Remaja dan Minuman Manis: Kebiasaan Manis yang Berujung Pahit!
Info Sehat | 2024-12-02 21:10:07Gaya hidup masyarakat Indonesia terus berubah, termasuk di kalangan remaja. Salah satu tren yang mencuri perhatian adalah meningkatnya konsumsi minuman manis, seperti bubble tea, kopi susu kekinian, hingga minuman bersoda. Minuman ini kerap menjadi simbol gaya hidup modern yang praktis dan trendi, terutama di kota-kota besar. Mudah sekali ditemui toko-toko yang menjual minuman manis di berbagai sudut kota. Namun, di balik manisnya tren ini, terdapat ancaman serius yang mulai dirasakan masyarakat, yaitu peningkatan kasus penyakit ginjal kronis yang membutuhkan hemodialisis atau lebih umum dikenal dengan istilah cuci darah yang tak mengenal usia. Hemodialisis telah menjadi “momok” yang telah menyerang kalangan usia muda saat ini.
Fenomena Meningkatnya Konsumsi Minuman Manis
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan peningkatan konsumsi gula per kapita di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Menurut Kementerian Kesehatan, pada 2023, konsumsi gula masyarakat Indonesia sudah melebihi batas aman yang direkomendasikan WHO, yaitu 50 gram atau setara dengan 4 sendok makan per hari. Ironisnya, tren ini justru didominasi oleh kelompok usia remaja, yang lebih sering terpapar gaya hidup digital dan promosi masif minuman manis di media sosial.
Menurut sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Clinical Nutrition ESPEN, konsumsi berlebihan gula tambahan, termasuk dalam bentuk minuman manis, berkontribusi signifikan terhadap resistensi insulin dan obesitas. Kondisi ini menjadi pintu gerbang berbagai penyakit metabolik seperti diabetes melitus tipe 2, hipertensi, dan penyakit ginjal kronis.
Kasus Penyakit Ginjal di Usia Muda
Tren ini sejalan dengan laporan dari Kementerian Kesehatan yang mencatat peningkatan pasien penyakit ginjal kronis yang membutuhkan hemodialisis. Berdasarkan data BPJS Kesehatan, pasien hemodialisis melonjak hingga lebih dari 20% dalam lima tahun terakhir. Yang mengejutkan, jumlah pasien dari kalangan usia muda, termasuk remaja, juga terus meningkat.
Penyakit ginjal kronis pada usia muda sering kali diawali oleh gaya hidup tidak sehat, termasuk pola makan tinggi gula, kurang aktivitas fisik, serta dehidrasi akibat kurang minum air putih. Sebuah penelitian di jurnal Nephrology menegaskan bahwa konsumsi minuman manis secara berlebihan dapat meningkatkan risiko terbentuknya batu ginjal dan kerusakan nefron ginjal, unit penyaring utama pada organ tersebut.
Apa yang Salah?
Permasalahan ini tidak bisa sepenuhnya dilimpahkan kepada remaja. Faktor lingkungan, seperti kurangnya edukasi tentang pola makan sehat, peran keluarga, hingga promosi besar-besaran produk minuman manis, juga turut berkontribusi. Laporan dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menunjukkan bahwa paparan iklan makanan dan minuman tidak sehat sangat dominan di media digital, dengan target utama remaja dan anak-anak.
Selain itu, banyak remaja tidak menyadari dampak jangka panjang konsumsi minuman manis karena efeknya tidak langsung terlihat. Dalam kehidupan mereka, minuman manis lebih sering dipandang sebagai simbol kebahagiaan atau penghargaan diri. Pola pikir ini diperkuat dengan mudahnya akses terhadap minuman manis yang harganya terjangkau.
Pentingnya Kolaborasi Multi-Pihak
Mengatasi fenomena ini memerlukan kerja sama semua pihak. Pertama, peran keluarga sangat penting. Orang tua perlu memberikan edukasi tentang bahaya konsumsi gula berlebihan dan pentingnya pola makan seimbang. Langkah kecil seperti membiasakan anak minum air putih dapat memberikan dampak signifikan dalam jangka panjang.
Kedua, peran pemerintah juga tidak kalah penting. Kebijakan pembatasan kandungan gula dalam minuman kemasan atau pemberlakuan pajak gula, seperti yang telah dilakukan di beberapa negara maju, dapat menjadi salah satu solusi. Di Indonesia, kebijakan seperti ini dapat diintegrasikan dengan penguatan kampanye kesehatan melalui media sosial yang relevan dengan remaja.
Ketiga, industri makanan dan minuman juga perlu ikut bertanggung jawab. Alih-alih hanya mengejar keuntungan, produsen seharusnya mulai mengembangkan produk yang lebih sehat dan tetap menarik bagi konsumen muda.
Membangun Kesadaran di Kalangan Remaja
Selain intervensi dari luar, membangun kesadaran di kalangan remaja sendiri sangatlah krusial. Edukasi mengenai bahaya konsumsi gula harus dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah, termasuk di kegiatan ekstrakurikuler. Para influencer atau figur publik yang dekat dengan anak muda juga dapat dilibatkan untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan dengan cara yang kreatif. Melalui pendekatan yang holistik dan sinergis, diharapkan kebiasaan konsumsi minuman manis pada remaja dapat dikendalikan, sehingga risiko penyakit metabolik dan ginjal dapat ditekan.
Menikmati minuman manis sesekali bukanlah sesuatu yang salah. Namun, remaja perlu memahami bahwa segala sesuatu yang berlebihan, termasuk konsumsi gula, memiliki konsekuensi yang berat. Dengan langkah kecil seperti memilih minuman rendah gula atau lebih banyak minum air putih, kita dapat menjaga kesehatan ginjal dan organ tubuh lainnya.
Manisnya hidup tidak perlu selalu datang dari gula. Pilihan gaya hidup sehat adalah cara terbaik untuk menikmati masa muda tanpa harus membayar mahal di kemudian hari. Bagaimanapun, kesehatan adalah investasi terbaik untuk masa depan.
Penulis:
Nazira Aqilla Hirmadiani
Program Studi Kedokteran 2024
Universitas Airlangga
Referensi:
- Badan Pusat Statistik (BPS). (2023). Konsumsi Gula Masyarakat Indonesia Tahun 2022. Jakarta: BPS.
- Clinical Nutrition ESPEN. (2021). "The Impact of Sugar-Sweetened Beverages on Obesity and Insulin Resistance: A Systematic Review." Clinical Nutrition ESPEN, 43, pp. 124-130.
- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2023). Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Jakarta: Kemenkes RI.
- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). (2023). Paparan Iklan Makanan dan Minuman Tidak Sehat di Media Digital. Jakarta: KPAI.
- Nephrology. (2022). "Excessive Sugar Consumption and Its Role in Kidney Function Impairment: Evidence from Experimental and Epidemiological Studies." Nephrology Journal, 27(6), pp. 567-575.
- World Health Organization (WHO). (2015). Guideline: Sugars Intake for Adults and Children. Geneva: WHO Press.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.