Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image AIVRE 2021

Guru: Pahlawan Tanpa Mahkota yang Terlupakan

Agama | 2024-12-02 21:58:18

Pada peringatan Hari Guru Nasional 2024, Presiden Prabowo Subianto mengumumkan kebijakan kenaikan gaji untuk seluruh tenaga pendidik di Indonesia. Dalam pidatonya, Presiden Prabowo menyampaikan bahwa peningkatan gaji ini bertujuan untuk menghargai peran vital guru dalam mencerdaskan bangsa serta meningkatkan kualitas pendidikan di Tanah Air.

Menghargai Peran Guru Tapi tidak Mensejahterakan

Kabar mengenai kenaikan gaji guru telah memicu beragam reaksi di kalangan pendidik. Antusiasme awal yang tinggi perlahan meredup setelah muncul klarifikasi bahwa yang mengalami penyesuaian bukanlah gaji pokok, melainkan tunjangan kesejahteraan yang diperoleh setelah guru lolos program sertifikasi. Perbedaan persepsi ini memunculkan diskusi hangat di berbagai platform, dengan beberapa guru merasa puas dengan peningkatan tunjangan, sementara yang lain merasa harapannya tidak sepenuhnya terpenuhi

Kenaikan tunjangan yang diberikan kepada guru, meskipun patut diapresiasi, nyatanya masih belum mampu memenuhi kebutuhan hidup yang semakin meningkat. Angka inflasi yang terus meningkat dan harga-harga kebutuhan pokok yang melambung tinggi membuat kenaikan tersebut terasa tidak signifikan. Banyak guru yang hidup di bawah garis kemiskinan atau rentan terhadap kemiskinan. Kondisi ini tidak hanya berdampak pada kesejahteraan guru secara individu, tetapi juga pada kualitas pendidikan secara keseluruhan.

Guru yang hidup dalam tekanan ekonomi akan sulit untuk fokus pada tugas mengajar dan memberikan yang terbaik bagi siswanya. Fakta bahwa banyak guru terpaksa mencari pinjaman online dan terlibat dalam judi online untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, serta adanya guru yang memiliki pekerjaan sampingan, menjadi bukti nyata bahwa tunjangan yang diterima masih jauh dari kata cukup untuk menjamin kesejahteraan mereka.

Dehumanisasi Guru

Dalam sistem kapitalistik saat ini lebih mencerminkan perlakuan terhadap guru sebagai sekadar faktor produksi dalam rantai produksi dan ini mencerminkan dehumanisasi yang terjadi pada profesi mulia ini. Guru, yang seharusnya menjadi inspirator dan pembentuk karakter generasi muda, kini seringkali hanya dianggap sebagai tenaga kerja yang dapat dipertukarkan. Pandangan yang sempit ini mengabaikan peran krusial guru dalam membangun masyarakat yang cerdas dan beradab. Dengan demikian, kesejahteraan guru yang rendah menjadi cerminan dari kurangnya penghargaan terhadap nilai-nilai luhur dalam pendidikan.

Kesejahteraan guru memang memiliki korelasi yang erat dengan kualitas pendidikan. Guru yang sejahtera cenderung lebih bersemangat, kreatif, dan memiliki motivasi yang tinggi dalam mengajar. Namun, kualitas pendidikan merupakan hasil dari interaksi berbagai faktor kompleks. Selain kesejahteraan guru, kurikulum yang relevan dan up-to-date, ketersediaan infrastruktur pendidikan yang memadai, serta kualitas guru itu sendiri dalam hal kompetensi dan profesionalisme, juga berperan penting dalam menentukan mutu pendidikan yang dihasilkan.

Negara hanya Fasilitator

Pergeseran peran negara dari raa'in (pengurus) menjadi regulator dan fasilitator telah mengubah lanskap sosial-ekonomi masyarakat. Negara yang semestinya menjadi pelindung dan pemberi layanan publik kini lebih banyak berperan sebagai pengawas dan pendukung sektor swasta. Hal ini semakin diperparah dengan penerapan sistem ekonomi yang mengutamakan liberalisasi perdagangan dan kapitalisasi sektor-sektor vital seperti pendidikan dan kesehatan. Akibatnya, negara seolah abai terhadap tanggung jawabnya dalam memenuhi kebutuhan dasar masyarakat

Komersialisasi sektor pendidikan dan kesehatan telah mengubah kedua sektor tersebut menjadi komoditas yang diperjualbelikan. Pendidikan dan kesehatan yang seharusnya menjadi hak dasar setiap warga negara kini menjadi barang mewah yang hanya dapat diakses oleh kalangan tertentu. Akibatnya, kualitas pendidikan dan kesehatan masyarakat menurun, dan semakin memperlebar kesenjangan sosial. Negara, yang seharusnya menjamin akses masyarakat terhadap layanan pendidikan dan kesehatan yang berkualitas, justru membiarkan sektor ini dikuasai oleh pasar.

Islam Memuliakan guru

Dalam ajaran Islam, kedudukan guru sangat dimuliakan. Rasulullah SAW dengan tegas menyatakan, "Bukan dari golongan kami orang yang tidak menghormati yang lebih tua, tidak menyayangi yang lebih muda, dan tidak mengetahui hak ulama kita." Hadis ini mengindikasikan bahwa menghormati guru adalah bagian integral dari iman seorang muslim. Guru dipandang sebagai pewaris para nabi yang bertugas menyebarkan ilmu pengetahuan dan nilai-nilai kebaikan.

Dalam pandangan Islam, guru sejajar dengan ulama. Keduanya adalah individu yang memiliki ilmu pengetahuan dan bertugas menyebarkannya kepada orang lain. Dengan demikian, menghormati guru berarti juga menghormati ulama. Hubungan yang erat antara guru dan ulama ini menunjukkan betapa pentingnya peran keduanya dalam membangun peradaban yang berilmu.

Kesejahteraan guru memiliki korelasi yang sangat erat dengan kualitas pendidikan. Dalam Islam, pendidikan merupakan investasi akhirat yang sangat penting. Ketika guru merasa dihargai dan sejahtera, mereka akan memiliki rasa memiliki yang lebih kuat terhadap profesinya. Hal ini akan mendorong mereka untuk terus belajar dan mengembangkan diri, sehingga kualitas pendidikan secara keseluruhan dapat meningkat. Dengan demikian, kualitas pendidikan akan meningkat secara signifikan, menghasilkan individu yang tidak hanya cerdas, tetapi juga beriman dan berakhlak mulia.

Kesejahteraan Guru Tanggung Jawab Negara

Dalam Islam, negara memiliki tanggung jawab besar dalam mengelola pendidikan. Negara tidak hanya mengatur kurikulum dan metode pengajaran, tetapi juga memastikan kesejahteraan guru. Dengan memberikan gaji yang layak dan fasilitas yang memadai, negara menunjukkan penghargaan yang tinggi terhadap peran guru dalam membangun generasi penerus.

Rasulullah saw. bersabda, “Seorang Imam (khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim). Ibnu Hazm, dalam karyanya Al-Ahkaam, dengan tegas menyatakan bahwa pendidikan merupakan salah satu pilar penting dalam Islam. Seorang khalifah, sebagai pemimpin tertinggi, wajib memastikan bahwa seluruh rakyatnya mendapatkan akses pendidikan yang berkualitas. Untuk mencapai tujuan ini, khalifah harus menyediakan segala sumber daya yang diperlukan, termasuk memberikan gaji yang layak kepada para guru.

Sejarah kekhalifahan Islam memberikan teladan yang sangat baik bagi kita. Pada masa itu, para khalifah sangat menghargai peran guru dan memberikan berbagai fasilitas yang memadai, seperti rumah tinggal, tunjangan, dan gaji yang tinggi. Hal ini sangat berbeda dengan kondisi banyak guru saat ini yang seringkali harus bekerja sampingan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Sebuah riwayat dari Ibnu Abi Syaibah menyebutkan bahwa Khalifah Umar bin Khattab memberikan gaji sebesar 15 dinar atau setara dengan 63,75 gram emas kepada para guru. Jika dikonversi ke nilai rupiah saat ini, gaji tersebut mencapai puluhan juta rupiah. Angka ini menunjukkan betapa tinggi penghargaan Khalifah Umar terhadap profesi guru dan betapa sejahtera kehidupan para pendidik pada masa itu.

Dalam Islam, kesejahteraan guru menjadi prioritas utama. Guru tidak hanya mendapatkan gaji yang sangat tinggi, tetapi juga dukungan penuh dari negara untuk meningkatkan kompetensi mereka. Dengan demikian, guru dapat fokus pada tugas utamanya, yaitu mendidik generasi penerus yang berkualitas. Hal ini menunjukkan betapa visionernya Islam dalam memandang pendidikan. Hanya dengan menerapkan sistem yang serupa, kita dapat mengatasi berbagai permasalahan pendidikan yang kita hadapi saat ini.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image