Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image James Dendy

Menelusuri Telemedicine: Kritik Komunikasi Dokter yang Berkedok Modern

Teknologi | 2024-12-02 11:12:48

Kemampuan berkomunikasi merupakan suatu keterampilan yang wajib dimiliki oleh seorang tenaga medis, termasuk di dalam profesi dokter. Sebagai pekerjaan yang terjun langsung ke masyarakat, seorang dokter harus bisa mengkaji tidak hanya fisik maupun mental pasien, tetapi juga sosial dan spiritualitas mereka. Kemampuan mereka dalam menunjukkan empati kepada orang-orang dengan latar belakang yang berbeda tentu menjadi suatu tantangan pekerjaan yang perlu dikuasai.

Tantangan tersebut semakin diperkuat dengan adanya konsep telemedicine. Sejak abad ke-19, tindakan medis yang dilakukan melalui media telekomunikasi sudah mulai muncul secara perlahan-lahan. Akan tetapi, bidang telemedicine baru mulai membludak di Indonesia akhir-akhir ini berkat kemajuan bidang IoT (Internet of Things). Hal ini bisa dibuktikan melalui viralnya beragam aplikasi telemedicine di kalangan masyarakat saat ini serta integrasi telekomunikasi di dalam layanan kesehatan, seperti penggunaan aplikasi-aplikasi komunikasi tertentu. Lantas, apakah aplikasi dan fitur teknologi telemedicine saat ini cukup untuk menaungi kebutuhan komunikasi pelayanan kesehatan seorang dokter?

Tidak dapat dipungkiri bahwa telemedicine mampu mendatangkan berbagai macam manfaat bagi aksesibilitas dan efisiensi komunikasi layanan kesehatan masyarakat. Hal ini terkhususnya terjadi di masa-masa pandemi, dimana interaksi secara langsung antara seorang dokter dengan pasiennya melibatkan risiko penyebaran Covid-19. Akan tetapi, keunggulan yang ditawarkan oleh telemedicine ini tergolong kurang dibandingkan interaksi tradisional dokter. Hal ini dikarenakan sifat dari komunikasi tenaga medis yang mengandung prinsip holistik, atau menyeluruh, yakni merujuk pada banyak aspek komunikasi terapeutik seorang tenaga medis terhadap pasiennya.

Telemedicine sebagai upaya komunikasi secara daring. Illust: James Dendy

Yang pertama berupa hambatan non verbal. Salah satu kelemahan telemedicine adalah kurangnya ruangan dan kesempatan bagi tenaga medis untuk melihat indikasi atau tanda-tanda non verbal pasien, seperti ekspresi wajah, intonasi, dan juga sentuhan. Sebanyak 93% dari komunikasi berbentuk non verbal, dan hal tersebut tidak seberapa ditunjang oleh aplikasi telemedicine. Hal ini terkhususnya bagi pasien anak-anak, yang seringkali tidak mampu mengucapkan keluhan mereka dengan benar. Observasi interaksi anak-anak dengan tenaga medis menunjukkan bahwa mereka lebih sering mengekspresikan keluhannya melalui gerakan-gerakan non verbal yang bisa terlewatkan jika menggunakan konseling online.

Selanjutnya, hal-hal komunikatif seperti membangun rasa empati dan kepercayaan pasien terhadap tenaga medis juga lebih terbatas dalam konteks telemedicine. Interaksi seorang dokter, contohnya seperti kepada anak-anak kecil, memerlukan adanya hubungan secara fisik agar dapat menumbuhkan rasa kepercayaan pasien. Seorang dokter lebih mudah menerapkan berbagai prinsip-prinsip komunikasi, seperti REACH (Respect, Empathy, Audible, Clarity, Humble) dan pesan non verbal, di dalam media luring. Hal-hal seperti konsep kinestetik (bahasa tubuh), paralinguistik (penggunaan suara), dan artefak (benda-benda material) sulit diungkapkan melalui pesanan ataupun panggilan online. Padahal, konsep dan prinsip-prinsip komunikasi tersebut penting dalam membina hubungan empati dan meningkatkan kepercayaan antara pasien dengan dokter yang sedang bertugas.

Selebihnya, media-media daring juga cenderung susah untuk menjamin kerahasiaan dan privasi data pasien mereka. Dengan adanya perkembangan teknologi yang sangat cepat dan pesat, tindakan kriminal yang berkedok teknologis mulai muncul dalam skala yang besar. Berbagai macam strategi dan ilmu peretasan berpotensi membahayakan privasi dan keamanan data pengguna. Kasus-kasus hacking dan pencurian data yang sedang marak terjadi belakangan ini menjadi bukti nyata akan risiko telemedicine dalam hal sekuritas informasi. Hal ini berbeda dengan komunikasi yang dilakukan secara luring, dimana dokter yang bertugas bisa membantu sterilisasi lokasi demi menjamin kenyamanan pasien untuk bercerita sekaligus keamanan data-datanya.

Permasalahan-permasalahan tersebut sebenarnya bisa diatasi dengan menggunakan inovasi-inovasi teknologi yang baru. Sebagai contoh, penggunaan fitur AI face recognition untuk membantu dokter membaca ekspresi pasien bisa menunjang komunikasi non verbal layanan medis. Selain itu, adanya fitur bagi pengguna aplikasi telemedicine untuk melakukan update kepada dokter yang menanganinya bisa mendorong terwujudnya rasa kepercayaan pasien serta empati dari dokter. Intinya, berbagai fitur teknologi baru bisa menjembatani kesenjangan komunikasi yang ada di telemedicine.

Pada akhirnya, suatu tindakan komunikasi yang efektif bertujuan untuk memastikan penyaluran informasi yang baik dan benar kepada pasien sehingga pasien dapat bertindak sesuai anjuran dan informasi yang diperoleh. Media komunikasi yang kondusif sangat diperlukan untuk menunjang terwujudnya tujuan komunikasi tersebut. Meskipun telemedicine pada saat ini telah berkembang dengan pesat, komunikasi kesehatan yang efektif melaluinya hanya dapat dilakukan oleh tenaga medis dan pasien yang peka secara sosial, dan tidak mudah mengalami miskomunikasi. Kurangnya kesempatan baik secara ruangan, waktu, maupun kenyamanan bagi seorang dokter untuk mengaplikasikan prinsip-prinsip komunikasi berpotensi menghasilkan kesalahan persepsi kesehatan pasien. Hal ini sekaligus berisiko mengakibatkan kegagalan atau kesalahan dari pasien dalam pengambilan tindakan umpan balik berdasarkan diagnosis atau anjuran yang telah diberikan oleh dokter yang bersangkutan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image