Bahaya Penyalahgunaan AI: Deepfake dan Dampaknya pada Kehidupan Sosial
Teknologi | 2024-12-05 20:45:51Kecerdasan buatan (AI) adalah teknologi yang dirancang untuk meniru dan mensimulasikan kecerdasan manusia. Teknologi ini memungkinkan sistem untuk belajar dari data, mengenali pola, dan membuat keputusan secara otomatis. Dalam berbagai bidang, seperti layanan kesehatan, transportasi, dan hiburan, AI telah menjadi bagian penting dalam kehidupan manusia. Menurut Bedy dan Iwan (2021), AI adalah teknologi yang memungkinkan mesin untuk meniru perilaku manusia, memberikan efisiensi dan kemudahan yang sangat signifikan.
Namun, di balik manfaat besar tersebut, terdapat ancaman serius dari penyalahgunaan teknologi ini, salah satunya adalah deepfake. Deepfake adalah teknologi yang menggunakan AI untuk menciptakan konten multimedia palsu yang tampak dan terdengar sangat realistis. Konten yang dihasilkan dapat berupa video atau audio yang menggantikan wajah atau suara seseorang untuk menciptakan narasi yang sebenarnya tidak pernah terjadi.
Bahaya dari deepfake sangat nyata, terutama dalam penyebaran berita hoaks dan konten tidak senonoh. Salah satu contoh yang mencolok di Indonesia adalah manipulasi wajah artis terkenal Nagita Slavina dalam sebuah video yang tidak pantas. Video tersebut mencoreng reputasi artis tersebut dan memicu perdebatan luas di masyarakat, khususnya di media sosial. Kasus ini menunjukkan bagaimana deepfake dapat menghancurkan citra seseorang dalam waktu singkat.
Tidak hanya itu, deepfake juga sering dimanfaatkan dalam skema pemerasan dan penipuan. Dalam beberapa kasus, pelaku membuat video palsu yang menampilkan seseorang dalam situasi kompromi, kemudian menggunakan video tersebut untuk memeras korban. Dampak dari tindakan ini sangat merugikan, baik secara finansial maupun emosional. Reputasi korban sering kali hancur, kepercayaan publik terhadap media digital menurun, dan korban mengalami trauma psikologis.
Selain dampak individu, penyebaran deepfake juga memiliki dampak sosial yang serius. Ketidakpercayaan masyarakat terhadap informasi digital semakin meningkat, melemahkan kredibilitas institusi dan media. Jika tidak ditangani dengan baik, fenomena ini dapat menyebabkan polarisasi sosial yang semakin tajam, mengganggu stabilitas masyarakat secara keseluruhan.
Sebagai mahasiswa Universitas Airlangga, saya, Nabila Risha Juliana dari Prodi Teknik Informatika, merasa bahwa isu ini sangat relevan di era digital saat ini. Dalam kehidupan yang dipenuhi dengan arus informasi, batas antara fakta dan manipulasi semakin kabur. Penyalahgunaan teknologi seperti deepfake bukan hanya tantangan teknis, tetapi juga masalah moral dan sosial yang membutuhkan perhatian serius.
Peran mahasiswa dalam menghadapi ancaman ini sangat penting. Langkah pertama yang dapat dilakukan adalah meningkatkan literasi digital, terutama pemahaman tentang teknologi deepfake dan cara mengenalinya. Dengan literasi digital yang baik, kita dapat membantu masyarakat lebih kritis dalam menerima informasi dan membangun kebiasaan untuk memverifikasi kebenaran sebelum menyebarkannya.
Selain itu, mahasiswa dapat menginisiasi kampanye literasi digital untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya deepfake. Edukasi ini dapat dilakukan melalui seminar, lokakarya, atau konten edukatif di media sosial. Masyarakat yang teredukasi akan lebih mampu melindungi diri dari dampak buruk teknologi ini.
Di sisi lain, pengembangan teknologi pendeteksi deepfake juga menjadi solusi yang tak kalah penting. Dengan algoritma yang canggih, konten palsu dapat dideteksi dengan lebih akurat. Teknologi semacam ini harus terus dikembangkan agar mampu mengimbangi kemampuan deepfake yang semakin canggih.
Namun, teknologi saja tidak cukup. Perubahan sikap masyarakat terhadap informasi digital juga diperlukan. Masyarakat perlu membangun budaya yang menghargai proses verifikasi informasi dan menjaga privasi digital. Dalam konteks ini, penting untuk memastikan bahwa teknologi AI dimanfaatkan untuk tujuan positif, seperti meningkatkan kualitas hidup masyarakat, dan bukan untuk merugikan orang lain.
Sebagai mahasiswa, kita memiliki tanggung jawab besar untuk menjadi agen perubahan. Dengan memahami bahaya deepfake, mempromosikan literasi digital, dan mendukung pengembangan teknologi etis, kita dapat menciptakan ekosistem informasi yang sehat. Langkah nyata ini akan melindungi kehidupan sosial dari dampak negatif deepfake dan membawa teknologi AI ke arah yang lebih baik untuk masa depan.
Saya percaya bahwa kolaborasi antara masyarakat, akademisi, dan pengembang teknologi akan menjadi kunci untuk melawan penyalahgunaan AI, termasuk deepfake. Dengan komitmen bersama, kita dapat menghadapi tantangan era digital dan menciptakan lingkungan yang lebih aman, adil, dan transparan. Teknologi harus menjadi alat yang memberdayakan manusia, bukan senjata yang merusak kehidupan sosial dan moral masyarakat.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.