Gajah Sumatera Terancam Kritis, Dokter Hewan Tidak Bisa Sendirian
Eduaksi | 2024-12-05 17:13:52Oleh Livia Pangalila
Gajah Sumatera yang berstatus kritis dan terancam punah, kini masih diburu untuk gadingnya. Tahun 2024 ini ditemukan lebih dari 5 kasus kematian Gajah Sumatera, 2 diantaranya akibat perburuan gading. Perburuan yang terus terjadi sungguh mencemaskan mengingat populasi Gajah Sumatera yang tersisa di alam liar kini tidak lebih dari 1700 ekor. Populasi Gajah Sumatera yang kian menipis berdampak pada hilangnya keseimbangan ekosistem hutan Sumatera. Sayangnya, kesempatan mereka untuk hidup di alam liar menjadi sasaran bagi para pemburu gading walaupun perlindungan hukum sudah dilakukan. Meskipun pemeliharaan gajah melalui konservasi dan peran dokter hewan terus berjalan, ancaman perburuan gading ini menjadi hambatan besar bagi kelestarian hewan langka ini. Keselamatan gajah sumatera di tangan dokter hewan tidak ada gunanya jika perburuan gading terus terjadi.
Kematian Gajah akibat Perburuan Gading
Menurut Sumatran Elephant Project, populasi Gajah Sumatera kini tersisa kurang dari 1700 ekor di Pulau Sumatera. Gajah Sumatera yang dulu keberadaannya tersebar luas di Pulau Sumatera, kini hanya dapat ditemukan di kawasan hutan tertentu. Setiap tahun jumlah kasus kematian Gajah Sumatera terus meningkat. Salah satu penyebab kematian hewan langka ini adalah perburuan gading untuk diperdagangkan. Perburuan ini terus terjadi mengikuti tingginya harga gading yang dijual di pasar perdagangan gelap. Gading gajah masih sering kali diperjualbelikan sebagai koleksi dan pajangan mewah. Harga yang terus meningkat menjadi alasan perburuan gading ini terus berlanjut.
Tahun 2024 ini, ditemukan 2 kematian Gajah Sumatera akibat perburuan gading. Pada bulan Maret lalu, seekor gajah yang masih berumur sekitar 3-4 tahun ditemukan mati di Aceh Utara. Saat ditemukan warga, gajah ini sudah dengan kondisi tanpa gading. Kasus kematian Gajah Sumatera yang kedua akibat perburuan gading terjadi di Jambi. Gajah yang berumur 10 tahun ini ditemukan mati tanpa gading. Perburuan ini menjadi masalah yang serius dan harus segera diatasi. Meskipun kebijakan negara sudah berlaku untuk melindungi kelangkaan satwa liar, perburuan gajah ini masih saja terjadi.
Kontribusi Dokter Hewan dalam kelestarian
Tentunya, dokter hewan menjadi peran penting dalam pelestarian hewan langka, khususnya pada Gajah Sumatera. Sudah menjadi sebuah tanggung jawab bagi dokter hewan dalam memantau kesehatan Gajah Sumatera di ekosistemnya. Dokter hewan memerlukan kemampuan spesifikasi khusus dalam mempelajari dan mengobati penyakit yang terjadi pada gajah. Rehabilitasi juga terus dilakukan bagi keselamatan gajah yang terluka sehingga mereka dapat kembali ke alam. Dokter hewan sangat berperan dalam perawatan dan kesehatan satwa-satwa ini. Pemeliharaan Gajah Sumatera juga dapat dilakukan melalui pemberdayaan dan edukasi oleh dokter hewan untuk menambah wawasan masyarakat.
Peran dokter hewan dalam merawat Gajah Sumatera tidak akan cukup jika perburuan gading terus dilakukan. Upaya mereka dalam memberikan kesejahteraan bagi hewan langka ini tidak akan berpengaruh jika perburuan tidak segera dihentikan. Para dokter hewan mampu membantu dalam penyembuhan tetapi tidak dapat mengatasi masalah yang lebih besar, yaitu keberadaan Gajah Sumatera yang terancam punah akibat manusia. Kelestarian gajah bukan hanya tanggung jawab yang harus dilakukan oleh dokter hewan, melainkan bagi seluruh masyarakat.
Perburuan Gajah Sumatera yang terus terjadi
Perburuan yang terus terjadi berdampak pada keseimbangan ekosistem hutan Sumatera. Perlu diketahui, gajah dapat berperan dalam regenerasi hutan melalui persebaran biji dari kotorannya yang mampu mempercepat pertumbuhan tanaman. Gajah juga mampu memberikan ruang bagi pohon besar untuk bertumbuh ketika mereka memakan tumbuh-tumbuhan kecil dan semak belukar yang menghalangi pertumbuhan pohon. Inilah mengapa Gajah Sumatera perlu dilindungi dan dilestarikan keberadaannya dari perburuan gading.
Perlu ketegasan aturan yang berlaku dalam mengatasi perburuan gading yang terjadi.
Masih banyak jaringan bagi para pemburu untuk memperdagangkan gading di pasar ilegal. Juga dengan dorongan kondisi ekonomi, masyarakat terpaksa menjadikan perburuan sebagai mata pencaharian mereka. Tindak lanjut dan pengawasan yang tidak tegas menyebabkan perburuan ini masih berlangsung. Kurangnya ketegasan dalam hukuman dan denda bagi para pelaku tidak memberikan mereka efek jera, sehingga memberikan kesan sepele. Juga diperlukan koordinasi penjagaan dan pengawasan yang ketat, sehingga lebih banyak kasus perburuan yang dapat terdeteksi.
Kesadaran Bersama dalam Pelestarian Hewan langka
Pelestarian hewan langka, khususnya Gajah Sumatera, adalah peran seluruh masyarakat. Melindungi hewan-hewan ini bukanlah tanggungan yang harus dilakukan oleh dokter hewan saja, melainkan bagi pemerintah juga. Masyarakat juga perlu mengerti peran penting keberadaan Gajah Sumatera dan dampak buruk perburuan gading. Perlu adanya partisipasi lebih besar bagi pemerintah, dokter hewan, konservasi, dan masyarakat untuk memberlakukan kebijakan yang lebih tegas dalam melestarikan Gajah Sumatera.
Kita perlu mendukung upaya konservasi dan mengharapkan kelahiran Gajah Sumatera yang akan kembali membangun kelestarian dan keseimbangan ekosistem Pulau Sumatera. Kita dapat terus memberikan perhatian kepada masalah perburuan ini dengan terus menyuarakan pentingnya kelestarian Gajah Sumatera dan dampak buruk dari perburuan ini. Setiap langkah kecil yang kita lakukan sesegera mungkin akan membawa harapan baru bagi kelestarian Gajah Sumatera.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.