Merasa Pusing atau Kinerja Menurun ketika Bangun Tidur? Yuk, Kenali apa itu Sleep Inertia!
Info Sehat | 2024-12-04 14:35:13Pernah tidak sih, bangun tidur yang kita rasakan itu ngantuk berat, kepala pusing, mood berantakan dan kadang seperti orang kebingungan, niat hati mau tidur biar badan terasa segar dan otak refresh tapi malah sakit kepala dan rasanya mau balik tidur lagi? Apalagi kondisi ini sering kali kita rasakan ketika tidur terlalu singkat atau tidur di waktu yang tidak tepat. Itu namanya sleep inertia. Kondisi ini sering banget kita rasakan dan bikin malas bergerak, apalagi kalau alarm berbunyi ketika kita sedang nyenyak tertidur. Pada saat itu, tubuh belum bisa sepenuhnya untuk berpikir atau beraktivitas. Dan ternyata kondisi ini cukup umum dialami banyak orang. Meski cukup umum dialami, sleep inertia dapat menimbulkan perasaan yang tidak nyaman. Jadi, kenapa sih ini bisa terjadi? Dan, ada tidak cara buat mengatasinya biar setelah bangun mood tidak berantakan? Yuk, bahas bareng di artikel ini!
Apa Itu Sleep Inertia?
Sleep Inertia bisa dikatakan sebagai kondisi peralihan atau transisi antara tidur dan terjaga yang sering kali dialami orang beberapa orang. kondisi sini mengacu pada penurunan kinerja yang terjadi setelah tidur dibandingkan dengan sebelum tidur. Hal yang sering kali dirasakan ketika mengalami kondisi ini dimana kita merasakan sakit kepala, mood berantakan, kebingungan, dan malas beraktivitas, sehingga kita ingin tidur kembali.
Berapa lama sleep inertia terjadi?
Kebanyakan orang mengalami sleep inertia dengan durasi antara 10–30 menit pascatidur. Durasi sleep inertia pada setiap orang berbeda beda, tergantung dengan kondisi tidur orang tersebut apakah cukup atau tidak dalam sehari-hari.
Mengapa Sleep Inertia dapat terjadi?
Tahapan Tidur.
Salah satu faktor penyebab sleep inertia terjadi adalah tahapan tidur yang terjadi selama kita tertidur. Tahapan tidur pada manusia ada 4 tahapan, 3 tahap pertama berupa NREM (Non Rapid Eye Movement) dan 1 tahap berupa REM (Rapid Eye Movement).
Pada tahapan NREM pertama, tubuh dan pikiran kita masih diantara alam sadar dan bawah sadar. Pada tahap ini kita bisa mudah bangun atau terbangun karena hal-hal kecil walaupun kita suda memejamkan mata.
Pada tahap kedua NREM, tubuh dan pikiran kita mulai terbawa ke dalam alam bawah sadar atau mulai tidur nyenyak, detak jantung dan pernapasan mulai melemah. Kita biasanya melewati tahapan ini selama 10-25 menit.
Pada tahapan ketiga NREM tidur sudah mulai nyenyak dan kita bakal susah terbangun. Pada tahapan ini otak kita melepaskan gelombang delta.
Pada tahapan selanjutnya yaitu REM, dimana gelombang delta yang tinggi membuat kita sudah tidak responsif dengan keadaan, detak jantung dan pernapasan meningkat, serta gerakan mata yang sangat cepat. Pada tahapan ini kita mulai bermimpi, dimana mimpi terjadi karena tidur kita terasa sudah nyenyak. Namun, jika kita terbangun pada tahap ini, kemungkinan besar kita dapat mengalami sleep inertia dan menyebabkan penurunan kinerja, kepala terasa pusing atau kebingungan setelah terbangun.
Reaktivasi Otak yang lambat.
Elektroensefalografi (EEG) yang terdapat di otak, setelah bangun mengandung gelombang delta yang tinggi dan gelombang beta yang rendah. Dengan gelombang delta yang tinggi dapat mengakibatkan reaktivasi otak atau pengaktifan otak ketika bangun tidur itu lambat pada beberapa bagian, seperti pada bagian Prefrontal Korteks yang bertanggung jawab pada fungsi eksekutif, pengambilan keputusan dan pengendalian sensori-motorik. Hal ini juga dapat menyebabkan kondisi sleep inertia terjadi.
Kurangnya waktu tidur.
Sleep inertia terjadi dan dapat lebih parah ketika kita memiliki waktu tidur yang kurang. Kinerja seorang yang kurang memiliki waktu tidur lebih buruk dibandingkan dengan orang yang cukup memiliki waktu tidur. Secara keseluruhan, hilangnya waktu tidur, dalam bentuk kurangnya waktu tidur, terjaga lebih lama, berkontribusi terhadap meningkatnya efek sleep inertia.
Apa saja dampak Sleep Inertia?
Penurunan kinerja kognitif.
Sleep inertia memengaruhi kinerja kognitif, terutama pada waktu reaksi dan akurasi dalam mengerjakan suatu tugas atau aktivitas, meski pengaruhnya bervariasi tergantung jenis tugas, waktu beraktivitas, dan kondisi tidur. Tugas kognitif kompleks seperti memori, kalkulasi, dan pengambilan keputusan lebih rentan terhadap sleep inertia dibandingkan tugas sederhana. Jadi, ketika beraktivitas atau mendapatkan tugas kita sedang dalam kondisi sleep inertia, reaksi dan akurasi kita terhadap aktivitas yang sedang kita lakukan tidak bisa maksimal dikarenakan kinerja kognitif kita sedang menurun.
Terganggunya produktivitas.
Sleep inertia menjadi tantangan signifikan bagi semua orang yang harus menjalankan tugas segera setelah bangun tidur, misalnya mengemudi, mengambil keputusan penting, atau aktivitas lainnya. Sleep inertia bukan termasuk gangguan tidur yang parah, tapi kita dapat memerhatikan pentingnya mengelola sleep inertia demi keselamatan kita dalam beraktivitas. Meskipun sleep inertia mungkin lebih memengaruhi aspek tertentu dari kognisi, beraktivitas sering melibatkan kombinasi kemampuan seperti kesadaran situasional, pemrosesan informasi, dan waktu respons cepat. Jadi, sleep inertia dapat berdampak negatif pada aktivitas atau pekerjaan sederhana, kompleks, maupun operasional yang berkaitan dengan keselamatan jika tidak terlalu diperhatikan.
Memicu stres atau kecemasan.
Gangguan stres atau kecemasan dapat terjadi pada seseorang yang memiliki kualitas tidur yang rendah, ini dapat dikarenakan terlalu banyak aktivitas yang dilakukan dalam sehari-hari. Sleep inertia rentan terjadi ketika seseorang memiliki kualitas tidur yang buruk. Jadi, bisa dikatakan bahwa sleep inertia juga dapat memicu stres atau kecemasan.
Bagaimana cara mencegah sleep inertia?
Banyak sekali cara yang bisa kita lakukan untuk mencegah terjadinya sleep inertia agar tidak sering terjadi ketika kita bangun tidur. berikut beberapa cara pencegahannya:
Menjaga kualitas dan mengatur jadwal tidur.
Mengatur jadwal tidur merupakan hal yang sangat simpel dilakukan untuk menghindari sleep inertia. Namun, banyak orang yang kesulitan untuk melakukan cara ini dikarenakan masih ada pekerjaan atau aktivitas yang dilakukan di jam tersebut. Kita harus bisa mengatur jadwal tidur kita agar kualitas tidur terjaga dan kita merasa cukup. Misalnya kebutuhan tidur kita 7–8 jam per-hari, kita dapat tidur setiap harinya mulai pukul 10 malam dan kemudian bangun pukul 5 atau 6 pagi untuk melanjutkan aktivitas.
Berikan tubuh waktu beradaptasi.
Serelah bangun jangan langsung melakukan aktivitas apa pun, tunggu 15–30 menit untuk reaktivasi tubuh agar menghindari kebingungan, sakit kepala atau ketidakseimbangan kinerja kita dalam melakukan sesuatu.
Mengurangi konsumsi kafein berlebihan di malam hari.
Kandungan kafein dapat membuat kita terjaga di malam hari, sehingga dapat merusak jadwal tidur kita dan menjadi berantakan. Ketika kita mengonsumsi kafein berlebihan, tidur kita terasa tidak cukup dan hal ini dapat memicu terjadinya sleep inertia.
Menciptakan lingkungan tidur yang nyaman.
Kita dapat menciptakan lingkungan tidur yang nyaman agar tidur kita terasa nyenyak, seperti mematikan lampu ketika tidur, menutup rapat pintu dan jendela untuk menghindari suara-suara yang mengganggu tidur.
Referensi
Tassi P, Muzet A. Sleep Inertia2000. 341–53 p.doi: 10.1053/smrv.2000.0098. pmid:12531174
Hilditch CJ, McHill AW. Sleep inertia: current insights. Nat Sci Sleep. 2019 Aug 22;11:155-165. doi: 10.2147/NSS.S188911. PMID: 31692489; PMCID: PMC6710480.
Dolan, E. (2018). ‘Sleep inertia’ from short naps linked to reduced connectivity between brain networks. Retrieved 4 June 2020, from https://www.psypost.org/2018/10/sleep-inertia-from-short-naps-linked-to-reduced-connectivity-between-brain-networks-52345
I. G. N. A. W. Kusuma, S. C. Surya, I. P. H. Aryadi, M. I. D. Sanjiwani, and P. G. Sudira, "Hubungan Antara Kualitas Tidur dengan Gangguan Cemas pada Mahasiswa Selama Masa Pandemi COVID-19," Jurnal Epidemiologi Kesehatan Komunitas, vol. 7, no. 2, pp. 562-570, Aug. 2022. https://doi.org/10.14710/jekk.v7i2.13804
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.