Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Cynthia Saphira Puteri

PPN Naik 12 Persen Bikin Mahasiswa Panik

Bisnis | 2024-12-02 08:23:11

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan pada setiap transaksi barang atau jasa yang terjadi di tempat perdagangan, baik dalam tahap produksi maupun konsumsi. Sesuai dengan peraturan dalam Undang-Undang PPN Nomor 42 Tahun 2009, pemerintah menetapkan bahwa objek yang dikenakan PPN mencakup barang berwujud dan tidak berwujud. Barang berwujud, misalnya, meliputi produk elektronik dan makanan olahan kemasan. PPN dihitung berdasarkan nilai tambah yang terjadi pada setiap tahapan produksi dan distribusi. Nilai tambah tersebut dihitung berdasarkan selisih antara harga beli dan harga jual dalam suatu transaksi. Dengan kata lain, PPN dikenakan atas perbedaan harga antara harga beli yang dibayar oleh pedagang dan harga jual yang diterima oleh konsumen.

Sebagai contoh, apabila seseorang membeli barang dengan harga Rp 25.000 dan dikenakan tarif PPN sebesar 12%, maka total yang harus dibayar konsumen adalah Rp 28.000 (Rp 25.000 ditambah PPN 12%). Hal ini menggambarkan bagaimana pajak ini berfungsi, yaitu memungut sejumlah persentase dari nilai transaksi, yang kemudian disetor oleh pedagang kepada pemerintah. Sebelumnya, Indonesia menerapkan tarif standar PPN sebesar 11%, namun pada tahun 2024, pemerintah mengumumkan rencana untuk menaikkan tarif PPN menjadi 12% pada awal tahun 2025. Rencana kenaikan tarif PPN ini kemudian menuai kontroversi dan penolakan dari berbagai pihak, terutama dari kalangan pelaku industri. Mereka khawatir bahwa kenaikan ini akan memperburuk kondisi ekonomi yang masih dalam proses pemulihan pasca-pandemi COVID-19.

Kenaikan tarif PPN menjadi 12% dapat berdampak besar terhadap daya beli masyarakat, terutama terhadap barang-barang dengan harga relatif tinggi. Semakin tinggi harga suatu barang, maka semakin besar pula PPN yang harus dibayar oleh konsumen. Hal ini tentunya akan memengaruhi perilaku konsumen dalam berbelanja, karena harga barang menjadi lebih mahal. Kenaikan harga barang yang diikuti oleh lonjakan PPN berpotensi menurunkan minat konsumen untuk membeli produk-produk tersebut, mengingat anggaran belanja mereka akan semakin terbebani. Berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh Center of Economic and Law Studies (CELIOS), kenaikan tarif PPN dapat berpengaruh signifikan terhadap pengeluaran sejumlah kelompok masyarakat, terutama Gen Z. Generasi ini diprediksi akan mengeluarkan tambahan biaya sekitar Rp 1,74 juta per tahun akibat kenaikan harga barang dan jasa yang mereka konsumsi sehari-hari. Wahyudi Askar, Direktur Kebijakan Publik CELIOS, menyebutkan bahwa estimasi pengeluaran Gen Z akan meningkat sebesar Rp 1.748.000 setiap tahun akibat selisih kenaikan tarif PPN. Hal ini akan memberikan tekanan lebih besar pada kelompok yang mayoritasnya merupakan mahasiswa dan pekerja muda, yang cenderung memiliki anggaran terbatas.

Bagi mahasiswa, kenaikan PPN menjadi 12% dapat menambah beban pengeluaran mereka, yang sudah terbebani oleh biaya pendidikan, kebutuhan sehari-hari, dan biaya kesehatan. Sebagian besar mahasiswa juga memiliki pengeluaran untuk hiburan dan kegiatan sosial lainnya. Dengan adanya kenaikan PPN, mereka harus merelakan sebagian pendapatan atau uang saku mereka untuk membayar pajak lebih tinggi. Dalam jangka panjang, dampak ini bisa mengurangi kemampuan mereka untuk menabung atau mengelola keuangan pribadi dengan bijak. Maka, banyak dari mereka yang merasa bahwa kenaikan PPN ini akan sangat membebani kondisi finansial mereka.

Dengan demikian, meskipun kenaikan tarif PPN bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara, dampaknya terhadap masyarakat, terutama kalangan muda dan mahasiswa, perlu mendapat perhatian lebih. Pemerintah perlu mempertimbangkan faktor-faktor sosial ekonomi sebelum melakukan implementasi kebijakan ini secara penuh pada tahun 2025.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image