepankan imajinasi, kemampuan untuk melihat suatu masalah dari berbagai sudut pandang, kemampuan berpikir kritis, dan inovasi di mana keempat hal ini dibutuhkan dalam pengembangan solusi berupa terobosan untuk menghadapi masalah-masalah kompleks di era ini.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image