Ekonomi Syariah dan Kelas Menengah Muslim di Indonesia (KNEKS)
Bisnis | 2024-12-03 16:03:52"Ekonomi Syariah dan Pertumbuhan Kelas Menengah Muslim"
Indonesia, sebagai salah satu negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia yaitu sekitar 87% dari total populasi (Pew Research Center, 2021), memiliki posisi strategis dalam peta ekonomi global. Menjadi satu-satunya anggota G20 dari kawasan ASEAN, banyak pihak memproyeksikan bahwa pada tahun 2045, Indonesia akan termasuk dalam lima besar negara dengan ekonomi terbesar di dunia. Perkembangan ini didukung oleh pertumbuhan kelas menengah yang saat ini telah mencapai sekitar 47,85 juta jiwa (BPS, 2024). Dalam beberapa dekade terakhir, kemunculan kelas menengah Muslim di Indonesia telah menjadi kekuatan sosial-ekonomi yang signifikan. Kelas menengah ini tidak hanya menjadi penggerak konsumsi, tetapi juga aktor utama dalam mendorong perkembangan industri halal, keuangan syariah, dan sektor-sektor lainnya yang berbasis nilai-nilai prinsip Islam. Hal ini membuat kebutuhan akan produk halal, layanan berbasis prinsip ekonomi syariah, dan keuangan berbasis syariah menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat kelas menengah Muslim. Bahkan, produk-produk halal seperti makanan-minuman halal, fesyen Muslim dan pariwisata ramah Muslim kini telah menjadi simbol gaya hidup modern bagi masyarakat Muslim kelas menengah yang dinamis.
Kelas menengah Muslim di Indonesia menunjukkan peningkatan signifikan dalam daya beli dan kesadaran akan nilai-nilai keislaman dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini tercermin dari meningkatnya permintaan terhadap produk-produk halal, layanan keuangan syariah, dan pariwisata ramah Muslim. Menurut laporan State of the Global Islamic Economy, Indonesia telah menjadi salah satu pasar terbesar di dunia untuk produk dan layanan berbasis prinsip syariah, mulai dari makanan-minuman halal hingga fesyen Muslim. Peran kelas menengah ini dapat dilihat misalnya dalam adopsi keuangan syariah. Banyak dari mereka yang memilih perbankan syariah dan investasi berbasis syariah untuk mengelola keuangan mereka. Keputusan ini tidak hanya didorong oleh keyakinan religius, tetapi juga oleh keinginan untuk mendukung sistem ekonomi yang berkeadilan dan bebas dari unsur riba. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya terbentuk komunitas pegiat ekonomi syariah dan anti-riba seperti Komunitas Masyarakat Tanpa Riba (MTR), komunitas X-Bank dan lain sebagainya.
Ekonomi syariah menawarkan banyak peluang bagi kelas menengah Muslim. Industri halal, misalnya, menyediakan berbagai produk dan layanan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Sektor ini mencakup makanan dan minuman halal, keuangan syariah, fesyen Muslim, pariwisata ramah Muslim, kosmetik dan farmasi halal, hingga media dan hiburan halal. Dengan pertumbuhan jumlah kelas menengah Muslim yang terus meningkat, pasar ini memiliki prospek luar biasa.
Keuangan syariah juga memberikan peluang investasi yang menarik. Produk-produk seperti sukuk (obligasi syariah) dan reksa dana syariah memberikan alternatif investasi yang tidak hanya sesuai dengan prinsip syariah, tetapi juga kompetitif secara ekonomi. Hal ini dapat dilihat dari animo masyarakat yang meningkat dalam membeli instrument investasi sukuk misalnya baru-baru ini Sukuk Mudharabah Keberlanjutan (Sukuk ESG BSI) yang diterbitkan oleh PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) atau BSI mengalami kelebihan pemesanan atau oversubscribe hingga 300 persen atau mencapai Rp9 triliun.
Secara umum terdapat beberapa tantangan yang perlu diatasi agar ekonomi syariah dapat berkembang lebih optimal di kalangan kelas menengah Muslim. Pertama, literasi keuangan syariah di Indonesia masih rendah. Data Banyak masyarakat yang belum sepenuhnya memahami konsep dan manfaat keuangan syariah, sehingga adopsinya masih terbatas.Hal ini terlihat dari Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang dilakukan oleh OJK pada tahun 2024 dimana indeks literasi keuangan syariah penduduk Indonesia saat ini sebesar 39,11 persen namun disisi lain, indeks inklusi keuangan syariah masih sebesar 12,88 persen.
Kedua, biaya transaksi dalam layanan keuangan syariah sering kali dianggap lebih tinggi dibandingkan sistem konvensional. Hal ini menimbulkan persepsi bahwa layanan syariah kurang efisien dan kurang kompetitif. Untuk mengatasi ini, perlu ada upaya untuk meningkatkan efisiensi tata kelola di sektor keuangan syariah. Selain itu infrastruktur Lembaga keuangan syariah kualitas layanannya masih belum merata di beberapa daerah/provinsi khususnya di daerah pedesaan atau pedalaman. Ketiga, industri halal menghadapi tantangan dalam hal sertifikasi dan standarisasi. Meskipun permintaan terhadap produk halal meningkat, banyak pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM) yang kesulitan mendapatkan sertifikasi halal karena literasi terkait proses pengurusan sertifikasi halal, proses pengurusan sertifikasi halal yang kompleks dan biaya yang tidak murah bagi pelaku usaha mikro dan kecil.
Dalam mengoptimalkan peran kelas menengah Muslim dalam mendukung ekonomi syariah, diperlukan sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, dan komunitas Muslim. Pemerintah telah menunjukkan komitmennya dengan membentuk Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) dan Komite Daerah Ekonomi dan Keuangan Syariah (KDEKS) di berbagai provinsi. Kebijakan ini bertujuan untuk memperkuat ekosistem ekonomi syariah, termasuk pengembangan pasar halal dan inklusi keuangan syariah. Di sisi lain, komunitas Muslim perlu berperan aktif dalam mendorong literasi ekonomi syariah dan mendukung produk serta layanan berbasis syariah. Media massa, organisasi keagamaan, dan lembaga pendidikan juga memiliki tanggung jawab besar dalam menyebarluaskan pemahaman tentang nilai-nilai ekonomi Islam.
Ke depan kelas menengah Muslim di Indonesia memiliki potensi kuat tidak hanya dalam mendorong perkembangan ekonomi syariah namun juga diharapkan dalam menunjang target pertumbuhan ekonomi pemerintah sebesar 8%. Dengan daya beli yang terus meningkat dan kesadaran akan pentingnya nilai-nilai prinsip Islam, kelas menengah Muslim ini memiliki peran strategis dalam memperkuat sektor-sektor ekonomi syariah seperti sektor makanan-minuman halal, keuangan syariah, fesyen Muslim, pariwisata ramah Muslim, dan sebagainya. Namun, tantangan seperti literasi dan inklusi keuangan syariah, efisiensi tata kelola, dan akses sertifikasi halal harus diatasi untuk memastikan potensi besar ini dapat diwujudkan secara maksimal. Dengan dukungan pemerintah, pelaku usaha, dan komunitas Muslim, ekonomi syariah dapat menjadi pilar utama dalam pembangunan nasional. Hal ini tidak hanya akan memberikan manfaat ekonomi, tetapi juga menciptakan sistem yang lebih inklusif dan berkeadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Kelas menengah Muslim di Indonesia menunjukkan peningkatan signifikan dalam daya beli dan kesadaran akan nilai-nilai keislaman dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini tercermin dari meningkatnya permintaan terhadap produk-produk halal, layanan keuangan syariah, dan pariwisata ramah Muslim. Menurut laporan State of the Global Islamic Economy, Indonesia telah menjadi salah satu pasar terbesar di dunia untuk produk dan layanan berbasis prinsip syariah, mulai dari makanan-minuman halal hingga fesyen Muslim. Peran kelas menengah ini dapat dilihat misalnya dalam adopsi keuangan syariah. Banyak dari mereka yang memilih perbankan syariah dan investasi berbasis syariah untuk mengelola keuangan mereka. Keputusan ini tidak hanya didorong oleh keyakinan religius, tetapi juga oleh keinginan untuk mendukung sistem ekonomi yang berkeadilan dan bebas dari unsur riba. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya terbentuk komunitas pegiat ekonomi syariah dan anti-riba seperti Komunitas Masyarakat Tanpa Riba (MTR), komunitas X-Bank dan lain sebagainya.
Ekonomi syariah menawarkan banyak peluang bagi kelas menengah Muslim. Industri halal, misalnya, menyediakan berbagai produk dan layanan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Sektor ini mencakup makanan dan minuman halal, keuangan syariah, fesyen Muslim, pariwisata ramah Muslim, kosmetik dan farmasi halal, hingga media dan hiburan halal. Dengan pertumbuhan jumlah kelas menengah Muslim yang terus meningkat, pasar ini memiliki prospek luar biasa.
Keuangan syariah juga memberikan peluang investasi yang menarik. Produk-produk seperti sukuk (obligasi syariah) dan reksa dana syariah memberikan alternatif investasi yang tidak hanya sesuai dengan prinsip syariah, tetapi juga kompetitif secara ekonomi. Hal ini dapat dilihat dari animo masyarakat yang meningkat dalam membeli instrument investasi sukuk misalnya baru-baru ini Sukuk Mudharabah Keberlanjutan (Sukuk ESG BSI) yang diterbitkan oleh PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) atau BSI mengalami kelebihan pemesanan atau oversubscribe hingga 300 persen atau mencapai Rp9 triliun.
Secara umum terdapat beberapa tantangan yang perlu diatasi agar ekonomi syariah dapat berkembang lebih optimal di kalangan kelas menengah Muslim. Pertama, literasi keuangan syariah di Indonesia masih rendah. Data Banyak masyarakat yang belum sepenuhnya memahami konsep dan manfaat keuangan syariah, sehingga adopsinya masih terbatas.Hal ini terlihat dari Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang dilakukan oleh OJK pada tahun 2024 dimana indeks literasi keuangan syariah penduduk Indonesia saat ini sebesar 39,11 persen namun disisi lain, indeks inklusi keuangan syariah masih sebesar 12,88 persen.
Kedua, biaya transaksi dalam layanan keuangan syariah sering kali dianggap lebih tinggi dibandingkan sistem konvensional. Hal ini menimbulkan persepsi bahwa layanan syariah kurang efisien dan kurang kompetitif. Untuk mengatasi ini, perlu ada upaya untuk meningkatkan efisiensi tata kelola di sektor keuangan syariah. Selain itu infrastruktur Lembaga keuangan syariah kualitas layanannya masih belum merata di beberapa daerah/provinsi khususnya di daerah pedesaan atau pedalaman. Ketiga, industri halal menghadapi tantangan dalam hal sertifikasi dan standarisasi. Meskipun permintaan terhadap produk halal meningkat, banyak pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM) yang kesulitan mendapatkan sertifikasi halal karena literasi terkait proses pengurusan sertifikasi halal, proses pengurusan sertifikasi halal yang kompleks dan biaya yang tidak murah bagi pelaku usaha mikro dan kecil.
Dalam mengoptimalkan peran kelas menengah Muslim dalam mendukung ekonomi syariah, diperlukan sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, dan komunitas Muslim. Pemerintah telah menunjukkan komitmennya dengan membentuk Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) dan Komite Daerah Ekonomi dan Keuangan Syariah (KDEKS) di berbagai provinsi. Kebijakan ini bertujuan untuk memperkuat ekosistem ekonomi syariah, termasuk pengembangan pasar halal dan inklusi keuangan syariah. Di sisi lain, komunitas Muslim perlu berperan aktif dalam mendorong literasi ekonomi syariah dan mendukung produk serta layanan berbasis syariah. Media massa, organisasi keagamaan, dan lembaga pendidikan juga memiliki tanggung jawab besar dalam menyebarluaskan pemahaman tentang nilai-nilai ekonomi Islam.
Ke depan kelas menengah Muslim di Indonesia memiliki potensi kuat tidak hanya dalam mendorong perkembangan ekonomi syariah namun juga diharapkan dalam menunjang target pertumbuhan ekonomi pemerintah sebesar 8%. Dengan daya beli yang terus meningkat dan kesadaran akan pentingnya nilai-nilai prinsip Islam, kelas menengah Muslim ini memiliki peran strategis dalam memperkuat sektor-sektor ekonomi syariah seperti sektor makanan-minuman halal, keuangan syariah, fesyen Muslim, pariwisata ramah Muslim, dan sebagainya. Namun, tantangan seperti literasi dan inklusi keuangan syariah, efisiensi tata kelola, dan akses sertifikasi halal harus diatasi untuk memastikan potensi besar ini dapat diwujudkan secara maksimal. Dengan dukungan pemerintah, pelaku usaha, dan komunitas Muslim, ekonomi syariah dapat menjadi pilar utama dalam pembangunan nasional. Hal ini tidak hanya akan memberikan manfaat ekonomi, tetapi juga menciptakan sistem yang lebih inklusif dan berkeadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.